Terkini

Ancaman Pidana bagi Pelaku Main Hakim Sopir Travel dan Penumpangnya

person access_time 5 years ago
Ancaman Pidana bagi Pelaku Main Hakim Sopir Travel dan Penumpangnya

Mobil Yanto yang diamuk massa diamankan Satlantas Polresta Samarinda. (Ika Prida Rahmi/kaltimkece.id)

Hati yang tersulut emosi, jiwa raga yang menanggung akibatnya. Aksi main hakim warga terhadap sopir dan penumpangnya di Samarinda bisa berujung pidana.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Jum'at, 12 Juli 2019

kaltimkece.id Kasus pengerusakan mobil karena disangka pelaku tabrak lari di Jalan Kadrie Oening, Samarinda Ulu, pada Rabu, 10 Juli 2019, berbuntut panjang. Publik Kota Tepian dibuat berang. Dari media sosial, warganet ramai-ramai meminta provokator kejadian tersebut ditangkap.

Kejadian nahas itu menimpa Uriyanto alias Yanto. Ia sopir travel yang kini ditangani Unit Laka Lantas Satlantas Polresta Samarinda.

Kompol Erick Budi Santoso, kasat Lantas Polresta Samarinda, menuturkan bahwa pihaknya masih melakukan pencarian terhadap perempuan pengendara sepeda motor yang tertabrak mobil Yanto. Sedangkan Yanto dan penumpangnya  sebagai korban main hakim oleh warga, disebut Erick bisa melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

"Nanti satuan reskrim yang menangani," ujar Kasatlantas.

Diwartakan sebelumnya, minibus yang dikemudikan Yanto bertabrakan dengan perempuan pengendara motor di Jalan Kadrie Oening. Tepatnya di depan Rumah Sakit Samarinda Medika Citra (SMC). Melihat kendaraan saling bertabrakan, sejumlah warga berlarian menolong. Yanto bermaksud ikut membantu. Kemudian memarkirkan mobil ke pinggir jalan. Namun begitu menepi, sejumlah warga sudah mengerumuninya. Kaca mobil digedor. Nada marah dan suara ancaman terdengar. Yanto didesak segera keluar.

Warga terus berdiri sambil mengancam. Suasana mencekam ikut menyelimuti seisi penumpang. Hingga akhirnya salah satu warga nekat melempar batu. Mengenai kaca spion. Khawatir terjadi hal tak diinginkan, Yanto tancap gas. Segera ditinggalkannya kerumunan warga yang mulai beringas. Ia disarankan penumpangnya ke kantor polisi terdekat. Tapi karena tak menguasai jalan, Yanto asal melaju. Sejumlah warga ternyata mengejar dengan kendaraan roda dua.

Aksi kejar-kejaran terjadi. Sial bagi Yanto, ia justru diteriaki maling. Maka makin banyaklah pengguna jalan ikut mengejar. Adegan ini terjadi sepanjang Jalan Pangeran Suryanata, Jalan HM Ardans, hingga Jalan KH Hasyim Asy'ari. Celakanya, tak satu pun kantor polisi ditemui. Yanto dan seisi penumpang semakin ketakutan. Serangan bebatuan juga tak kunjung usai. Mobil Yanto kini diamankan di Unit Lakalantas Satlantas Polresta Samarinda. Keadaan mobil pun rusak parah.

Baca juga:
 

Bisa Diusut Tanpa Laporan

Video pengerusakan minibus berkelir putih yang dikemudikan Yanto menjadi trending. Banyak warganet menyebut tindakan warga adalah persekusi. Aksi main hakim warga itupun mendapat perhatian pengamat hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini.

Menurut Orin, dari kacamata hukum, apa yang menimpa Yanto dan penumpangnya adalah aksi main hakim sendiri. Bukan persekusi seperti banyak disuarakan warganet.

Persekusi, merujuk maknanya, memiliki arti berbeda dengan main hakim sendiri. Persekusi merupakan perbuatan menghakimi yang dilatarbelakangi perbedaan pandangan politik. Sementara main hakim sendiri bersifat lebih umum. Namun dalam praktek keduanya memiliki kesamaan. Yakni merujuk aksi “ramai-ramai” menghakimi seseorang atau individu yang tertangkap basah melakukan tindak kejahatan.

Dari kejadian yang menimpa Yanto tersebut, Orin berharap ke depan warga berhati-hati. Aksi main hakim sendiri adalah perbuatan ceroboh. "Ya, sebuah kecerobohan melakukan tindakan sewenang-wenang di luar jalur hukum," ujarnya.

Yang rugi bukan hanya para korban. Pelaku turut merugi. Jika korban dirugikan secara material atau immaterial, para pelaku dijerat Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Ancaman hukumannya lima tahun enam bulan. "Itu bila korban menderita luka-luka. Bila menyebabkan korban pengeroyokan tewas, ancaman menjadi kurungan sembilan hingga 12 tahun penjara," jelasnya.

Kepolisian bisa mengusut kasus tersebut tanpa laporan. Hal ini dilatarbelakangi bukti video yang viral di media sosial. "Apalagi Pasal 170 KUHP masuk delik biasa, bukan delik aduan," ujarnya.

Lebih jauh, Orin menjelaskan bahwa setiap orang yang mengetahui terjadinya tindak pidana, wajib melaporkan ke pihak berwajib. Hal tersebut diatur Pasal 165 KUHP. Bahkan, bila terbukti mengetahui namun tak melaporkan, bisa dikenakan pidana. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar