Terkini

Fakta Pilu Tiga Jenazah yang Dikubur Bersamaan di Samarinda

person access_time 5 years ago
Fakta Pilu Tiga Jenazah yang Dikubur Bersamaan di Samarinda

Foto: Dokumentasi Mulyadi

Dua pria paruh baya meregang nyawa karena hidup sebatang kara. Seorang bayi mungil hanya hidup sesaat karena orangtuanya tak memiliki dana ke rumah sakit.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Minggu, 20 Januari 2019

kaltimkece.id Mulyadi, 36 tahun, seketika bangkit dari tempat duduknya. Sebuah kabar didapatinya dari post di grup Facebook, Bubuhan Samarinda atau Busam. Selasa Malam, 1 Januari 2019, salah satu akun warganet menyebut seorang pria tua terlantar. Dalam keadaan sakit, ia tergeletak di sebuah ruko, kompleks Citra Niaga, Samarinda.

Melihat kabar di media sosial, segera saja hati Mulyadi tergerak. Ia langsung menuju alamat yang disampaikan. Saat ditemui, tampak seorang kakek sudah lemah menahan sakit. Warga tak dapat berbuat banyak. Bingung pria tua itu harus dibawa kemana. Tak ada pula identitas untuk jadi petunjuk.

Pria paruh baya tersebut mengaku bernama Yusuf asal Bone, Sulawesi Selatan. Tak ada keluarga di Samarinda.

Baca juga:
 

Mulyadi mengambil keputusan. Yusuf dilarikan ke rumah sakit Samarinda Medika Citra (SMC) di Jalan Kadrie Oening, Kelurahan Air Hitam, Samarinda Ulu. "Warga bingung mau dibawa kemana kakek ini. Karena kalau dibawa ke rumah sakit, mereka tidak ada dana. Saya langsung bilang, biar saya yang cari dana. Kakek Yusuf ini saya bawa ke rumah sakit SMC," kata Mulyadi yang akrab disapa Ogi, kepada kaltimkece.id, Sabtu malam 19 Januari 2019.

Setelah menjalani perawatan, dokter menyebut Yusuf mengalami infeksi di bagian paru-paru. Pria 63 tahun inipun harus rawat inap. Biaya perawatan cukup besar. Mulyadi lalu meminta pertolongan sumbangan di Busam. Hasil yang didapatkan cukup menebus biaya perawatan Yusuf.

"Alhamdulillah, banyak yang respons sampai datang menjenguk. Dana yang didapat sekitar Rp 10 juta. Semua dibayarkan untuk biaya di rumah sakit," kata Mulyadi.

Satu minggu Yusuf menjalani rawat inap. Mulyadi kemudian membawanya ke penampungan orang terlantar di Rumah Singgah Borneo, Kelurahan Bugis, Samarinda Kota. Namun setelah tiga hari, ia harus dilarikan lagi ke rumah sakit.

Saat Yusuf menjalani perawatan, Mulyadi kembali mendapat kabar seorang warga terlantar dalam keadaan sakit. Lagi-lagi informasi itu ia dapatkan dari Busam.

Pada 12 Januari 2019, Mulyadi langsung mendatangi tempat orang terlantar ditemukan. Sosok pria tua itu berada tak jauh dari tempat Mulyadi pertama menemukan Yusuf. Ia juga tergeletak di depan ruko.

"Namanya Pak Deny. Saya langsung panggil ambulan milik kenalan saya. Pak Deny saya bawa ke rumah sakit SMC," kata Mulyadi.

Deny diperkirakan berumur 60 tahun. Ia warga Malang, Jawa Timur. Sama seperti Yusuf, Deny tinggal di Samarinda sebatang kara. Menjalani hidup dengan berpindah-pindah tempat.

Hidup menggelandang sudah Deny jalani 20 tahun. Ia telah berpisah dari istri dan anaknya. Perawatan di rumah sakit harus dijalani karena penyakit TBC. "Setelah pisah sama istrinya, anak dan keluarganya kembali ke Jawa. Dia di sini sendiri," kata Mulyadi.

Mulyadi mencoba mencari keluarga Deny dengan membuat post di Busam. Sekitar satu jam, kabar Mulyadi mendapat respons dari anak Deny yang sudah lama mencarinya. Anaknya tersebut berada di Malang. "Saya dihubungi sama anak Pak Deny. Dia di Malang. Sudah lama mencari tidak ketemu selama 20 tahun. Anaknya pisah dari Pak Deny saat masih berumur 5 tahun," kata Mulyadi.

Melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, Mulyadi mempertemukan Deny dengan sang anak lewat video call. Bahagia terpancar di raut wajah Deny. Sudah begitu lama tak bertatap muka dengan sang anak. "Si anak baru bekerja dan tidak punya biaya datang ke sini," tambah Mulyadi.

Seiring berjalannya waktu, Mulyadi tak sedikitpun lelah merawat Yusuf dan Deny. Pada 15 Januari 2018, setelah satu minggu dirawat di rumah sakit, kondisi Yusuf membaik. Ia akhirnya diperbolehkan rawat jalan.

Yusuf kembali dibawa ke rumah Singgah Borneo. Mulyadi sendiri yang merawatnya. Sementara, Deny masih belum pulih dalam perawatan di rumah sakit.

Tanggung jawab Mulyadi tak sampai disitu. Pada 17 Januari 2019, hatinya kembali tergerak setelah menemukan warga yang juga kesusahan. Kembali dari kabar di Busam, seorang wanita harus melahirkan di rumah lantaran tak memiliki biaya bersalin ke rumah sakit. Sang ibu adalah perempuan berinisial SF, baru berusia 18 tahun, warga Kelurahan Sungai Pinang.

FS harus melahirkan bayi dalam keadaan prematur. Seharusnya mendapat perawatan medis, karena tak memiliki biaya, terpaksa hanya dirawat di rumah. "Saat saya datang ada kedua orangtuanya. Lahirnya bayi dalam keadaan prematur, delapa bulan."

"Seharusnya setelah lahir itu harus dapatkan perawatan. Karena dirawat di rumah aja, bayi enggak ada suara tangisannya. Wajahnya mulai membiru. Setelah saya datang, langsung saya bawa juga ke rumah sakit," kata Mulyadi.

Kamis malam itu, bayi langsung mendapatkan perawatan. Kondisinya mulai membaik. "Saya keluarkan uang sejuta buat penanganan bayi. Kata dokter, Insha Allah bayi selamat," kata Mulyadi.

Jumat siang 18 Januari 2019, ketika Mulyadi sedang bepergian dengan seorang donatur untuk memberikan bantuan ke panti asuhan, ponselnya bordering. Suara dari sambungan telepon berasal dari pihak rumah sakit. Deny dikabarkan meninggal dunia.

Tak sampai di situ, saat di perjalanan menuju rumah sakit, telepon Mulyadi kembali berdering. Sekali lagi kabar duka diterimannya. Petugas di Rumah Singgah Borneo, mengatakan Yusuf mendadak kritis karena sesak napas. Ia tak tertolong dan akhirnya meninggal dunia. 

"Saya sedih. Soalnya saya yang rawat setiap hari. Saya yang jengukin. Sampai handphone saya ini rasanya mau saya banting karena telepon itu," ungkap Mulyadi.

Mulyadi kemudian mengurus Jenazah Yusuf dan Deny. Keduanya dimakamkan hari itu juga. Saat sedang mengurus pemakaman, telepon kembali berbunyi. Pihak rumah sakit kembali memberi kabar duka. Bayi prematur yang ia tolong meninggal dunia setelah melalui masa kritis akibat gangguan pernapasan.

Sekitar pukul 20.00 Wita, jenazah Deny, Yusuf, dan bayi yang belum memiliki nama itu, dimakamkan bersamaan di pemakaman Jalan sentosa, Kecamatan Sungai Pinang.

"Saya sampaikan juga ke anak Pak Deny kalau Pak Deny sudah meninggal. Sedih pasti. Tapi Alhamdulillah sebelum meninggal saya merasa berhasil mempertemukan mereka meski hanya lewat video call."

"Kalau keluarga Pak Yusuf enggak berhasil ditemukan. Jadi, mereka dimakamkan ditempat yang sama. Adek bayi dimakamkan di sana juga karena orangtuanya menguburkan di sana."

Mulyadi memang biasa membantu dan mengurus warga terlantar yang tak memiliki keluarga ataupun tempat tinggal. Hati Mulyadi selalu tergerak karena alasan kemanusiaan. Kebiasaan mulia itu sudah dilakoninya sejak 2016.

Baca juga:
 

Mulyadi juga tak jarang membantu warga miskin yang kesusahan berobat. Biasa cukup menggunakan dana pribadi. Namun jika perlu ongkos cukup besar, ia sering melakukan galang dana. Sumbangan biasanya didapat dari pengguna media sosial via Busam.

Karena kontribusinya terhadap warga terlantar, Mulyadi juga mendapat kerja sama bantuan dari salah satu perusahaan ritel di Samarinda. Sudah puluhan warga terlantar yang ia bantu.

"Semua atas dasar kemanusiaan saja. Saya tidak bisa melihat orang menderita seperti itu. Makanya kalau ada kabar orang terlantar yang sakit, saya upayakan mereka bisa berobat" kata Mulyadi.

Mulyadi menyebut diri sebagai relawan. Tak harus bergabung dalam organisasi maupun komunitas untuk menyelamatkan jiwa-jiwa terlantar. Sekali lagi, semua demi kemanusiaan. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar