Terkini

Buntut Polemik Sekprov dan Peraturan Baru Gubernur, 69 Izin Terkatung-Katung

person access_time 4 years ago
Buntut Polemik Sekprov dan Peraturan Baru Gubernur, 69 Izin Terkatung-Katung

Sektor perikanan termasuk yang terkatung-katung kelanjutan usahanya di Kaltim. (dokumentasi kaltimkece.id)

Iklim usaha di Kaltim tengah terusik. Puluhan izin terkatung-katung. Dipicu regulasi baru dan permasalahan struktural pemerintahan.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Senin, 09 September 2019

kaltimkece.id Seorang pria berpakaian oranye, mirip seragam pekerja tambang, berbincang di depan loket pelayanan pengambilan izin dan nonizin. Petugas perempuan berbaju putih menyerahkan ke rekan di sebelahnya. Pria tadi dipersilakan duduk menunggu di depan loket. Di kursi tunggu, ia hanya sendiri. Belasan kursi terlihat kosong.

"Mudahan enggak lama urus izinnya. Soalnya dapat info pengesahan izin agak lambat sekarang," kata Yanto, bukan nama sebenarnya, di kursi loket pelayanan Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Jumat, 6 September 2019. Untuk keamanan, ia meminta nama asli, perusahaan, dan jenis izin tak disebutkan spesifik.

Mengacu Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim 30/2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, izin yang ia urus mestinya terbit dalam tiga hari. Tapi ia sedikit khawatir. Muncul peraturan baru yang berpotensi membuat pengesahan izinnya agak molor.

Adalah Pergub Kaltim 48/2019 tentang perubahan kedua Pergub Kaltim 30/2018 tentang Penyelenggaraan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Ditandatangani Gubernur Kaltim, Isran Noor, 5 Agustus 2019. Tiga pasal mengalami perubahan.

Perubahan terdapat di tiga poin. Spesifik di pasal 1,5 dan 7. Poin krusial yakni di pasal 5 ayat 4. Berbunyi: "Gubernur menandatangani perizinan dan non perizinan setelah dilakukan proses paraf koordinasi secara berjenjang dari kepala seksi yang membidangi perizinan, Kepala Bidang Perizinan, Kepala DPMPTSP, Asisten Perekonomian dan Pembangunan dan Wakil Gubernur".

Ketentuan itu bikin birokrasi makin panjang. Berkebalikan dengan Pergub 30/2018. Semula, Kepala DPMPTSP Kaltim berwenang menandatangani perizinan dan nonperizinan yang merupakan urusan pemerintahan daerah setelah diberikan pelimpahan kewenangan dari gubernur.

Kondisi itu diperburuk ketiadaan kepala DPMPTSP Kaltim definitif. Jabatan itu semula diisi Abdullah Sani. Belakangan, Sani ditetapkan menjadi sekprov Kaltim sebagaimana Keputusan Presiden 133/TPA Tahun 2018 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 November 2019.  Sani dilantik Selasa, 16 Juli 2019, oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setelah tak kunjung disahkan Isran Noor.

Baca juga:
 

Nyatanya, pelantikan oleh Mendagri masih tak mempan. Abdullah Sani tetap diminta Isran bertugas di dinas sebelumnya. Posisi sekprov diisi M Sabani sebagai pelaksana tugas. Kepemimpinan DPMPTSP pun dijalankan pelaksana harian (plh), Edy Gunawan. "Kewenangan saya hanya tugas harian saja. Tak boleh mengesahkan izin," kata Edy ketika ditemui kaltimkece.id di kantornya, Jumat itu.

Pemprov, melalui DPMPTSP Kaltim, berwenang menerbitkan 142 jenis izin dari 16 sektor. Izin paling cepat keluar dalam sehari. Sedangkan paling lama 90 hari. Yakni untuk persetujuan penambahan frekuensi perjalanan kereta api.

Sayangnya, sejak sebulan terakhir, izin yang sudah diverifikasi belum juga diterbitkan. Data resmi DPMPTSP Kaltim menunjukkan 69 izin dan nonperizinan tertahan menunggu pengesahan gubernur.  Ke-69 izin itu berasal dari berbagai sektor. Yakni perhubungan 15 izin, tenaga kerja 6, perkebunan 9, perikanan 15, kehutanan 3, pertambangan 17, kesehatan 1, lingkungan hidup 3. "Masih menunggu paraf pejabat di bawah gubernur," kata Edy.

Keluhan pun banyak berdatangan. Terlebih pemohon dengan jenis izin yang cukup diterbitkan 7-30 hari. Contoh paling sederhana adalah usaha pengolahan hasil perikanan yang dirasakan para nelayan. DPMPTSP hanya bisa bersiasat dengan menerbitkan surat keterangan. Sebagai pegangan agar pengurus izin tak bermasalah di lapangan.

Yang paling waswas bisa jadi sektor perkebunan. Ada 20 izin menunggu rekomendasi Gubernur Kaltim. Sebagaimana amanah Undang-Undang 39/2014 tentang Perkebunan. Tertuang dalam Pasal 114. Perusahaan diberi lima tahun sejak undang-undang tersebut diterbitkan untuk penyesuaian aturan tersebut. "Kalau sampai Oktober ini enggak dapat (rekomendasi), bisa dinyatakan ilegal," katanya.

kaltimkece.id mengonfirmasi Isran Noor untuk menanyakan landasan perubahan pergub tersebut. Termasuk nasib 69 izin yang terkatung-katung. Namun, Isran yang ditunggu awak media hingga Senin malam, 9 September 2019, tak bersedia memberi jawaban rinci. "Nanti saya cek," kata Isran di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda. "Hal-hal yang perlu diperbaiki, diperbaiki," sambung Isran sebelum pintu mobil yang mengangkutnya tertutup.

Sepanjang Senin Isran memang dipenuhi banyak agenda. Mulai pembukaan kejuaraan bola voli Piala Gubernur Kaltim di GOR Segiri pagi-pagi, disambung launching Proses Negosiasi Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) dalam rangka implementasi program penurunan emisi Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Kaltim di kegubernuran. Sedangkan dari siang hingga petang, ia melayani belasan tamu. Termasuk wawancara khusus dengan media asal Qatar, Al Jazeera, mengenai pemindahan ibu kota negara.

Persulit Pengusaha

Menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim, Dayang Donna Faroek , birokrasi panjang berpotensi mempersulit pengusaha. Banyak pintu harus dilalui sebelum disahkan gubernur.  "Terlalu panjang berpotensi menghambat investasi," ujarnya, Senin 9 September 2019.

Pola ini dinilai bertentangan dengan langkah presiden yang tak ingin mempersulit iklim usaha. Tapi Donna mencoba maklum. Bisa saja kebijakan gubernur bertujuan selektif dalam pemberian izin. "Apapun keputusan gubernur, itu yang terbaik," kata Donna. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar