Pariwara DPRD Kukar

Hadiri Belimbur, Abdul Rasid Apresiasi Pelestarian Adat Kutai

person access_time 4 years ago
Hadiri Belimbur, Abdul Rasid Apresiasi Pelestarian Adat Kutai

Ketua DPRD Kukar sementara Abdul Rasid saat menghadiri belimbur, Minggu, 15 September 2019. (Humas DPRD Kukar)

Belimbur memiliki makna menyucikan diri dari pikiran kotor dan sifat jahat. Jangan dicoreng dengan perbuatan-perbuatan tak bertanggung jawab. 

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Selasa, 17 September 2019

kaltimkece.id Belimbur dalam prosesi Erau menjadi yang selalu ditunggu-tunggu Kutai Kartanegara (Kukar). Begitu pula dengan Ketua sementara DPRD Kukar Abdul Rasid. Pada Minggu, 15 September 2019 lalu, dia terlihat di antara ribuan warga yang hadir di halaman Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura --sekarang Museum Mulawarman--.

Rasid terlihat bersama warga sebagai bentuk suka cita atas terlaksananya Erau. Bahkan bajunya ikutan basah kala mengikuti prosesi siram-siraman tersebut. Dia menuturkan, budaya seperti itu mesti dilestarikan. Tentu dengan mengikuti norma-norma. Di antaranya belimbur mesti menggunakan air bersih. “Saat menyiram orang lain sewajarnya saja, agar tak menimbulkan luka fisik maupun batin,” ujarnya. Dia mengatakan, jangan sampai hal-hal seperti itu mengurangi makna yang terkandung dalam belimbur, yakni menyucikan diri.

Dalam wawancara kepada kaltimkece.id, dia mengapresiasi kerja sama Pemerintah Kabupaten Kukar dengan kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Atas komitmen keduanya, adat-istiadat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura terjaga dan terpelihara. “Upacara Adat Erau telah menjadi warisan budaya Indonesia dari Kaltim, maka menjaga dan memeliharanya adalah tanggung jawab semua pihak,” tuturnya.

Namun begitu, secara pribadi dia menyayangkan ada sekelompok pemuda yang belum memahami sepenuhnya makna belimbur dalam Erau. Mestinya tak terjadi kericuhan dalam prosesi belimbur. Apalagi salah satu makna belimbur adalah menyucikan dari pikiran kotor dan sifat jahat dala diri seseorang. “Saya yakin itu hanya bagian kecil, dibanding kelompok yang mengerti makna yang terkandung dalam belimbur,” jelasnya.

Dia berharap, masyarakat Kukar menjadi contoh dan panutan dalam prosesi belimbur. Dalam aturannya, saat belimbur semua orang bebas saling siram air. Dan orang yang disiram tak boleh marah. “Tapi saya ingatkan, sebaiknya prosesi belimbur mesti sesuai dengan adabnya,” ujarnya.

Belimbur yang didahului prosesi mengulur naga telah menjadi ikon dari upacara Erau Adat Kutai. Sudah dikenal luas, tak hanya di Kaltim. Apalagi Erau Adat Kutai telah menjadi festival budaya terpopuler di tanah air pada Anugerah Pesona Indonesia 2016 lalu. (*)

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar