Risalah

Surat untuk Presiden, Jerit Kami yang Terkepung Lubang Maut Tambang

person access_time 5 years ago
Surat untuk Presiden, Jerit Kami yang Terkepung Lubang Maut Tambang

Ilustrasi: Danoo (kaltimkece.id)

Ditulis oleh: Pradarma Rupang*) dari Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur.

Ditulis Oleh: .
Sabtu, 27 Oktober 2018

Tuan Presiden yang baik, 

Kami merasa perlu bersyukur, juga berterima kasih, atas kunjungan Anda ke Kaltim. Kami ingat, ini adalah kunjungan keempat kalinya selama Anda menjadi presiden. Maka dari itu, sebagai warga negara yang sudah empat tahun Anda pimpin, dan mungkin berlanjut jika Anda menang dalam Pemilihan Presiden 2019, kami merasa berhak untuk mengingatkan kembali. Mengingatkan keluh dan kesah, duka dan lara kami sebagai warga negara. Yang saban hari berjibaku dengan arogansi korporasi tambang. 

Kami sungguh menyadari, intensitas kesibukan Anda yang tiada tandingannya. Tapi, boleh, toh, sesekali kami bercurhat? Tenang saja, Tuan Presiden. Kami tidak minta sepeda, apalagi sertifikat tanah. 

Tuan Presiden.

Empat tahun sudah Anda memimpin negeri ini. Selama empat tahun itu pula, kami menanti keberpihakan Anda di Kaltim. Keberpihakan yang tidak sebatas kunjungan fisik lalu meresmikan pembangunan infrastruktur A dan infrastruktur B. Keberpihakan yang kami nantikan adalah masa depan kami. Masa depan anak cucu kami. Masa depan ruang hidup kami. Singkatnya, masa depan rakyat yang sedang Anda pimpin ini. 

Tuan Presiden,

Awal mula negara ini terbentuk, kami di Kalimantan Timur hidup dalam kondisi yang baik-baik saja. Kami punya tanah dan laut untuk mencari rezeki. Kami punya hutan, air, dan udara yang menjanjikan masa depan kami gemilang. 

Tapi, Tuan Presiden, 

Semua itu sirna seketika pada saat orang-orang yang kami percayakan bekerja untuk menyejahterakan kami, memilih jalan instan. Mereka mengeruk dan menjual habis kekayaan alam kami. Semua itu dilakukan untuk dan atas nama pembangunan. 

Siapa yang tidak mengenal Kalimantan Timur, daerah yang kaya sumber daya alam itu? Selama kurang lebih 20 tahun, dari 1970 hingga 1990, sektor kehutanan menjadi tulang punggung ekonomi kami. Laju pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur saat itu bahkan menembus 7,42 persen per tahun. 

Basis sektor ekonomi kemudian bergeser pada era 90-an. Sektor pertambangan mulai menjadi basis ekonomi wilayah yang menggantikan sektor kehutanan. Sektor pertambangan, migas, dan industri pengilangan minyak bumi dan gas alam cair, mengambil alih dominasi tersebut. Tingkat pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendah, maksimal 5,71 persen per tahun. 

Selanjutnya adalah era tambang batu bara. Penggalian batu bara secara besar-besaran berlangsung di daerah kami. Ketika cadangan migas dan batu bara terus menipis, ditambah harga komoditas itu turun, ekonomi kami yang terpukul. Hingga akhir 2015, pertumbuhan ekonomi kami mengalami kontraksi yang cukup dalam yakni minus 0,85 persen. Kami menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi negatif. Tahun sebelumnya, pada 2014, pertumbuhan ekonomi kami juga sangat rendah, hanya 2,02 persen. 

Tuan Presiden,

Data-data di atas hanyalah angka statistik yang bisa diubah-ubah seturut keinginan. Tak perlu gusar apalagi risau ketika itu berpengaruh terhadap ambisi pertumbuhan ekonomi nasional seperti yang sedang Anda kejar saat ini. 

Kami di Kalimantan Timur hanya ingin mengingatkan. Bahwa akibat pertambangan batu bara yang masif, kami mengalami kekurangan pangan. Lahan-lahan pertanian dan perkebunan kami telah dirampas oleh ratusan, bahkan ribuan perusahaan tambang. Kami, saat ini, kelaparan karena menunggu pasokan pangan dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Dan itu bukan gratis. 

Sebagian besar petani kami yang dulunya tangguh, terpaksa memilih menjadi buruh tambang. Sebagian lagi mengadu nasib ke kota atau ke luar negeri. Berharap nasib menjadi lebih baik. Lebih dari itu, air dan udara telah tercemar. Kami terpaksa mengonsumsi air dari lubang-lubang beracun batu bara. Hutan-hutan kami telah dibabat habis. Hulu-hulu sungai dieksploitasi. Akibatnya, banjir terus melanda meskipun hujan hanya semenit datang. 

Tidak hanya sampai di situ, Tuan Presiden. 

Anak-anak kami juga meregang nyawa di kubangan maut batu bara. Sejak 2011 hingga surat ini dibuat, sudah 30 anak-anak yang mati sia-sia di lubang-lubang tambang. Tak ada penegakan hukum apalagi upaya merehabilitasi lubang-lubang beracun tersebut. Entah, berapa nyawa lagi yang mengalami nasib serupa mengingat masih ada 1.735 lubang beracun yang tidak direklamasi. 

Tuan Presiden, 

Kami mungkin terlalu lancang karena melangkahi keberadaan pemerintah kami di Kalimantan Timur. Sehingga, kami harus mengadu langsung kepada Anda, kepada seorang presiden Republik Indonesia. 

Tapi, kami punya alasan mendasar. Berangkat dari pengalaman, bahwa terlalu besar masalah yang kami adu ini untuk bisa dibereskan pemerintah daerah kami. Mereka tampak tidak sanggup. Bukan saja karena sebagian elite lokal kami menjadi bagian dari persoalan di atas: menjadi mafia tambang, menerbitkan izin, mendapat remah-remah keuntungan untuk diri, keluarga, partai politik, dan kroni-kroni lainnya melalui praktik ijon politik. Tapi juga karena mereka berhadapan dengan elite-elite Jakarta yang mencari peruntungan di sini. Sebagian di antaranya ada di lingkaran Anda. 

Lebih dari itu, mereka juga tidak punya imajinasi tentang masa depan Kalimantan Timur. Sebuah provinsi yang mayoritas masyarakatnya bergantung kepada lahan-lahan yang sedang dibabat korporasi tambang. 

Tuan Presiden,

Di bagian akhir curhatan --yang mungkin tidak bermutu ini--, kami memohon maaf jika telah mengganggu kenyamanan Anda dalam lawatan ke daerah kami. Kami tidak sedang berprasangka buruk. Kami hanya masih memiliki harapan sebab Anda adalah seorang Presiden dengan segudang kekuasaan. Anda juga petugas partai wong cilik yang, semestinya, dengan mudah bisa menyelesaikan persoalan kami yang sedemikian pelik.

Selamat datang, Tuan Presiden. 

Selamat datang di daerah kubangan maut batu bara. (*)

(Isi artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis)

*) Pradarma Rupang adalah dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim atau Jatam. Selama bertahun-tahun, Jatam sebagai organisasi nirlaba berfokus kepada dampak negatif akibat aktivitas pertambangan batu bara. 

Baca juga:
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar