Terkini

Dua Tersangka Kematian Yusuf Angkat Bicara, Siap Jalani Hukuman, Keluarga Belum Puas

person access_time 4 years ago
Dua Tersangka Kematian Yusuf Angkat Bicara, Siap Jalani Hukuman, Keluarga Belum Puas

ML dan SY saat dijemput polisi di Sekolah dan Penitipan Anak Jannatul Athfal. (wahyu musyifa/kaltimkece.id)

Kelalaian berujung petaka. Bukan hanya untuk diri sendiri. Tapi juga orang tak bersalah.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Rabu, 22 Januari 2020

kaltimkece.id Kepala Sekolah dan Penitipan Anak Jannatul Athfal, Mardiana, duduk di ambal ketika penyidik kepolisian berpakaian santai mendatangi kantornya di Jalan Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda. Sambil tersenyum tipis, sang tuan rumah mempersilakan tamu yang sejak tadi dinanti itu duduk melantai. Bertempat di ruang utama bersama dua pengasuh di sekolahnya. Rombongan dipimpin Kepala Unit Reserse dan Kriminal Polsek Samarinda Ulu, Ipda Muhammad Ridwan.

Tanpa basa-basi, maksud kedatangan tersebut langsung diutarakan. Setelah 10 menit berbincang, polisi lantas membawa dua pengasuh, ML dan SY, ke Polsek Samarinda Ulu. Keduanya dimintai keterangan soal meninggalnya mantan anak asuh mereka, Ahmad Yusuf Gozali yang jasadnya ditemukan mengapung di saluran drainase Jalan Antasari, Samarinda, 8 Desember 2019.

Selasa, 21 Januari 2020 sekira pukul 21.50 Wita, mobil minibus hitam membawa ML dan SY tiba di halaman Polsek Samarinda Ulu. Keduanya langsung digiring ke ruang penyidik. Melengkapi berita acara pemeriksaan. Kedua perempuan berkerudung itu menjawab lirih setiap pertanyaan yang diajukan awak media.

Baca juga:
 

ML yang sudah menjadi pengasuh balita selama 10 tahun tersebut bercerita bagaimana kejadian nahas itu bermula. Yusuf terakhir kali terlihat Jumat, 22 November 2019. Saat itu, dalam ruang penitipan, terdapat tujuh anak. Termasuk Yusuf yang berusia 4 tahun. Ia anak tertua di ruangan itu.

Saat itu ada dua pengasuh piket. SY bertugas menjaga bayi sedangkan ML anak-anak. Ketika mendekati waktu memandikan anak-anak, ML pergi ke kamar kecil selama lima menit. Yusuf dititipkan kepada SY.

Dalam rentang lima menit itu, Mardiana sempat menanyakan mengapa hanya satu pengasuh di ruangan. Sambil memberikan susu kepada anak, SY memberi penjelasan. Hingga tiba-tiba terdengar suara tangisan dari ruang bayi. Mendengar itu, rekannya yang baru keluar dari kamar kecil bergegas membantu membuat susu. Saat bersamaan, SY yang sedang berfokus memberi susu tak menyadari Yusuf sudah tak di tempat. Mereka baru menyadari beberapa saat setelahnya.

Saat bersamaan, pintu ruang pengawasan tertutup rapat. Namun, ada pintu penghubung ke sebelah ruang kepala sekolah yang terbuka dan langsung berhadapan pagar. Adapun, kondisi pagar bercat kuning dan hijau sudah terbuka setengah.

Di luar pagar, terbentang jalan cor beton selebar 3 meter. Hujan baru saja mengguyur kawasan tersebut. Di satu sisi jalan cor, terdapat parit sedalam sekitar 1 meter. Lebar sekitar setengah meter. Penuh dengan air.

Jarak parit dari pagar PAUD kurang lebih 10 meter. Terhubung ke parit yang lebih besar dan dalam di tepi Jalan AW Sjahranie. Jaraknya 20-an meter.

Jalan AW Sjahranie saat itu sudah terendam setinggi mata kaki orang dewasa. Salah satu dugaan yang mengemuka, Yusuf terperosok di salah satu dari dua saluran itu.

Nenek satu cucu yang sudah berprofesi sebagai pengasuh anak selama 23 tahun tersebut tak menyangka piket Jumat itu berujung tragis. Ia menyesal dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Ia pun siap menjalani proses hukum.

“Semua karena kelalaian saya,” ucap lirih SY, Selasa, 21 Januari 2020 malam di Polsek Samarinda Ulu, disambut anggukan kepala ML.

Beberapa saat sebelumnya, berdasarkan hasil uji DNA, kepolisian memastikan jasad bocah yang ditemukan di Sungai Karang Asam kecil itu identik Yusuf. “Polisi menyimpulkan Yusuf meninggal karena tercebur ke parit,” ucap Kanit Reskrim Polsek Samarinda Ulu, Ipda Muhammad Ridwan malam itu.

Setelah menguji sejumlah alat bukti, keterangan dan beberapa gelar perkara, polisi menetapkan ML dan SY sebagai tersangka. Polisi menyangka keduanya melanggar pasal 359 KUHP tentang kealpaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal tersebut berbunyi: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.

Berita itupun segera tersebar ke berbagai media sosial. Sejam setelah penjemputan dua tersangka. Orangtua Yusuf, Bambang Sulistyo dan Melisari langsung membatalkan kunjungan ke rumah rekannya di kawasan Karang Paci, Samarinda. Putar balik ke Polsek Samarinda Ulu malam itu juga.

Kehadiran mereka didampingi sejumlah kerabat. Memastikan berita sekaligus hasil uji DNA yang belum diterima. Mata keduanya sembab. Sesekali Bambang mengelus lengan istrinya sambil bercerita dengan kerabat yang menemani di ruang tunggu polsek. Keluarga mengapresiasi kinerja kepolisian dalam pengusutan meninggalnya buah hati mereka.

Walaupun ikhlas akan kepergian Yusuf, Bambang mengaku belum puas. Sebab, proses pembuktian hukum masih panjang. “Yang saya kejar bukan kepentingan pribadi. Tapi, pembelajaran kepada masyarakat. Kami menuntut kepastian hukum,” katanya. (*)

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar