Terkini

Di Balik Aksi Nekat Mahasiswa setelah Seminggu Tanpa Smartphone

person access_time 5 years ago
Di Balik Aksi Nekat Mahasiswa setelah Seminggu Tanpa Smartphone

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Kemudahan teknologi terus membawa manusia ke level baru. Adiksi smartphone sama menjeratnya dengan candu narkoba.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Sabtu, 22 Desember 2018

kaltimkece.id Kemajuan teknologi ponsel pintar bak pisau bermata dua. Kehadirannya memberi segala kemudahan dari genggaman. Tapi di satu sisi menjadi adiksi yang menyesatkan. Seperti perbuatan nekat seorang mahasiswa di Samarinda, medio Desember 2018.

Silitonga Tondy Piebed Oro merenung di balik teriknya matahari. Kebosanan sudah begitu membelenggu. Layar smartphone miliknya rusak. Sudah satu minggu hidup tanpa ponsel pintar.

Semenjak itu, Tondy merasa seluruh aktivitasnya membosankan. Niat memperbaiki sekadar wacana. Tak cukup uang membayar jasa.

Jam dinding kamar pria 20 tahun itu sudah menunjukkan pukul 13.00 Wita pada Senin, 17 Desember 2018. Ia hanya mondar-mandir. Berpikir keras. Mencari cara smartphone miliknya pulih.

Tondy merupakan mahasiswa semester empat. Seluruh uang berasal dari orangtua. Kali ini ia malu harus meminta. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman itupun mengambil jalan pintas. Yang ada di pikirannya tak pernah terbayangkan: merampok.

Tondy membulatkan tekad. Ia pergi ke dapur mengambil sebilah pisau dan kunci inggris. Kedua benda tersebut disembunyikan dalam tas biru muda miliknya. Ia lalu bergegas meninggalkan rumah di Jalan M Said, Sungai Kunjang.

Mengendarai sepeda motor matic, Tondy menuju salah satu toko servis komputer. Letaknya di Jalan Banggeris. Ia sudah cukup familier. Bahkan termasuk langganan. Dasar itu pula yang membuatnya yakin. Suasana toko sudah begitu dikenali.

Dari depan ruko lantai dua tersebut, Tondy mengambil peralatan dari tasnya. Pisau di tangan kiri, kunci inggris di tangan kanan. Pukul 14.00 Wita, kendaraan sekitar tak begitu ramai. Tondy memantapkan langkah.

Di depan toko, Anjas Ahmad sedang menatap komputer. Saat itu tidak ada pengunjung. Posisinya membelakangi pintu masuk. Tondy sudah mendekat. Dari belakang, diangkatnya kunci inggris dan dihantamkan ke kepala Anjas.

Semula aksi tersebut disangka membuat korban tak sadarkan diri. Nyatanya, Anjas bangkit dari tempat duduknya. Sambil memegang kepala yang bercucuran darah, ia berteriak: "Orang gila!"

Reaksinya seketika heran. Sosok yang menghantamnya sudah familier. Anjas tersadar orang gila yang dimaksud justru pelanggan sendiri.

Tondy mulai panik. Ia lalu menusukkan pisau ke perut korban. Anjas masih belum tumbang. Pria 45 tahun itu lari dan mencari pertolongan. Tondy ditinggal sendiri. Ia semakin panik. Tak ada pilihan selain kabur. Tapi, dekat motor miliknya sudah banyak orang mengerubungi Anjas.

Warga yang melihat Tondy kemudian mengejar. Aksi melarikan diri pun gagal. Ia ditangkap warga dan mendapatkan bogeman. "Korban teriak minta tolong habis turun dari tangga, katanya ada orang gila. Kami melihat sudah berdarah-darah. Habis itu warga kejar pelakunya, ketangkap di depan SD sana," jelas Nurhayati, saksi mata.

Anjas yang mendapatkan luka parah dilarikan ke rumah sakit. Sementara Tondy menjadi bulan-bulanan warga. Tak lama kemudian jajaran kepolisian Polresta Samarinda tiba. Pelaku diamankan.

Kepada kaltimkece.id, Tondy mengaku nekat karena tak memiliki uang memperbaiki smartphone. Ia menyangkal bila disebut punya masalah dengan Anjas. Aksi perampokan pun dilakukan karena sudah hapal situasi toko. Upaya tersebut merupakan aksi pertamanya.

"Saya enggak punya masalah, cuma malu mau minta uang sama orangtua terus. Selama ini saya pelanggan disana, jadi hapal situasinya. Saya tidak pakai narkoba seperti yang dituduhkan," ungkap Tondy.

Dikatakan Kompol Sudarsono Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Samarinda, motif aksi Tondy masih dalam penyelidikan. Sementara korban yang mengalami luka berat tengah menjalani perawatan di rumah sakit. "Sudah kami amankan, sekarang penyidik masih meminta keterangan pelaku," tegas Sudarsono.

Dari kacamata ilmiah, aksi nekat Tondy bisa dijelaskan dari sejumlah teori. Menurut Dosen Psikologi Forensik, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga atau Unair Surabaya, Margaretha, dalam ulasannya di laman resmi Unair, penyebab aksi kejahatan bisa didefinisikan lewat kajian ilmu psikologi forensik.

Ilmu psikologi forensik memiliki beberapa pendekatan teoritis. Salah satunya psikoanalisa yang dikemukakan neurologis asal Austria, Sigmund Freud, pada 1896.

Dalam perspektif psikoanalisa, salah satu dasar kejahatan adalah prinsip kesenangan. Manusia umumnya memiliki dasar biologi yang sifatnya mendesak dan bekerja meraih kepuasan sebagaimana prinsip kesenangan. Termasuk keinginan dalam hal makanan, seks, dan kelangsungan hidup yang dikelola oleh id.

Freud membagi kepribadian manusia dalam tiga unsur: id, ego, dan superego. Id merupakan bagian tidak teratur dari struktur kepribadian, mengandung insting dasar manusia. Id satu-satunya komponen kepribadian yang ada sejak lahir. Sumber dari kebutuhan, keinginan, hasrat, terutama dorongan seksual dan sisi agresif manusia.

Id berisi libido yang merupakan sumber utama kekuatan insting manusia. Tidak responsif terhadap tuntutan realitas. Bertindak sesuai prinsip kesenangan—dorongan psikis yang cenderung memotivasi keinginan mencari kesenangan dengan segera. Id yang tak terkontrol, memicu pribadinya berbuat apa saja ketika kesenangan tak bisa didapat secara legal.

Di sinilah peran superego. Pemahaman moral tentang benar dan salah merupakan dasar bagi superego berkembang. Kekuatan superego, menjadi penyeimbang atas dorongan id dalam kepribadian manusia. Superego adalah cermin dari internalisasi norma budaya, terutama atas apa yang diajarkan dan dibimbing orangtua kepada pribadi anak sejak lahir.

Menurut pandangan tersebut, kejahatan bukanlah hasil kepribadian kriminal. Melainkan kelemahan ego yang gagal menjembatani kebutuhan superego. Id yang tak terkontrol, menempatkan manusia rentan melakukan penyimpangan.

Tondy ngotot aksi nekatnya dilatarbelakangi smartphone yang tak ada dana untuk diperbaiki. Seminggu tanpa ponsel pintar memicunya berbuat di luar akal sehat. Namun, berkaca fenomena yang terjadi di seluruh dunia, aksi Tondy tidaklah mengherankan.

Penggunaan smartphone dewasa ini sudah fase mengkhawatirkan. Pemakaian berlebih terjadi di banyak tempat. Sindrom ketergantungan yang ditunjukkan menempatkan adiksi ponsel pintar mirip ketergantungan narkoba.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menggolongkan penggunaan berlebih sebagai sindrom ketergantungan. Istilah itu mengemuka sebagai pengganti kata kecanduan. Dikategorikan untuk penyalahgunaan zat seperti obat psikoaktif, alkohol, dan tembakau di bawah International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems revisi ke 10 atau disingkat ICD-10.

ICD-10 di Indonesia dikenal dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit revisi ke-10, disingkat sebagai KIP/10. Buku tersebut berisi pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal menyebabkan cedera atau penyakit, seperti yang diklasifikasikan oleh WHO. Kecanduan perilaku yang salah satunya penggunaan ponsel pintar termasuk di dalamnya.

Adiksi smartphone bisa disamakan dengan kecanduan-kecanduan zat. Obat dalam ponsel pintar adalah kebutuhan akan hiburan dan koneksi. Ricard Emanuel dalam jurnalnya berjudul "The Truth about Smartphone Addiction pada 2015, mengemukakan bahwa mahasiswa di Universitas Negeri Alabama bukanlah terjerat candu smartphone. Melainkan atas informasi, hiburan, dan konskesi personal yang difasilitasi oleh smartphone.

Baca juga:

 

Orang-orang umumnya memiliki ketertarikan terhadap hiburan yang konstan. Smartphone sejauh ini penyedia jalan tercepat, sekaligus paling mudah diakses untuk kebutuhan itu.

Hejab M Al Fawareh dan Shaidah Jusoh melakukan survei pada 2017. Hasilnya, banyak orang merasa tak lengkap tanpa smartphone mereka. Dari 66 responde, sebanyak 61,41 persen sangat setuju atau setuju dengan pernyataan: "Saya merasa tidak lengkap ketika smartphone saya tidak bersama saya." (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

 

Senarai kepustakaan
  • Cherry, Kendra. Freud and the Id, Ego, and Superego. VeryWellMind.com. Diakses 11 November 2018
  • Carlson, N. R. (1999-2000). Personality. Psychology: the science of behavior, Scarborough, Ont.: Allyn and Bacon Canada
  • Schacter, Daniel (2009). Psychology Second Edition. New York City: Worth Publishers
  • Davey S, Davey A (2014). Assessment of Smartphone Addiction in Indian Adolescents: A Mixed Method Study by Systematic-review and Meta-analysis Approach. J Prev Med.
  • Emanuel, Richard (2015). The Truth about Smartphone Addiction". College Student Journal. 49: 291
  • Al Fawareh, Hejab M. (November 6, 2017). The Use and Effects of Smartphones in Higher Education. International Journal of Interactive Mobile Technologies.

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar