Terkini

Duduk Perkara ‘Telatnya’ Autopsi Yusuf dan Respons Cepat Polisi setelah Hotman Paris Bicara

person access_time 4 years ago
Duduk Perkara ‘Telatnya’ Autopsi Yusuf dan Respons Cepat Polisi setelah Hotman Paris Bicara

Momen autopsi jasad Yusuf di kompleks pemakaman. (arditya abdul azis/kaltimkece.id)

Episode panjang penelusuran kematian Yusuf masih menyita perhatian publik.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Jum'at, 21 Februari 2020

kaltimkece.id Orangtua Ahmad Yusuf Ghazali sedikit keberatan bila disebut amat lambat mengajukan permohonan autopsi. Ayah Yusuf, Bambang Sulistyo, mengetengahkan duduk perkara sehingga jenazah putranya baru diautopsi lewat dua bulan setelah ditemukan. 

Kepada kaltimkece.id, Bambang memulai penjelasan ketika jasad Yusuf ditemukan di Sungai Karang Asam Kecil, 8 Desember 2019. Saat itu masih pukul 15.00 Wita ketika Bambang dan istrinya, Melisari, memastikan bahwa jenazah tersebut adalah Yusuf. Pada pukul 18.30 Wita, menjelang jenazah dimakamkan, beberapa petugas dari Kepolisian Resor Kota Samarinda datang. 

“Petugas itu berkata bahwa penanganan (kasus Yusuf) diambil alih Polresta Samarinda dari Polsekta Samarinda Ulu. Jenazah akan divisum (pemeriksaan luar, bukan autopsi, Red),” tutur Bambang. 

Bambang mengaku, pengetahuannya seputar autopsi masih minim waktu itu. Ia bahkan mendengar bahwa autopsi memakan waktu sebulan. Setelah sebulan itulah, jenazah baru dimakamkan. Informasi yang tidak tepat itu membuatnya menolak jenazah Yusuf diautopsi. 

Setelah beberapa pekan, Bambang baru menerima informasi yang jelas seputar autopsi. Ditambah lagi, beberapa hari setelah jasad Yusuf ditemukan, banyak kejanggalan ditemukan. 

Pada mulanya, orangtua Yusuf juga menduga bahwa anak mereka tercebur ke parit di PAUD Jannatul Athfaal, Jalan AW Sjahranie, Samarinda Ulu. Dugaan ini seragam dengan kesimpulan sementara kepolisian. Namun demikian, ada yang janggal menurut Bambang. Yusuf adalah anak yang tidak suka tempat basah, lembab, dan berpasir. Sukar memercayai Yusuf keluar dari PAUD yang baru diguyur hujan hingga ke parit.

Bambang juga mengatakan, sudah tujuh kali menelusuri saluran drainase yang diduga tempat Yusuf terperosok. Dari pengamatannya bersama tim relawan, kecil kemungkinan Yusuf hanyut hingga 5 kilometer. Selain kondisi drainase, parit di sekitar Universitas 17 Agustus 1945 agak tinggi.

“Mengapa pula tidak ada yang mencium bau selama 16 hari Yusuf menghilang?” 

Dari situlah permintaan autopsi diajukan kepada Kepolisian Daerah Kaltim. Permohonan itu pun, sambung Bambang, tak begitu saja disetujui.

“Mereka (Polda) berkoordinasi dulu dengan Polresta Samarinda dan Polsekta Samarinda Ulu. Surat itu (permohonan autopsi) diberikan ke Polda Kaltim tiga pekan sebelum autopsi,” jelasnya. 

Dalam permohonannya, Bambang meminta ahli forensik Komisaris Besar Dr dr Sumy Hastry Purwanti DFM SpF yang memeriksa. “Kami tahu dokter itu dari Youtube,” sambungnya.

Seturut itu, ibunda Yusuf, Melisari, terbang ke Jakarta untuk menemui pengacara tenar Hotman Paris Hutapea. Hanya hitungan hari selepas video Hotman viral, polisi mengautopsi jenazah dan menurunkan anjing pelacak. 

Menurut Bambang, ia telah meminta polisi mengerahkan anjing pelacak sejak pertama kali Yusuf menghilang. Kepadanya, Polresta Samarinda menjelaskan, anjing telah mati. Ada satu ekor tapi khusus untuk kasus narkoba. 

“Dari dulu permohonan anjing pelacak ini tak ditanggapi,” jelas Bambang.

Ia bersyukur setelah bertemu Hotman Paris, polisi merespons dengan cepat. Anjing pelacak dari Polda Kaltim juga sudah diturunkan.  

Keadilan dalam Hukum

Penanganan kasus Yusuf mendapat perhatian pengamat hukum dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah. Menurutnya, setiap warga negara harus diperlakukan setara di muka hukum. Hal itu sesuai asas equality before the law yakni persamaaan perlakuan dalam proses hukum, tanpa terkecuali. Asas ini secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 maupun Pasal 7 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia.

Dalam kasus Yusuf, kata pria yang akrab disapa Castro ini, ada kecenderungan respons berbeda dari kepolisian. Terutama selepas orangtua Yusuf menemui Hotman Paris. 

“Semestinya penyidik bekerja on the track berdasarkan tugas dan tanggung jawab. Bukan karena nama Hotman,” tambah Castro.

Ia menyarankan kepolisian bekerja profesional dalam menangani kasus. Dengan demikian, rasa keadilan publik, terutama keluarga korban, dapat terpenuhi. 

Baca juga:
Menelusuri Kematian dari Rangka, Bagaimana Ilmu Forensik Bisa Menguak Misteri Yusuf

“Kalau kepolisian bekerja atas dorongan dari pihak tertentu, hukum tidak hanya diskriminatif dan bertentangan dengan asas equality before the law, tetapi berpotensi dijadikan bisnis pesanan kasus. Itu bahayanya,” terang Castro.

Kapolresta: Kami Profesional

Kapolresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arif Budiman, membantah bahwa polisi bekerja karena viralnya video Hotman Paris. Menurut Kombes Arif, kepolisian bekerja profesional untuk mengungkap kasus Yusuf. Kepolisian juga telah bekerja sesuai prosedur operasi standar. 

"Dari awal jenazah ditemukan, kami telah meminta keterangan dokter forensik dari RSUD Abdul Wahab Sjahranie,” terang Kapolresta. Kepolisian bahkan menetapkan dua tersangka, yakni pengasuh PAUD, atas sangkaan kelalaian yang menyebabkan nyawa orang lain hilang.

“Bahkan untuk mendalami kasus ini, kami datangkan ahli forensik terbaik dari Mabes Polri,” terangnya.

Mengenai permohonan autopsi yang diajukan belakangan oleh keluarga Yusuf, Kombes Arif dapat memakluminya. Ia tak berkomentar ketika ditanya apakah permohonan yang diajukan belakangan itu menyulitkan kinerja penyidik atau tidak.

“Kami tetap akomodasi itu,” tutupnya. (*)

 

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar