Terkini

BPJS Kesehatan Samarinda Utang Rp 184 Miliar ke 28 Rumah Sakit

person access_time 5 years ago
BPJS Kesehatan Samarinda Utang Rp 184 Miliar ke 28 Rumah Sakit

BPJS Kesehatan Samarinda melayani 586.775 peserta mandiri. (Nalendro Priambodo/kaltimkece.id)

Tak ada asap kalau tak ada api. Tunggakan BPJS Kesehatan Samarinda juga dipicu menunggaknya 228.361 peserta mandiri.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Jum'at, 06 September 2019

kaltimkece.id Defisit melanda Badan Penyelenggara Kesehatan Nasional (BPJS). Imbasnya sampai ke daerah. Per Agustus 2019, BPJS Kantor Cabang Samarinda berutang Rp 184. Berasal klaim 28 rumah sakit mitra di wilayah kerjanya. Yakni Samarinda, Kukar, Bontang, Mahakam Ulu, dan Kutai Timur.

Kepala Kantor BPJS Kesehatan Kantor Cabang Samarinda, Oktavianus Ramba, menjelaskan duduk perkaranya. Ada beberapa faktor utang menggunung. Salah satunya dipicu tunggakan dari peserta. Dicatatkan sekitar 39 persen peserta mandiri.

Total peserta mandiri naungan BPJS Kesehatan Samarinda mencapai 586.775 orang. Yang tertunggak adalah 228.361. Ramba tak bersedia merinci besaran tunggakan para peserta. Namun, dari pengamatan pihaknya, tren tunggakan oleh peserta disebabkan minimnya kesadaran. Termasuk faktor ekonomi.

"Pas sakit baru bayar. Kalau sudah sehat lupa bayar," ungkapnya, Selasa, 4 September 2019, di kantor BPJS Kesehatan Samarinda, Jalan AW Sjahranie, Samarinda.

Ramba mengingatkan semangat awal dibentuknya BPJS Kesehatan. Segala pembiayaan dilakukan secara gotong royong. Iuran oleh peserta yang sehat, digunakan membantu yang sakit. Begitu juga ketika kelak yang sehat memerlukan pertolongan medis. Sayangnya, tak semua peserta memiliki semangat sama. Iuran tertunggak memberi dampak lanjutan.

Kebutuhan membiayai klaim rumah sakit semakin tergerus. Sementara kebutuhan penanganan medis terus berdatangan. Bahkan dengan tarif raksasa hanya untuk satu pasien. Contohnya pasien operasi jantung yang bisa Rp 300 juta. Begitu juga kanker dan cuci darah yang butuh pengobatan rutin. Sementara penyakit diabetes melitus dan hipertensi masih jadi keluhan terbanyak di Samarinda.

Celakanya, besaran iuran bulanan juga tak menutup. Kelas I mandiri dihargai Rp 80 ribu. Kelas II Rp 51 ribu. Sedangkan kelas III Rp25.500.

Iuran sudah tak sebanding. Tapi ini tak pernah dievaluasi sejak 2016. Padahal, peraturan presiden mengatur besaran iuran bisa dievaluasi per dua tahun. Peninjauan diukur dan diusulkan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional. Dibahas bersama pemangku kebijakan lain seperti ahli asuransi dan Menteri Keuangan. Usulan diserahkan ke presiden untuk kemudian disahkan.

Menurut Rambah, gabungan berbagai masalah itu, memperparah 'penyakit menahun' BPJS Kesehatan. Bahkan terjadi hingga skala nasional.

Sejak didirikan 2014 lalu, perusahaan asuransi pelat merah itu terus memikul defisit. Pada 2014, defisit keuangan mencapai Rp 1,9 triliun. Pada 2015 melonjak Rp 9,4 triliun. Sedangkan Rp 6,7 triliun ditanggung pada 2016. Kembali melonjak Rp 13,8 triliun pada 2017. Sebelum mencapai Rp 9,1 triliun pada 2018.

Total defisit keuangan kini Rp 19,41 triliun. Pada 2019 diperkirakan membengkak. Kemungkinan jadi Rp 28 triliun pada akhir tahun.

Pemerintah pun memutuskan menaikkan iuran mandiri. Dikenakan untuk peserta Kelas I dan II. Kemungkinan berlaku tahun depan. Dari angka yang mengemuka, iuran kelas I naik jadi Rp 160 ribu. Sedangkan iuran kelas II Rp110 ribu.

Operasional Jalan Terus

Bagi rumah sakit, defisit BPJS begitu memberi imbas. Seperti diungkapkan Kepala Unit Humas RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, dr Arsyia Adhina. Kondisinya, sekitar 90 persen pasien rumah sakit rujukan tipe A di Kaltim tersebut menggunakan BPJS Kesehatan. Praktis, sebagian besar pembayaran jadi piutang.

Meski begitu, Adhina memilih tak merincikan angka tertunggak di RSUD AWS. Khawatir justru menimbulkan ketidaknyamanan antar kedua belah pihak. Yang pasti, RSUD AWS dipastikan masih melayani pasien BPJS Kesehatan. “Walaupun ada piutang tapi tidak mengganggu operasional rumah sakit,” katanya.

Dibantu Perbankan

Disebutkan Oktavianus Ramba, secara teknis, klaim rumah sakit dibayarkan selambatnya 15 hari sebelum jatuh tempo. Tapi dengan kondisi terkini, tanggung jawab itu baru terpenuhi setelah 30—40 hari.

BPJS Kesehatan akhirnya bersiasat. Pendanaan dimunculkan lewat surat jaminan kepada sejumlah bank mitra. Uang segar pun mengucur dari perbankan, sebelum ditebus begitu anggaran cair dari BPJS Kesehatan pusat.

Pola penagihan kepada peserta penunggak juga dijalankan. Beberapa skema dikemukakan. "Yang menunggak kami ingatkan lewat SMS dan kami gerakan kader BPJS Kesehatan di lapangan untuk bantu menagih," ucapnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar