Pariwara Mahakam Ulu

Sudah 82 Persen Kampung di Mahulu Usulkan Calon Lahan Pertanian Menetap dan Modern

person access_time 3 years ago
Sudah 82 Persen Kampung di Mahulu Usulkan Calon Lahan Pertanian Menetap dan Modern

Wakil Bupati Mahulu Yohanes Avun (kanan) saat turun berladang. (muhibar sobary/kaltimkece.id)

Mayoritas lahan pertanian yang disiapkan adalah tanah marginal dan butuh penanganan khusus.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Selasa, 11 Mei 2021

 

kaltimkece.id Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Mahulu mempresentasikan kesiapan penyediaan 10 hektare lahan di tiap kampung. Tanah seluas 500 hektare yang tersebar di 50 kampung itu nantinya disiapkan untuk ladang pertanian menetap, modern berwawasan lingkungan. Lewat program ini, kabupaten termuda di Bumi Etam berjuluk Urip Kerimaan ini bertekad meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan di daerahnya.

Survei berlangsung sejak 28 Maret 2021. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK), petinggi dan tokoh masyarakat turut serta meninjau lokasi. Metode yang digunakan adalah pengambilan titik koordinat dan pengumpulan data spasial di lapangan.

"Jumlah terklarifikasi dari 50 kampung, 41 kampung sudah terdaftar. Sudah ada titik koordinat, jarak tempuh dari perkampungan yang nantinya bisa dibangun jalan usaha tani," beber Saripudin dalam rapat hasil survei ladang menetap 10 hektare per kampung yang digelar di Ruang Rapat Bappelitbangda Mahulu, Senin 10 Mei 2021. Artinya, 82 persen kampung di Mahulu telah mengusulkan calon lahan untuk pertanian menetap dan modern.

Lahan itu tersebar di lima kecamatan. Di Kecamatan Long Apari yang memiliki 10 kampung, delapan kampung telah diklarifikasi potensi ladang pertanian menetapnya seluas 140.9 hektare. Sementara, dua sisanya, yakni Kampung Naha Silat masih bermasalah dengan tapal batas dan Naha Tifab belum memiliki lahan.

Bergeser ke Kecamatan Long Pahangai. Seluruh kampung berjumlah 13 sudah kelar diverifikasi dengan total 162.4 hektare calon ladang menetap disiapkan. Sementara itu, di Kecamatan Long Bagun 8 dari 11 kampung sudah disurvei potensi lahan menetapnya seluas 103.9 hektare. Sisa tiga kampung yang datanya belum lengkap. Yakni, Kampung Rukun Damai dan Long Merah yang datanya belum dikalkulasi. Ditambah Kampung Mamahaq Ulu yang belum memiliki lahan.

Sementara di Kecamatan Laham, terdata seluruh kampung berjumlah 5 sudah diklarifikasi. Total lahan yang diusulkan seluas 69.4 hektare. Terakhir di Kecamatan Long Hubung. 7 dari 11 kampung sudah teridentifikasi calon lahannya seluas 100.1 hektare. Sementara empat kampung sisanya yakni Datah Bilang Baru, Ulu, Lutan dan Tri Pariq Makmur diketahui belum memiliki lahan. 

Selain luasan lahan, Saripudin menyampaikan mayoritas lahan pertanian yang disiapkan adalah tanah marginal dan butuh penanganan khusus. Begitu pula rata-rata kemiringan lahan berkisar 5-45 derajat. Dari aspek kelayakan memungkinkan namun perlu disiapkan model terasering. “Rata-rata dekat sumber daya air. Kalau kemarau bisa dilakukan penyedotan air untuk penyiraman,” ujar Saripuddin.

Meskipun sudah mulai pendataan, Saripudin berharap ada arahan langsung dari Bupati terkait status lahan. Sebab, hanya calon ladang yang berada di kawasan area penggunaan lain (APL) lah yang bisa dilanjutkan untuk dibangun lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Dari 41 calon ladang baru 23 yang masuk APL. Sisanya, 4 lokasi masuk kawasan hutan lindung, 2 lokasi masuk kawasan hutan produksi terbatas, dan 10 lokasi masuk kawasan hutan produksi.

Bupati Mahulu, Bonifasius Belawan Geh menyadari hal ini. Ia memerintahkan jajarannya menindaklanjuti persoalan ini agar segera diatur tata ruang guna memudahkan membuat payung hukum. Bupati meminta OPD terkait seperti DPMK, DKPP dan Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengurus perizinan dan penanganan masalah.

“Jangan coba-coba menggarap lahan di luar areal penggunaannya,” tegas bupati. “Semisal ada kampung yang belum bisa membangun ladang tahun ini karena masalah status lahan tidak apa-apa. Yang penting tidak bermasalah hukum di kemudian hari,” sambungnya.

Di sisi lain sambung bupati, status lahan yang jelas akan mempermudah dasar hukum pembuatan kebijakan program ketahanan pangan ini. “Arahan kepada masyarakat dan petinggi, kalau ada belukar yang bagus bisa dimanfaatkan. Jangan buka hutan perawan,” tandasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar