Kesehatan

Empat Hari setelah Penjemputan, Aktivis Walhi Kaltim dan LBH Tes Mandiri, Hasilnya Justru Negatif Covid-19

person access_time 4 years ago
Empat Hari setelah Penjemputan, Aktivis Walhi Kaltim dan LBH Tes Mandiri, Hasilnya Justru Negatif Covid-19

Penjemputan aktivis Walhi Kaltim dan LBH Samarinda pada 31 Juli 2020 (foto: Fel GM/kaltimkece.id)

Dua dari tiga aktivis menjalani pemeriksaan swab mandiri. Hasilnya justru negatif. 

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Sabtu, 22 Agustus 2020

kaltimkece.id Pemeriksaan swab acak yang berujung penjemputan tiga aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda belum selesai. Menduga ada sejumlah kejanggalan, dua dari tiga aktivis yang disebut positif Covid-19 mengadakan tes mandiri. Keduanya dinyatakan negatif.

Bernard Marbun, pengacara dari LBH Samarinda, adalah yang pertama mengikuti pemeriksaan mandiri. Ia dites swab di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan pada Selasa, 4 Agustus 2020, atau empat hari setelah upaya penjemputan. Hasil laboratorium Bernard terima pada 6 Agustus 2020. Ia dinyatakan negatif Covid-19 berdasarkan tes polymerase chain reaction (PCR). Surat pemeriksaan laboratorium tersebut ditandatangani dr Suryani Trismiasih, SpPK.

“Sebenarnya, kami ingin pemeriksaan mandiri secepatnya. Namun demikian, perlu empat hari (setelah penjemputan) untuk pemeriksaan tes mandiri ini karena bertepatan dengan akhir pekan dan libur Iduladha. Semua fasilitas pemeriksaan tidak buka,” tegas Bernard pada Jumat, 21 Agustus 2020, dalam keterangan pers kepada para jurnalis melalui aplikasi Zoom Meeting. Bernard menambahkan, belum juga menerima hasil pemeriksaan laboratorium dari Satgas Covid-19 Samarinda yang menyebut dirinya positif Covid-19.

Bernard bersama dua aktivis yang lain disebut positif Covid-19 pada Kamis, 30 Juli 2020. Sehari sebelumnya, ketiga orang tersebut-- bersama tujuh orang yang lain di sekretariat Walhi Kaltim dan Kelompok Kerja 30 di Jalan Gitar, Samarinda-- mengikuti tes yang disebut acak oleh Dinas Kesehatan Samarinda. Pernyataan positif ketiga aktivis tersebut hanya disampaikan secara lisan oleh petugas Satgas Covid-19 Samarinda, tidak sampai 24 jam sejak tes swab. Dalam penyampaian hasil pemeriksaan, beberapa orang berpakaian sipil disebut memeriksa seisi kantor Walhi Kaltim dan Pokja 30 di sela-sela penyemprotan disinfektan.

Pada Jumat, 31 Juli 2020, ketiga aktivis yang tidak ingin ada gesekan dengan warga sekitar dijemput tim Satgas Covid-19 Samarinda. Mereka dibawa ke RSUD Inche Abdul Moeis. Di rumah sakit, para aktivis mengaku ditelantarkan hingga akhirnya pulang masing-masing.

Baca Kronologi Selengkapnya:
 

Aktivis kedua yang menyatakan diri negatif dari Covid-19 adalah Direktur Walhi Kaltim, Yohana Tiko. Awalnya, Tiko mengikuti rapid test pada 6 Agustus 2020 atau enam hari setelah upaya penjemputan. Hasilnya nonreaktif. Pada 12 Agustus 2020, Tiko menjalani tes swab di rumah sakit yang sama.

“Tes swab mandiri saya hasilnya negatif Covid-19,” jelas Tiko seraya menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dikeluarkan Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.

Baik Bernard maupun Tiko belum mengetahui Fathul Huda Wiyashadi --aktivis LBH yang juga dinyatakan positif-- mengikuti tes swab mandiri atau tidak. Semenjak peristiwa akhir Juli lalu, mereka putus komunikasi. Bernard dan Tiko memilih isolasi mandiri dan membatasi komunikasi dengan alasan keamanan.

Dihubungi mengenai hasil pemeriksaan yang tidak selaras itu, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Dinkes Samarinda, dr Osa Rafshodia belum memberikan jawaban. Sejak Jumat, 21 Agustus 2020, kaltimkece.id menghubunginya melalui telepon seluler maupun pesan WhatsApp.

“Saya masih di jalan. Nanti, ya,” jawab dr Osa dengan singkat, Sabtu 22 Agustus 2020.

Sementara itu, Sekretaris Satgas Covid-19 Samarinda, Sugeng Chairuddin, mengatakan bahwa perbedaan hasil pemeriksaan tersebut merupakan hal teknis. Ia tidak bisa menjawab sembarangan karena khawatir keliru dalam penyampaian.

“Takutnya salah sehingga saya tidak bisa memberi keterangan,” kata Sugeng yang juga sekretaris kota Samarinda, melalui aplikasi perpesanan Whatsapp.

Bernard Marbun (atas) dan Yohana Tiko menunjukkan hasil tes swab.

Kembali ke konferensi pers virtual, Koordinator Kelompok Kerja 30, Buyung Marajo, mengaku telah menerima surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam surat tersebut, Komisi menjelaskan progres dari aduan Walhi Kaltim mengenai dugaan di balik pemeriksaan swab.

Dalam salinan surat yang diperoleh kaltimkece.id, Komnas HAM menyurati tiga instansi pada 6 Agustus 2020. Ketiganya adalah Pemkot Samarinda dalam hal ini wali kota, Direktur RSUD IA Moeis, dan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 RI. Komisi meminta penjelasan dan dokumen penunjang sebagai bahan klarifikasi.

Surat tersebut ditandatangani Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam. Sampai berita ini ditulis, Anam belum menjawab pertanyaan kaltimkece.id perihal progres aduan tersebut. Sementara Sekretaris Satgas Covid-19 Samarinda, Sugeng Chairuddin, mengaku belum pernah membaca surat yang dimaksud.

Kejanggalan dan Jawaban Pemkot

Setidaknya ada lima kejanggalan yang diungkapkan para aktivis dalam pemeriksaan swab dan penjemputan pada akhir Juli tersebut. Pertama, petugas yang mengaku dari dinas kesehatan tidak menunjukkan identitas dan surat tugas ketika pemeriksaan swab. Para petugas juga tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Kedua, hasil pemeriksaan laboratorium ketika meminta para aktivis ikut ke rumah sakit tidak ditunjukkan.

Kejanggalan ketiga adalah pemberitahuan positif Covid-19 kurang dari 24 jam setelah pemeriksaan. Menurut para aktivis, mereka tidak masuk kategori harus diperiksa secara kilat karena bukan golongan rentan serta bukan orang dengan riwayat kontak erat. Keempat, para aktivis menilai adanya upaya memaksa ke rumah sakit alih-alih mengedepankan isolasi mandiri. Sementara kejanggalan terakhir adalah ditelantarkan setelah dibawa ke RSUD IA Moeis di Samarinda Seberang.

Atas kejanggalan-kejanggalan tersebut, Bernard Marbun dari LBH Samarinda menilai, ada upaya tertentu di balik pemeriksaan dan penjemputan para aktivis. Ia mengaku dirugikan karena peristiwa ini karena kerja-kerja advokasi LBH dan Walhi terhambat. 

Dalam warta terdahulu, Pelaksana Tugas Kepala Bagian Humas dan Protokol Setkot Samarinda, Idfi Septiani, membantah dugaan-dugaan tersebut. Menurutnya, sedari pasien pertama Covid-19 di Samarinda, pemberitahuan konfirmasi positif tidak pernah disampaikan melalui surat. Semua melalui pernyataan tim kesehatan. Dalam fase kedua pandemi, penanganannya berbeda karena melibatkan camat, lurah, dan ketua RT.

Baca Jawaban Lengkap Pemkot Samarinda:
 

Untuk kejanggalan ketiga, dr Osa dari Dinas Kesehatan Samarinda mengatakan, ada dua model tes Covid-19 di Samarinda. Yang pertama yakni PCR, yang kedua adalah antigen (Tes Cepat Molekuler atau TCM). Ketiga aktivis dites dengan TCM dengan hasil kurang dari dua jam untuk menentukan pasien positif maupun negatif Covid-19.

Adapun upaya menjemput ke rumah sakit alih-alih mengedepankan isolasi mandiri, dr Osa mengatakan bahwa Dinkes Samarinda dihadapkan kepada penolakan RT setempat yang mendesak ketiganya diisolasi di rumah sakit. “Kami melihat pendekatan sosial. Tidak ada pemaksaan. Namanya, kami menenangkan situasi,” katanya seraya melanjutkan, “Kami mendorong win-win solution.”

Untuk kejanggalan terakhir, Plt Kabag Humas dan Protokol, Setkot Samarida, Idfi Septiani, mengatakan tidak ada penelantaran. Para aktivis disebut menolak dirawat dan meminta satu ruangan untuk isolasi. Rumah sakit akhirnya meminta mereka menandatangani surat tak mau dirawat. (*)

Editor: Fel GM

Ikuti berita-berita berkualitas dari kaltimkece.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar