Terkini

Banjir Besar dan Pilwali 2020, Parpol Jangan Hanya Jualan Figur

person access_time 5 years ago
Banjir Besar dan Pilwali 2020, Parpol Jangan Hanya Jualan Figur

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Banjir besar berdekatan kontestasi Pilwali Samarinda 2020 mengingatkan publik untuk bijak memilih pemimpin. Menghindari masalah yang sama pada periode-periode mendatang.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Sabtu, 15 Juni 2019

kaltimkece.id Banjir menggenang Samarinda sejak 5 Juni 2019. Ribuan rumah tergenang. Korban terdampak lebih 30 ribu jiwa. Derasnya invasi banjir, diikuti derasnya sorotan terhadap pemerintah setempat.

Pemkot Samarinda pun di bawah tekanan. Publik mempertanyakan habis-habisan. Sudah puluhan tahun musibah jadi rutinitas.

Sorotan makin tajam karena kealpaan Wali Kota Syaharie Jaang selama status darurat banjir berlaku di ibu kota Kaltim. Musibah bertepatan keberangkatan Jaang ke Jerman. Bertolak ke Benua Biru untuk urusan keluarga. Publik susah untuk maklum.

Baca juga:
 

Hampir dua dekade politisi Partai Demokrat itu menjabat pemimpin kota. Dari dua periode wakil wali kota mendampingi Achmad Amins, hingga jelang berakhirnya periode kedua menjabat posisi nomor satu di Samarinda.

Sayangnya, durasi tersebut masih kurang untuk menyudahi banjir. Status darurat pertengahan tahun ini, mengingatkan publik untuk bijak memilih pemimpin penerus. Terlebih kontestasi Pemilihan Wali Kota Samarinda dilangsungkan tahun depan.

Menurut Budiman, pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, momentum bencana dan pemilihan wali kota yang berdekatan, adalah waktu tepat bagi konstituen introspeksi. "Kelak, mesti cerdas memilih orang nomor wahid di Samarinda," ujarnya.

Warga diingatkan memilah pemimpin yang benar-benar punya solusi. Bukan yang hanya memberi janji saat kampanye. "Dan banjir adalah persoalan utama di Samarinda."

Agar tak jadi korban harapan palsu, warga didorong menguji logis tidaknya program yang ditawarkan. Menggunakan akal sehat berkaca keadaan kota terkini. Setelahnya, pikir panjang lagi jika calon pemimpin atau tim sukses menawarkan money politic. "Itu berarti secara tidak langsung, konstituen menggadaikan hak pilihnya," sebut Budiman.

Ketika hak pilih tergadai, konstituen kehilangan hak kritik kepada pemimpin yang dipiih. Sebuah harga mahal untuk iming-iming sesaat berupa Rp 200—300 ribu.

Pressure terhadap partai politik juga mesti dilakukan. Menghindari tren buruk dari pilkada ke pilkada. Bahwa calon yang ada hanya bicara persoalan tapi tanpa konsep jelas.Parpol sekadar mengusung calon berdasar figur. Tapi visi dalam memimpin sangat meragukan. "Para figur selama ini cukup dikenal tapi masih minim gagasan," ujar Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kaltim, Pradarma Rupang.

Samarinda disebut kota yang surplus masalah. Salah satunya persoalan banjir. Celakanya, karakter yang dijual para figur sebatas sosok bersih dan hal serupa. Tapi soal gagasan, masih begitu minim. Padahal poin ini paling krusial. Masalah Samarinda tak bisa diselesaikan dengan gagasan umum. Jika wali kota berikutnya masih dengan gaya yang sama, keadaan 20 tahun belakangan niscaya kembali terulang.

Dari sisi lingkungan, Samarinda membutuhkan pemimpin yang bisa mengantar daerah memasuki masa transisi. Beralih dari industri eksploitasi, menjadi industri yang memenuhi kebutuhannya sendiri. Mengakhiri peran Samarinda sebagai konsumen terus-terusan.

Ide, Gagasan, dan Uang

Partai politik mulai menangkap segala keresahan itu. Memburu figur yang benar-benar dapat mengatasi masalah.Dari banjir dan tata kota, hingga kemacetan serta lingkungan hidup.

Plt Ketua DPC Partai Golkar Samarinda Hatta Zainal, memastikan program penanganan banjir menjadi syarat untuk calon wali kota yang akan diusung. "Dari sekarang mulai mencari figur. Apalagi dalam kondisi banjir ini, kalau ada yang mau jadi pemimpin (Wali Kota Samarinda), segera munculkan diri,” sebutnya kepada kaltimkece.id.

Golkar memprioritaskan calon yang memahami kondisi serta penyebab banjir. Juga berani merelokasi warga bantaran Sungai Karang Mumus. Program ini dianggap jalan di tempat dan perlu mendapat prioritas.

Dari kacamata Golkar, salah satu penyebab banjir adalah permukiman pinggir sungai yang menghambat aliran air. “Kalau jadi walikota tidak berani, enggak bakal teratasi banjir," timpalnya.

Golkar menyaratkan kandidat calon wali kota yang diusung mulai berkenalan dengan warga. Mempresentasikan ide gagasan untuk setiap persoalan. Kelak, survei internal dilakukan untuk memastikan sosok yang paling diinginkan publik.

"Saya kira program mengatasi banjir ini tidak hanya dari partai golkar. Tetapi bagi yang mau menjadi wali kota dulu. Dari partai, kami akan mendukung dan memilih orang yang tepat."

Meski demikian, pilihan Golkar nantinya tetap bergantung partai lain. Syarat minimal sembilan kursi atau 20 persen dari kursi di DPRD Samarinda, mengharuskan partai dengan lambang pohon beringin itu untuk berkoalisi. "Saat ini masih dalam penjajakan komunikasi dengan semua partai,” terangnya.

Sayangnya, ide dan gagasan bukan salah dua modal utama yang dibutuhkan. Golkar mengingatkan para kandidat yang ingin maju untuk memiliki modal uang. "Semua harus ada. Kalau tidak ada uang, tidak mungkin juga mau jadi wali kota. Paling tidak, ya, uang untuk membiayai kampanye, saksi, dan tim sukses. Bukan money politic lho, ya."

PDIP Tanpa Mahar

Ketua DPC PDI Perjuangan Samarinda Siswadi menyebut banjir sepekan adalah pembelajaran bagi pemerintah kota yang akan datang. Menyambut pilwali tahun depan, PDIP turut mendambakan calon yang mampu mengatasi banjir. Memiliki visi dan misi serta program jelas membenahi Samarinda. “Nanti masyarakat yang menilai, siapa calon pantas kami usung," sebut Siswadi.

Dari sudut pandangnya, penanganan banjir sebagai program prioritas Pemkot saat ini tidak berjalan maksimal. Tak ada integrasi dengan Pemprov Kaltim. Seperti halnya agenda relokasi warga bantaran Sungai Karang Mumus. Selalu saja ada kendala. Baik pengerjaan fisik dan sosial serta anggaran.

"Pemkot Samarinda kesulitan menghadapi masalah sosialnya, Pemprov dan APBN juga terbentur di anggaran. Karena itu sampai sekarang belum bisa dijalankan maksimal,” terangnya.

PDIP sendiri belum menentukan sikap hingga kini. Siapa bakal diusung di pilwali tahun depan, masih teka-teki. Pelaksanaannya yang masih cukup lama, belum berproses mendalam hingga kini. Meski begitu, Siswadi menjamin tak ada mahar politik dibebankan kepada sosok yang diusung. Langkah ini dilakukan demi mendapatkan pemimpin yang tulus. Dan hal ini juga memerlukan dukungan publik. Masyarakat diimbau memilih pemimpin tanpa money politic.

"Coba tanya ke calon gubernur dan wali kota yang melalui PDIP, enggak pernah ada mahar. Yang jadi masalah sekarang malah masyarakat yang minta mahar,” beber Siswadi.

“Kalau mau berubah, ayo, sama-sama. Masalahnya sekarang, mahar kepada masyarakat yang lebih mahal."

Siswadi adalah salah satu nama yang disebut-sebut kandidat kuat dalam pilwali mendatang. Pengalaman politiknya sudah mentereng. Menjabat ketua DPRD, wakil ketua, dan berpeluang kembali jadi ketua DPRD Samarinda periode mendatang. Namun, Siswadi memilih tak buru-buru. “Karena waktunya masih panjang, nanti lah saya jawab," sebutnya.

Siapkan Andi Harun

Lain hal dengan PDIP, Partai Gerindra sejak jauh hari menetapkan figur yang disiapkan untuk Pilwali 2020. Sosok itu ialah Andi Harun, ketua DPD Gerindra Kaltim. Hal tersebut disampaikan Mujianto, sekretaris DPC Partai Gerindra Samarinda, ketika dihubungi kaltimkece.id pada Rabu siang, 12 Juni 2019.

"Kami mendorong ketua DPD Gerindra Kaltim, Pak Andi Harun, menjadi salah satu kandidat wali kota Samarinda," terangnya.

Berkaca kondisi Samarinda kini, banjir adalah poin penting untuk diselesaikan. Dan masalah tersebut masuk prioritas kandidat pasangan calon yang akan diusung. Mujianto optimistis figur yang dipersiapkan dapat mengatasi masalah.

"Masyarakat yang terkena relokasi akan dipindahkan ke daerah tertentu. Kami buatkan perumahan layak huni agar masyarakat mau pindah, membantu pembangunan yang akan datang agar Samarinda lebih baik. Harus berani menangani," urai Mujianto.

Gerindra telah berkomunikasi dengan partai yang siap berkoalisi untuk mengusung calon. Dua partai digandeng ialah PKS dan PAN. Koalisi tersebut bakal dideklarasikan setelah gugatan Pilpres rampung di Mahkamah Konstitusi.

"Yang jelas dari partai koalisi ini sudah komunikasi. Cukup untuk mengusung calon di pilwali. Insha Allah pasangan dari koalisi ini dideklarasikan setelah putusan MK terkait pilpres,” imbuhnya. (*)

 

Dilengkapi oleh: Ika Prida Rahmi

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar