Pariwara Mahakam Ulu

Bermula Dari Pasar Ujoh Bilang, Tercipta Peluang dan Tantangan Petani Lokal Kembangkan Kemandirian Pangan

person access_time 2 years ago
Bermula Dari Pasar Ujoh Bilang, Tercipta Peluang dan Tantangan Petani Lokal Kembangkan Kemandirian Pangan

Wakil Bupati Mahulu, Yohanes Avun ketika meresmikan pasar Ujoh Bilang Rabu, 8 September 2021. Istimewa.

Peluang dan tantangan mewujudkan ketahanan pangan berbasis komoditas lokal harus dijawab bersama petani dan pemerintah.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Jum'at, 10 September 2021

kaltimkece.id Kehadiran Pasar Induk Ujoh Bilang diyakini meningkatkan sumber ekonomi kerakyatan. Sebab, para petani, peternak maupun nelayan lokal bisa menjual langsung komoditasnya kepada konsumen. Karena itu, Wakil Bupati Mahakam Ulu (Mahulu) Yohanes Avun menitipkan pesan agar petani bisa menangkap dan menjawab sejumlah peluang serta tantangan demi menyukseskan ketahanan dan kemandirian pangan di Mahulu. 

Peluang pertama muncul setelah ada komitmen Pemerintah Kampung Ujoh Bilang untuk memfasilitasi petani lokal membuka pasar tani dua kali seminggu di pasar Ujoh Bilang. 

Ketika media pemasaran sudah tersedia, peluang dan tantangan selanjutnya menanti. Yakni memastikan konsistensi, keragaman dan kuantitas pelbagai protein nabati dan hewani yang diproduksi skala luas di Mahulu. 

“Harapan kita petani, peternak dan nelayan bisa memproduksi tanaman sayuran lebih banyak, tidak hanya menangkap ikan di sungai tapi mulai juga beternak kolam ikan. Artinya ada peluang yang terlihat untuk memenuhi konsumsi masyarakat banyak,” ujar Wabup Avun usai peresmian Pasar Ujoh Bilang, Rabu, 8 September 2021. 

Pernyataan wabup cukup beralasan. Mengingat mayoritas sumber pangan pokok di Mahulu dibanjiri produk luar daerah. Di lapangan, hampir setiap hari, kapal dagang maupun kapal cepat mengangkut beras, sayur mayur, daging sampai bumbu dapur dari luar Mahulu. Jumlahnya konsisten dan beragam. 

Di sisi lain, kebanyakan petani dan nelayan Mahulu masih sangat bergantung pada hasil tangkapan di hutan dan sungai dengan jumlah yang belum konsisten. Kebanyakan sayur mayur ditanam dengan skala kecil dan dipasarkan terbatas dari pintu ke pintu. 

Begitu pula, sumber daging masih mengandalkan hasil tangkapan di sungai dan buruan di hutan. Jumlahnya kadang terbatas dan sangat bergantung dari musim panen. 

Urai Persoalan Hulu ke Hilir

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Mahulu, Saripuddin mengakui memang ada tantangan dan peluang yang harus dijawab bersama petani lokal dan jajaran yang ia pimpin. Hal itu disebabkan beragam faktor. 

Di hulu, urai Saripuddin, sayuran yang diproduksi petani lokal masih kurang bersaing dengan sayuran yang diproduksi petani luar Mahulu. Faktornya, beragam. Pertama, para tengkulak sayur masih lebih menyukai sayuran asal petani luar Mahulu karena harganya lebih murah, suplainya konsisten dan beragam. 

Dalam beberapa contoh yang ia temui, beberapa tengkulak dan pedagang eceran sayur di Mahulu kadang enggan membeli sayur petani lokal karena berlubang dimakan ulat. Tengkulak dan sebagian konsumen lebih menyenangi sayuran yang mulus, beragam dan konsisten jumlahnya. 

“Sayur mulus belum tentu organik. Sayuran petani Mahulu, banyak yang berlubang dimakan ulat menandakan itu sayuran organik. Yang tidak digigit ulat belum tentu organik,” ungkapnya. 

Faktor kedua yang membuat sayuran asal petani Mahulu kurang bersaing di pasar tradisional karena persoalan harga. Para tengkulak belum mau membeli karena harga dasanya cendrung lebih mahal dibandingkan sayur serupa dari luar Mahulu. Ujung-ujungnya margin keuntungan bagi tengkulak lebih tipis. 

Biaya produksi tinggi ini diakibatkan mahalnya ongkos produksi dan mengangkut sayur dari kampung ke pasar setempat. Sebagai perbandingan sayur mayur dan daging asal Mahulu diambil dari kebun atau hutan yang relatif membutuhkan tenaga dan biaya ekstra. Sebab berada jauh dari permukiman dengan akses jalan yang membutuhkan biaya angkut dan jual tambahan. 

Berbeda sambung Saripuddin di bandingkan hasil sayur dan daging di Kutai Barat. Akses dari kebun dan kolam ikan sudah sudah terhubung jalur aspal. Suplai yang banyak dan konsisten membuat harganya relatif lebih terjangkau dan diminati pasar. 

Sebagai informasi, mayoritas sentra pertanian sayur di Mahulu berasal di kampung yang di luar pusat ibu kota di Ujoh Bilang. Di antaranya ; Kampung Batu Majang, Long Melaham, Lutan, Rukun Damai, Batoq Kelo, Mamahaq Teboq dan Datah Bilang. “Biaya produksi yang mahal membuat pedagang menggendong sendiri sayurannya keliling kampung,” ujarnya. 

DKPP sambung Saripuddin mengaku tak bisa berbuat banyak mengintervensi pasar dan tengkulak tersebut. Sebagai gantinya, mereka menggalakkan program Pasar Tani. Setiap minggu, para petani lokal dikumpulkan dalam deretan stan. Mereka bisa menjual hasil kebunnya langsung ke konsumen tanpa perantara. 

Dengan cara ini, diharapkan petani lokal semakin bersemangat meningkatkan produksi dan mampu bersaing dengan sayuran dari luar Mahulu. Senapas dengan semangat ketahanan dan kemandirian pangan yang giat digelorakan kepala daerah di Mahulu. Upaya penyuluhan pun diintensifkan. 

“Dulu petani kita jemput dan diantar ke pasar tani. Sekarang para petani harus mandiri. Guru-guru petani di Mahulu kan ada yang sudah berhasil menanam. Sebaiknya contoh yang baik ini bisa ditiru,” tutup Saripuddin. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar