Wawancara

Siapa Dr Novita Ikasari (Bagian-2)? Kulkas Raksasa, Nelayan Sejahtera, Jomblo Pun Tiada

person access_time 4 years ago
Siapa Dr Novita Ikasari (Bagian-2)? Kulkas Raksasa, Nelayan Sejahtera, Jomblo Pun Tiada

Dr Novita Ikasari (kaltimkece.id)

Namanya harum di Talisayan. Mampu mengangkat taraf hidup nelayan.

Ditulis Oleh: Fel GM
Jum'at, 08 November 2019

kaltimkece.id Dr Novita Ikasari bersama suaminya, Habib Umar Al Jufri, telah menjadi pengusaha walet ternama di Kaltim. Pasangan suami istri ini seringkali menghabiskan akhir pekan bersama. Bersama keluarga besar, mereka sangat suka memancing. Itu sebabnya, suatu waktu, rombongan famili terpandang di Berau ini memilih pergi ke Talisayan. Kecamatan di pesisir Berau yang terkenal kaya dengan ikan.

Keluarga Bunda Vita, panggilan Novita, pertama kali memancing di Talisyan pada 2004. Lima belas tahun lalu, mencapai Talisayan dari ibu kota Berau, Tanjung Redeb, bukan perkara mudah. Jalan darat sekitar 60 kilometer banyak yang rusak. Keinginan memancing mengalahkan segalanya. Mereka melalui jalur yang sangat tidak nyaman itu.

Baca juga artikel sebelumnya dari laporan ini:
 

Setiba di Talisayan, mereka naik kapal menuju titik memancing. Mata kail pun dilempar. Seperti biasa, selepas memancing, Bunda Vita mengelilingi kecamatan. Dia mengasah intuisi bisnis yang selalu bergerak saban kali mendatangi suatu tempat.

Talisayan jelas adalah kampung nelayan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah dari hasil laut. Potensi perikanan di kecamatan ini, menurut Bunda Vita, amatlah besar. Namun, ada masalah yang dihadapi nelayan. Mereka kesulitan mengawetkan ikan untuk dibawa ke darat. Nelayan pun tidak bisa jauh-jauh melaut. Tangkapan bisa membusuk sebelum mencapai daratan.

Dari menemui beberapa nelayan setempat, Bunda Vita mendapati jalan keluar. Es batu. Tanpa lama-lama berpikir, ia pun membangun pabrik es. Awalnya satu, kemudian beranak-pinak di setiap sudut Talisayan.

Sepuluh tahun kemudian, pada 2014, kehadiran pabrik-pabrik es di Talisayan membuat produksi ikan berlimpah. Masalah baru muncul. Mau dijual ke mana tangkapan yang berlimpah itu? Pasokan ikan dari Talisayan telah memenuhi pasar lokal. Paling jauh ke ibu kota Berau, Tanjung Redeb.

Bunda Vita yang makin rekat dengan para nelayan ikut mencari jalan keluar. Menurutnya, terlampau sayang potensi perikanan laut di Talisayan andaikata tidak dimanfaatkan. Maka itu, lewat kenalan bisnisnya, Bunda Vita menyiapkan rencana besar. Ia dan sejumlah investor menyiapkan pembangunan Talisayan Cold Storage.

Cold storage adalah ruang pendingin seperti kulkas raksasa. Fungsi perkakas ini membekukan produk ikan. Saking besarnya, kulkas ini menyerupai sebuah rumah atau gudang. Cold storage harus dirancang khusus dengan kondisi suhu tertentu sesuai produk yang ingin dibekukan. Bisa ikan, bisa buah-buahan. Jika ikan berhasil dibekukan, kesegarannya akan bertahan. Artinya, bisa dibawa dan dijual ke tempat jauh sekalipun. Di sinilah peluang ekspor akan terbuka.

Cold storage yang dibangun Bunda Vita dan kolega berkapasitas 5 ton ikan. Fasilitas ini selesai dibangun dan diresmikan Bupati Berau pada 2019. Sejak beroperasi, 250 nelayan Talisayan aktif memasok ikan. Paling banyak adalah kakap putih.

“Ikan-ikan dari nelayan Talisayan diekspor ke Jepang, Thailand, dan Singapura. Sebanyak 5 ton setiap bulan,” jelasnya.

Nelayan menerima banyak manfaat. Perusahaan mengajak mereka bekerja sama. Caranya, harga beli ikan dari nelayan dibuat flat, stabil. Ada kontrak khusus antara perusahaan dan nelayan. Hal ini membuat nelayan mendapat kepastian pendapatan baik di musim panen maupun paceklik. Penghasilan mereka pun kian meningkat karena harga ikan ekspor lebih tinggi dibanding pasar lokal. Harga ikan ekspor rata-rata Rp 50 ribu per kilogram.

Perekonomian Talisayan makin bergerak. Dalam sebulan, miliaran rupiah uang yang beredar di kecamatan tersebut.

“Inilah yang ingin saya kembangkan di pesisir Kukar. Saya juga melihat potensi besar mulai Samboja hingga Marangkayu. Kami hendak membangun cold storage lalu membuat kerja sama dengan nelayan. Jika di Talisayan berhasil, di Kukar pasti bisa,” sambungnya.

Yang menarik, kata Bunda Vita, pendapatan nelayan yang meningkat di Talisayan membawa banyak berkah. Salah satunya, makin banyak pemuda-pemuda Talisayan yang segera menikah. Tiada lagi alasan kesulitan ekonomi untuk mempersunting gadis pujaan hati. Bunda Vita bahkan beberapa kali diundang secara khusus oleh para nelayan yang menikahkan anak mereka. Ia ikut merasakan kebahagiaan melihat sukacita para mempelai.

“Masih muda, pekerjaan tersedia, dan penghasilan cukup. Saya sering mendorong mereka (pemuda-pemuda) untuk segera menikah,” tutur Bunda Vita. Menurutnya, dengan berkeluarga, para pemuda bisa lebih fokus bekerja. Juga terhindar dari beragam hal negatif.

“Tapi saran ini hanya untuk yang belum menikah, lho. Bukan untuk bapak-bapak yang sudah beristri,” sambung Bunda Vita lalu tertawa dan memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Insting bisnis Bunda Vita makin terasah di Talisayan. Ia seringkali mengajak para investor pembangunan cold storage memancing di kawasan itu. Timbul ide baru. Posisi Talisayan rupanya sangat strategis. Jarak ke Kepulauan Derawan tidak jauh. Begitu pula ke kawasan wisata Biduk-Biduk. Mengapa tidak menyediakan jasa kapal wisata?

Bersama investor tadi, Bunda Vita memesan sejumlah yacht, sejenis kapal pesiar, dari Jakarta. Kapal-kapal ini disewakan kepada turis yang ingin berkunjung ke Kepulauan Derawan seperti Maratua, Sangalaki, dan Kakaban. Hanya perlu dua jam bertolak dari Talisayan untuk mencapai pulau-pulau tersebut.

Bisnis lain turut dikembangkan. Bunda Vita terjun ke bisnis minyak. Ia membangun sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum di Berau. Paling baru adalah di Kecamatan Batu Putih --kecamatan di antara Talisayan dan Biduk-Biduk. Bunda Vita juga sedang mengembangkan kebun durian. Kebun ini bukan untuk mencari keuntungan. Buah-buahan di situ dikhususkan bagi masyarakat sekitar dan karyawan-karyawannya, termasuk dari pegawai perusahaan sarang burung walet. 

“Ada sebuah pandangan di antara pengusaha sarang burung walet. Rezeki dari burung walet sejatinya berasal dari Allah SWT. Rezeki ini bukan untuk diri sendiri,” jelasnya.

Yayasan Amal hingga Politik

Percaya atau tidak, sambung Bunda Vita, penghasilan dari sarang burung walet akan berlipat-lipat jika yang menerima rezeki rajin berbagi. Bunda Vita lantas mendirikan sebuah yayasan amal. Peace and Love Indonesia, namanya. 

Yayasan ini dibangun bersama komunitas sosialita Jakarta. Sebagai pengusaha, Bunda Vita tak membantah jika ia kerap masuk komunitas perempuan elite tersebut. Mereka sering arisan. Dari sinilah tercetus rencana mendirikan yayasan amal. Peace and Love Indonesia berdiri pada 2011 dan sekarang telah memiliki 300 anggota. Bunda Vita adalah ketua umumnya. Sepanjang delapan tahun, tak kurang satu juta anak yatim di seluruh Indonesia yang telah dibantu. Yayasan ini membuka cabang di Kaltim pada 2019.

Sukses di dunia usaha, Bunda Vita berusaha terjun ke politik. Menurutnya, politik adalah jalan yang juga efektif untuk membantu sesama. Pada 2018, Bunda Vita maju sebagai calon legislatif untuk DPR RI dari Partai Demokrat. Ia belum terpilih saat itu.

“Banyak yang menilai, jika pengusaha terjun ke dunia politik, pasti ada motif uang dan kekuasaan. Bagi saya, tidak seperti itu. Justru saya terjun ke politik demi membantu sesama dan menyejahterakan orang lain,” jelasnya.

Disinggung pendapatannya sebagai pengusaha, Bunda Vita mengatakan, tidak baik jika ia menyebutkan. Ia tidak ingin terlihat sebagai orang yang memamerkan keberadaan.

“Pendapatan sebagai pengusaha tentu mencukupi. Bahkan bisa lebih besar dari gaji bupati. Setidaknya, saya bersama teman-teman mampu menyantuni 1 juta anak yatim di seluruh Indonesia. Jika saya mengejar rupiah saja, tentu tidak perlu menjadi bupati. Tetapi saya ‘kan ingin mewakafkan hidup saya untuk pengabdian dan membantu sesama. Jika itu dianggap keliru, saya memohon maaf,” tuturnya.

Lalu, bagaimana dengan Rp 100 miliar yang pernah ia sebut sebagai biaya untuk maju di Pilkada Kukar? Apakah itu bukan sebuah ambisi untuk meraih jabatan tersebut?

“Sepertinya ada sedikit kesalahpahaman. Saya menyebut Rp 100 miliar itu, bukan jumlah uang yang saya siapkan,” jelasnya.

Baca juga:
 

Angka Rp 100 miliar disebut Bunda Vita muncul dari perhitungan berdasarkan survei Eskom Kreatif. Popularitasnya di Kukar masih di angka 20,6 persen. Ia memerlukan berbagai sosialisasi dan komunikasi untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas. Dari situlah, tim menghitung keperluan biaya. Angka ideal sebesar Rp 100 miliar. Seluruhnya murni biaya operasional, bukan buat politik transaksional.

Jumlah ini diakui sangat besar karena wilayah Kukar yang begitu luas. Untuk ke pelosok desa di 18 kecamatan, biaya operasional tidak sedikit. Sebagai contoh, kata dia, dari Tenggarong menuju Kecamatan Tabang, memakan waktu 10 jam perjalanan darat. Bunda Vita sekali lagi menjelaskan, Rp 100 miliar hanyalah angka ideal. Dalam politik, sesuatu yang ideal apalagi mengenai anggaran, sukar dijadikan kenyataan.

Ngomong-ngomong, apakah seorang Novita Ikasari benar-benar memiliki Rp 100 miliar untuk menutupi angka ideal tadi?

Bunda Vita hanya tersenyum menjawab pertanyaan penutup kaltimkece.id. “Kalau saya jawab, nanti diributin lagi,” tutupnya. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar