Kesehatan

Balikpapan Tertinggi Campak dan Rubella, Terdepan ”Hentikan” Vaksinasi

person access_time 5 years ago
Balikpapan Tertinggi Campak dan Rubella, Terdepan ”Hentikan” Vaksinasi

Ilustrasi Balikpapan yang sempat menghentikan vaksinasi MR.

Fatwa MUI mengenai vaksin MR telah terbit. Masyarakat diminta tidak perlu mengkhawatirkan kehalalan vaksin. 

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Rabu, 22 Agustus 2018

kaltimkece.id Polemik boleh-tidaknya pemberian vaksin campak dan rubella atau Measles Rubella (MR) semestinya telah berakhir. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa mubah atau diperbolehkan. Melalui ketetapan itu, vaksinasi MR dapat berjalan kembali setelah sempat dihentikan sementara. 

Keberhasilan vaksinasi sangat penting bagi Kaltim. Campak dan rubella (campak Jerman) telah menyerang ratusan orang di Bumi Mulawarman. Menurut salinan Dinas Kesehatan Kaltim yang diterima kaltimkece.id, ditemukan 69 kasus campak sepanjang 2016 hingga Agustus 2018. Penderita positif campak terbesar didapati di Balikpapan. 

Adapun temuan campak Jerman atau rubella pada periode yang sama mencapai 155 orang. Pada 2016, positif rubella di Kaltim sebanyak 37 jiwa, 29 ditemukan di Balikpapan. Tahun berikutnya, pada 2017, sebanyak 148 orang dinyatakan positif, 127 di antaranya di Balikpapan. Sementara tahun ini, sampai Agustus 2018, ditemukan tujuh kasus rubella di Kaltim, tiga dari Balikpapan. Dalam tiga tahun terakhir, hampir 70 persen kasus rubella di Kaltim ditemukan di Kota Minyak. 

Keadaan itu sempat bertambah pelik karena munculnya keresahan terhadap vaksin MR yang mengandung babi. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi bahkan sempat menghentikan sementara pemberian vaksinasi di sekolah, pekan pertama Agustus 2018. Langkah itu merespons instruksi Kementerian Kesehatan dan MUI. Penghentian berjalan sampai ada kejelasan dari MUI. 

Balikpapan tercatat sebagai satu dari sedikit daerah di Kaltim yang dengan tegas menghentikan sementara vaksinasi MR di sekolah. Layanan vaksinasi di Kota Minyak pun hanya diberikan di puskesmas. Sikap sementara Balikpapan itu disampaikan secara resmi oleh pemkot, yakni, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kepada Dinas Kesehatan Kaltim. 

“Penghentian itu, menurut penjelasan mereka (Disdikbud Balikpapan), berasal dari keresahan masyarakat. Mereka menunda vaksinasi sampai ada kejelasan dari MUI,” jelas Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi, Dinas Kesehatan Kaltim, Muhammad Satta, kepada kaltimkece.id, Selasa, 21 Agustus 2018. Berbeda dengan daerah lain di Kaltim, Samarinda misalnya, penolakan hanya datang dari sejumlah sekolah yang berbasis agama. 

Setelah fatwa MUI terbit, Satta berharap, tak ada lagi polemik dan penolakan. Lagi pula, berkaca dari jumlah penderita campak dan rubella, Dinas Kesehatan menyatakan Kaltim sudah memasuki kategori berbahaya. Tanpa pencegahan melalui imunisasi, campak dan rubella bisa mewabah. Penularan kedua penyakit itu tak kenal ampun karena cukup melalui medium udara. 

Fatwa MUI

Pada Senin malam, 20 Agustus 2018, Komisi Fatwa MUI pusat mengeluarkan fatwa mubah atau diperbolehkannya vaksin MR untuk imunisasi. Fatwa itu telah diterima MUI Kaltim. Masyarakat diimbau tidak khawatir mengenai kehalalan vaksin MR. 

Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika, LPPOM, MUI Kaltim, Sumarsongko, menjelaskan isi fatwa tersebut menurut edaran MUI. Meskipun mengandung babi, vaksin MR boleh digunakan atas beberapa alasan. Pertama, kondisi keterpaksaan atau darurat syar’iyyah. Alasan kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal. Terakhir, keterangan dari ahli yang berkompeten tentang bahaya yang timbul jika tidak diimunisasi vaksin MR. Di luar ketiga alasan itu, MUI tetap mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi.

"Jadi jangan khawatir. Ambil contoh ketika kita makan di warung. Meskipun belum bersertifikat halal, kita makan di sana atas dasar keyakinan. Apalagi untuk vaksin, ini mencegah virus yang dampaknya luar biasa berbahaya jika tidak dipakai. Jadi tidak masalah, asal yakin," kata Sumarsongko kepada kaltimkece.id, Selasa, 21 Agustus 2018.

Namun demikian, Sumarsongko mengatakan, produsen vaksin wajib mengupayakan vaksin yang halal serta menyertifikasi halal produk vaksin. MUI juga mendorong pemerintah menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan. MUI menyarankan pemerintah berupaya maksimal. Melalui organisasi kesehatan dunia atau WHO dan negara berpenduduk muslim, Indonesia dapat memperjuangkan kepentingan umat Islam. Terutama dalam pemenuhan kebutuhan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

“Ketika ada vaksin serupa yang halal dan suci, hukum vaksin MR yang saat ini mubah atau diperbolehkan, kembali menjadi haram,” tutupnya.  

Sasaran vaksin MR yang menjadi bagian dari program nasional adalah anak usia sembilan bulan sampai 15 tahun. Vaksinasi pencegahan campak dan rubella dilaksanakan di sekolah. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan seperti posyandu dan puskesmas, dimulai pada September. Kaltim menargetkan, satu juta anak menerima vaksinasi. Setelah fase ini, vaksin MR masuk program rutin. Hanya anak-anak berusia 9 bulan yang menerima vaksin. 

Keberhasilan program vaksinasi, salah satunya, diukur dari persentase peserta terhadap jumlah penduduk di kelompok usia yang sama. Indonesia telah berkomitmen mencapai cakupan imunisasi campak 95 persen. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, cakupan pernah mencapai 99,3 persen pada 2012. Angka itu turun pada 2015 menjadi 92,3 persen (Situasi Imunisasi di Indonesia, 2016, hlm 6). 

Campak dan Rubella 

Rubeola (campak) dan rubella (campak Jerman) adalah penyakit yang mirip dalam nama, meskipun penyebabnya berbeda. Campak atau rubeola adalah infeksi yang disebabkan virus morbili yang menyerang saluran pernapasan dan kulit. Virus ini menyebar melalui udara seperti percikan air liur penderita ketika bersin. Penderita campak akan mengalami demam, batuk, mata merah dan berair, serta ruam di kulit (Keperawatan Anak, 1996, hlm 189). Dalam perjalanannya, wabah campak telah membunuh jutaan orang di seluruh dunia. 

Adapun campak Jerman atau rubella, berasal dari Jerman. Penyakit ini pertama kali disebut roteln ketika ditemukan oleh dua dokter Jerman. Kongres Obat-obatan Internasional di London pada 1881 menetapkan campak Jerman sebagai penyakit yang berbeda dari campak biasa (Rubella Viruses, 2007, hlm ix). 

Perbedaan utama antara campak dan campak Jerman diterangkan dalam buku Rubella and Rubeola (2009). Meskipun memiliki gejala yang mirip, virus rubeola berbeda dengan rubella. Virus rubeola yang menyebabkan campak berasal dari ternak, sama halnya dengan tuberkulosis dan influenza (hlm 38). Sementara itu, virus rubella yang menyebabkan campak Jerman hanya ditemukan di tubuh manusia. Sepanjang spesies manusia masih ada, sepanjang itu pula virus ini dapat muncul (hlm 50).

Rubella menyebar sangat mudah di antara tubuh manusia karena cukup melalui butiran air liur di udara. Penderita yang batuk atau bersin dengan mudah menularkan virus ini. Penularan berlangsung seketika termasuk saat berbagi makanan dan minuman di piring atau gelas yang sama dengan penderita. Begitu pula orang yang menyentuh mata, hidung, atau mulut, setelah memegang benda yang terkontaminasi virus rubella, segera tertular.

Baca juga:
 

Rubella yang menyerang anak-anak biasanya memberikan gejala yang lebih ringan dibanding campak. Virus campak Jerman justru berbahaya ketika masuk ke tubuh orang dewasa, utamanya, ibu hamil. Rubella sangat ganas menyerang perempuan dengan usia kandungan di bawah lima bulan. Ketika tubuh sang ibu mengirim nutrisi kepada janin, saat itulah rubella masuk ke tubuh janin. Keadaan menyebabkan sindrom rubella kongenital. Sindrom itu terjadi ketika virus yang telah sampai di tubuh janin segera merusak organ-organ yang sedang memasuki fase berkembang (hlm 58). 

Dampaknya terlihat ketika bayi lahir. Sindrom rubella kongenital menyebabkan cacat lahir seperti tuli, katarak, penyakit jantung bawaan, kerusakan otak, organ hati, serta paru-paru. Anak-anak yang terlahir dengan sindrom ini juga berpotensi menderita diabetes tipe 1, gangguan kelenjar tiroid, serta pembengkakan otak. Secara umum, bayi akan lahir dengan cacat dan kelainan bawaan yang membahayakan hidupnya.

Demi bayi-bayi Indonesia yang sedang dan akan dikandung ibunya, masihkah kita menolak vaksin MR yang telah diperbolehkan MUI? (*)

Editor: Fel GM

Senarai Kepustakaan
  • Banatvala, Jangu, dan Peckham, Catherine, 2007. Rubella Viruses, Amsterdam: Elsevier BV. 
  • Kementerian Kesehatan RI, 2016. Situasi Imunisasi di Indonesia, Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 
  • Shmaefsky, Brian R, 2009. Rubella and Rubeola, New York: Infobase Publishing. 
  • Suryanah, 1996. Keperawatan Anak untuk Siswa SPK, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar