Pariwara Mahakam Ulu

Berbahayanya Racun Rumput Kimia bagi Mahulu, Wabup Ingatkan Kembali ke Pertanian Organik

person access_time 3 years ago
Berbahayanya Racun Rumput Kimia bagi Mahulu, Wabup Ingatkan Kembali ke Pertanian Organik

Yohanes Avun saat Lokakarya Percepatan Pembangunan Pertanian Dalam Arti Luas di Mahulu. (nalendro priambodo/kaltimkece.id)

Racun rumput rentan mengalir ke sungai dan bisa mencemari sumber air masyarakat serta ekosistem ikan.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Selasa, 01 Juni 2021

kaltimkece.id Wakil Bupati Mahakam Ulu, Yohanes Avun, mengingatkan petani agar tidak lagi menggunakan racun rumput kimia dalam pertanian dan perladangan. Menurutnya penggunaan bahan kimia ini sangat berbahaya bagi keberlanjutan ekosistem di Mahulu.

Mengingat secara geografis ladang padi di Mahulu berada di lereng bukit dengan kemiringan sampai 45 derajat yang dikelilingi banyak sungai kecil yang bermuara ke Sungai Mahakam.

“Di ladang kita semprot, 2-3 jam kemudian semisal hujan, racun rumput itu mengalir ke sungai. Airnya kita minum dan dimakan ikan di sungai,” pesan Yohanes Avun dalam Lokakarya Percepatan Pembangunan Pertanian Dalam Arti Luas di Mahulu.

Acara yang dihadiri beberapa OPD teknis. Termasuk camat dan petinggi kampung. Berlangsung di Balai Adat Kampung Ujoh Bilang, pekan lalu.

Pernyataan Avun beralasan. Sebab, mayoritas warga Mahulu sangat menggantungkan sumber air dari sungai kecil, air tanah, dan sungai Mahakam. Begitu pula banyak warga mendapat sumber protein hewani dari hasil tangkapan ikan yang hidup di sungai setempat.

Karena itu Avun kembali mengingatkan petani mengendalikan rumput dengan kearifan lokal. Salah satunya dengan cara manual menggunakan lingga. Hal ini diyakini sedikit mengail perputaran uang dan menambah sumber pendapatan bagi buruh tani. “Biar ada upah merumput,” ujarnya.

Selain itu, Wabup yang juga berladang padi gunung seperti kebanyakan warga di Mahulu mengajak petani kembali berladang dengan cara organik. Praktik yang sudah diajarkan turun temurun oleh nenek moyang.

“Jadi kita jangan terpengaruh racun rumput, tapi pikirkan efek jangka panjang biar beras kita organik,” pesannya.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Prof Rusdiansyah, memiliki pandangan serupa. Menurutnya, penggunaan herbisida kimiawi berlebihan dalam jangka panjang berefek negatif pada kerusakan ekosistem.

Pertama, menurunnya tingkat kesuburan tanah. Hal ini dipicu dari cacing tanah yang mampu membuat gembur tanah akan berusaha menghindari bagian tanah yang terkena pestisida dan herbisida. Akibatnya, tanah yang kurang subur membutuhkan penambahan pupuk yang berpotensi membuat tanah semakin asam sehingga menyulitkan akar menyerap unsur hara.

Selanjutnya, penggunaan herbisida dan pestisida kimiawi berlebihan akan meracuni fauna kecil dalam rantai makanan. Selain kerusakan rantai makanan, penggunaan zat kimia ini membuat hama dan gulma semakin kebal. Sebab, mereka mampu beradaptasi dengan polutan. Ketidakseimbangan ini berpotensi membuat ledakan populasi gulma maupun hama yang mendorong petani menggunakan tambahan bahan kimia yang lebih banyak dan berpotensi merusak tanah.

“Jangan pakai herbisida kimiawi karena merusak tanah. 75 persen sawah di dunia rusak karena herbisida kimiawi,” tutup Prof Rusdiansyah yang hari itu didaulat sebagai salah satu pembicara pada lokakarya itu. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar