Tokoh

Mengenang Imdaad Hamid, Cucu Ulama Ternama, Jubir yang Andal, Wali Kota Peduli Lingkungan

person access_time 1 year ago
Mengenang Imdaad Hamid, Cucu Ulama Ternama, Jubir yang Andal, Wali Kota Peduli Lingkungan

Wali Kota Balikpapan 2001-2011, Imdaad Hamid. FOTO: PEMKOT BALIKPAPAN, REPRODUKSI

Cucu KH Ahmad Muksin ini adalah wali kota Balikpapan dua periode. Menanamkan banyak nilai kebaikan di Kota Madinatul Iman. 

Ditulis Oleh: Fel GM
Rabu, 03 Agustus 2022

kaltimkece.id Ketegangan yang sempurna menyelimuti ruang rapat paripurna di Gedung DPRD Balikpapan. Pada 2001 atau 21 tahun silam, dua pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Balikpapan sudah duduk di deretan kursi paling depan. Para anggota dewan, dengan perasaan yang bercampur aduk, mengisi deretan kursi tengah dan belakang. Semuanya sebentar lagi menyaksikan penghitungan suara untuk menentukan pemimpin kota. 

Pemilihan kepala daerah waktu itu belum memakai sistem pemungutan suara langsung. Jabatan wali kota dan wawali masih ditentukan 30 suara anggota DPRD Balikpapan. Waktu itu ada dua pasangan yang bertarung. Mereka adalah Imdaad Hamid-Mukmin Faisyal dan Agus Santoso-Abdul Majid. 

Imdaad adalah seorang birokrat yang menjabat asisten IV Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim. Ia berpasangan dengan Mukmin selaku ketua DPD Golkar Balikpapan. Pasangan yang satu lagi, Agus Santoso, adalah kader PDIP. Ia berduet dengan Abdul Majid, mantan kepala Kepolisian Resor Balikpapan berpangkat ajun komisaris besar. 

“Saya menyaksikan proses pemungutan suara itu. Tegang. Begitulah suasananya,” tulis Ajid Kurniawan, pewarta dari surat kabar lokal yang meliput pemilihan kepala daerah tersebut, di dalam blog-nya. kaltimkece.id telah mendapat izin dari Ajid Kurniawan untuk mengutip tulisan tersebut. 

Pada permulaan penghitungan suara, Abdul Majid beberapa kali semringah. Saban kali perhitungan suara berpihak kepadanya dan Agus Santoso, ia tersenyum. Sempat memimpin pada awal perhitungan, sayangnya, perolehan suara Agus Santoso-Abdul Majid hanya sampai di 15 suara. Imdaad-Mukmin terus mengejar. Penghitungan suara pun berakhir dengan skor 15-15. Draw!

Pemilihan kepala daerah Kota Minyak lantas memasuki putaran kedua. Meskipun DPRD Balikpapan diisi 30 anggota, sebenarnya masih ada Fraksi TNI-Polri. Posisi Fraksi TNI-Polri menjadi penentu pada putaran kedua. Setelah melalui lobi-lobi politik yang panjang, Imdaad-Mukmin berhasil meluluhkan fraksi tersebut. 

Kemenangan itu membawa Imdaad Hamid menjadi suksesor Tjutjup Suparna selaku wali kota Balikpapan. Kelak, lima tahun kemudian, Imdaad berhasil mempertahankan posisinya. Ia unggul dari ‘wakilnya’, Mukmin Faisyal, yang menjadi pesaing utama dalam pilkada langsung pertama di Balikpapan pada 2006. Jabatan Imdaad sebagai wali kota berakhir pada 2011. 

_____________________________________________________PARIWARA

Cucu Ulama Terpandang

Imdaad Hamid lahir di Tenggarong, Daerah Tingkat II Kutai, pada 5 Juli 1944. Ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya bernama Kadir Hamid. Ibunya bernama Mariam, putri KH Ahmad Muksin. Adapun KH Ahmad Muksin, adalah ulama terpandang di Kota Raja. KH Ahmad Muksin sudah mendalami ilmu agama sejak Kutai masih berbentuk kesultanan hingga kemerdekaan Indonesia. Namanya kini telah diabadikan di sebuah jalan protokol di tepi Sungai Mahakam di Tenggarong. 

“Benar, almarhum (Imdaad Hamid) adalah cucu dari KH Ahmad Muksin dari jalur ibunya,” tutur Syarifah Uzaiman Alida Hanum, adik ipar Imdaad Hamid, ketika ditemui kaltimkece.id di Tenggarong. 

Alida Hanum yang kini berusia 70 tahun melanjutkan, masa kecil dan remaja Imdaad Hamid dihabiskan di Tenggarong. Imdaad meneruskan pendidikan di Fakultas Ekonomi, Universitas Mulawarman. Kampusnya masih di Jalan Flores, Samarinda. Pada waktu kuliah itulah, Imdaad bertemu seorang perempuan bernama Aji Syarifah Fauzan Azimah Hanum. Azimah waktu itu juga sekolah di Samarinda. Mereka pun menikah dan dikaruniai empat anak.  

Semasa kuliah, Imdaad aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI. Menurut testimoninya dalam Awang Faroek Ishak di Mata Sahabat (2008), Imdaad mengaku bersahabat dekat dengan Awang Faroek. Waktu itu, Awang Faroek sempat kuliah sebentar di Unmul sebelum pindah ke IKIP Malang. Keduanya juga sama-sama aktivis GMNI (hlm 647)

Imdaad Hamid sudah menjadi abdi negara ketika meraih gelar sarjana ekonomi pada 1976. Ia adalah pegawai Bagian Tata Usaha, Kantor Gubernur Kaltim, sebelum dipercaya sebagai kepala Biro Sekretariat di Bappeda Kaltim. Pada 1986, Imdaad menjabat kepala Biro Humas Provinsi Kaltim selama lima tahun pada era Gubernur Soewandi.

Wartawan senior di Kaltim, Intoniswan, menceritakan bahwa ia berkenalan dengan Imdaad Hamid pada 1991. Intoniswan yang waktu itu bertugas untuk Surat Kabar Harian ManuntunG mewawancarai Imdaad selaku juru bicara gubernur. Ia mengonfirmasi bantuan tunai sebesar Rp 5 juta per desa yang diterima langsung oleh kepala desa. 

“Berita itu bikin heboh. Pak Imdaad membenarkan bahwa sejumlah oknum kepala desa memakai bantuan itu untuk membeli minuman beralkohol,” tulis Intoniswan dalam memoarnya yang dikirimkan kepada kaltimkece.id.

“Imdaad adalah birokrat yang sangat menguasai tanggung jawabnya. Ia seorang juru bicara yang andal,” sambung ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim tersebut. 

Pada masa pemerintahan Gubernur Muhammad Ardans, Imdaad dipercaya sebagai sekretaris Daerah Kotamadya Balikpapan. Ia bertugas selama tujuh tahun, dari 1991 sampai 1998. Selanjutnya, pada era Gubernur Suwarna Abdul Fatah, Imdaad menduduki jabatan asisten IV Sekda Kaltim sebelum terpilih sebagai wali kota Balikpapan. 

Menjaga Kota dari Tambang

Balikpapan di bawah kepemimpinan Imdaad Hamid bergerak menuju kota yang berorientasi lingkungan. Balikpapan menjadi satu dari antara sedikit daerah di Kaltim yang tidak menjalankan praktik obral izin kuasa pertambangan batu bara. Praktik obral izin itu nyatanya lumrah di Kaltim tak lama setelah Era Reformasi. 

Tidak dengan Balikpapan. Imdaad bersetia dengan kebijakan pendahulunya, Tjutjup Suparna. Tidak selembar pun izin pertambangan batu bara yang ia terbitkan. Kelak, suksesor Imdaad yaitu Rizal Effendi, menetapkan Balikpapan sebagai kota bebas tambang lewat peraturan wali kota pada 2013. 

Balikpapan sebagai kota Beriman; bersih, rapi, indah, aman, dan nyaman, nampak nyata pada era Imdaad Hamid. Kota Minyak berkali-kali menyabet penghargaan adipura hingga adipura kencana sepanjang 2001 hingga 2011. Imdaad juga dikenal sebagai kepala daerah yang pro-lingkungan. Ia berjasa atas berdirinya Kebun Raya Balikpapan, enklosure beruang madu di Kilometer 23, hingga sekolah mangrove. 

Imdaad dianugerahi kalpataru pada 2009. Penghargaan tertinggi bagi perorangan di bidang lingkungan itu diraih atas berbagai upaya Imdaad. Di antara upaya itu adalah penyelamatan satwa langka dan hutan lindung Sungai Wain seluas 9.782 hektare dan pelestarian DAS Manggar 4.994 hektare untuk air bersih kota. Ada pula pembangunan 20 lokasi hutan kota seluas 7.612 hektare serta rehabilitasi 600 hektare lahan kritis. 

Konsep Kota Beriman kemudian diperbarui Imdaad Hamid pada pengujung masa jabatannya. Ia mengajukan gagasan Kota Madinatul Iman, sebuah konsep yang mengundang banyak tanya pada awalnya. Imdaad menegaskan bahwa konsep itu tidak membawa Balikpapan sebagai kota agamais yang cenderung kepada satu agama. Madinatul Iman adalah kota yang didorong dengan semangat keyakinan, keimanan, untuk menjadi lebih baik, maju dengan tetap bermartabat. 

_____________________________________________________INFOGRAFIK



Rizal Effendi, wali kota Balikpapan 2011-2021, yang menjadi wawali pada periode kedua Imdaad Hamid, menulis obituari Imdaad Hamid. Menurut Rizal, Imdaad adalah wali kota yang menggemari olahraga tenis. Imdaad adalah penggagas sekaligus mengawali pembangunan Stadion Batakan. Rizal mengusulkan agar stadion tenis dan stadion sepak bola di Batakan memakai nama Imdaad Hamid.

“Saya tidak pernah kesulitan bekerja sama dengan beliau (Imdaad). Nyaman sekali dalam menjalankan tugas,” tulis Rizal Effendi. 

Imdaad Hamid purnatugas sebagai wali kota pada 2011. Dua tahun kemudian, ia turut dalam kontestasi Pemilihan Gubernur Kaltim 2013 bersama Ipong Muchlissoni. Pasangan ini maju menaiki perahu nonpartai akan tetapi harus mengakui keunggulan Awang Faroek Ishak-Mukmin Faisyal. Kedua nama itu tentu saja punya arti bagi Imdaad. Awang Faroek adalah sahabatnya saat kuliah, Mukmin pernah bersama-sama dengannya memimpin Balikpapan.  

Jawaban Berbentuk Pertanyaan 

“Kalau Anda yang jadi wali kota, apa yang Anda lakukan?” Jawaban berbentuk pertanyaan seperti itu lumrah disampaikan Imdaad Hamid ketika menghadapi para pewarta. Biasanya, teknik seperti ini ia pakai ketika wartawan mengajukan pertanyaan yang pelik saat wawancara cegat. Contoh kecilnya seperti ini.

"Bagaimana kebijakan Wali Kota mengenai pengembang perumahan yang menyebabkan banjir?" Wartawan bertanya.

“Kalau Anda yang jadi wali kota, apa yang Anda lakukan?” Imdaad Hamid menjawab.  

Para juru warta yang biasa mangkal di Balaikota sudah terbiasa dengan jawaban itu. Mereka tak akan kurang akal sehingga membalas, “Sayangnya, yang menjadi Wali Kota sekarang adalah Anda, bukan kami.”

Ketika berbincang dengan jurnalis kaltimkece.id di kediamannya di Jalan Bhayangkara, Balikpapan, pada 2016, Imdaad tersenyum tatkala teknik itu dibahas. Menurutnya, jawaban seperti itu sudah ia gunakan sejak menjadi kepala Biro Humas Provinsi Kaltim. 

“Sebenarnya, balik bertanya itu adalah sebuah trik supaya saya punya waktu untuk memikirkan jawaban yang pas,” tuturnya. “Tapi cara seperti itu memang tak bisa digunakan berkali-kali. Makanya, saya gunakan pada saat ada pertanyaan sulit saja.”

Dalam kunjungan tersebut, Imdaad sempat menceritakan penyakit yang dideritanya. Ia mengeluhkan syaraf tulang belakangnya yang terjepit. Sempat ditawari untuk operasi di Singapura, Imdaad mengurungkan tawaran tersebut. Katanya, risikonya besar. 

“Yang menyusahkan adalah parkinson. Tangan saya sukar dikendalikan,” lanjutnya. Yang paling menjengkelkan bagi Imdaad adalah ketika ia mengancing pakaian. Bisa tiga jam ia habiskan untuk pekerjaan sederhana itu bila tidak dibantu orang lain. “Namanya juga sudah tua,” kata Imdaad setengah bercanda. 

Imdaad Hamid wafat di Jakarta pada Rabu, 3 Agustus 2022, dalam usia 78 tahun. Seorang dari antara putra terbaik Balikpapan dan Kaltim itu memang telah berpulang. Akan tetapi, namanya tetap harum dan tersimpan dengan baik di hati segenap masyarakat Kota Madinatul Iman. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar