Terkini

Hakim Tolak Praperadilan Dua Mahasiswa Tersangka Unjuk Rasa Omnibus Law di Samarinda

person access_time 3 years ago
Hakim Tolak Praperadilan Dua Mahasiswa Tersangka Unjuk Rasa Omnibus Law di Samarinda

Praperadilan tersangka unjuk rasa Omnibus Law di PN Samarinda. (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

FR dan WJ ditetapkan tersangka pada Jumat, 6 November 2020, oleh Satreskrim Polresta Samarinda.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Jum'at, 18 Desember 2020

kaltimkece.id Gugatan praperadilan yang diajukan dua mahasiswa berstatus tersangka dengan inisial FR (24) dan WJ (22) ditolak. Kamis sore, 17 Desember 2020 sidang putusan terhadap praperadilan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

Dua mahasiswa tersebut berasal dari dua perguruan tinggi berbeda di Samarinda. Tersangka FR merupakan mahasiswa Politeknik Negeri Samarinda, Jurusan Teknik Elektro. Sedangkan tersangka WJ merupakan mahasiswa Universitas Mulawarman, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol).

Keduanya adalah peserta unjuk rasa di depan gedung DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda yang berujung ricuh pada Jumat, 5 November 2020.

Massa unjuk rasa menamakan diri Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang per 2 November lalu telah resmi menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020.

FR dan WJ ditetapkan tersangka pada Jumat, 6 November 2020, oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Samarinda. FR diduga membawa senjata tajam (sajam) berupa badik saat kericuhan unjuk rasa. Polisi mengamankan barang bukti badik sepanjang 25 sentimeter. Ia dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Darurat nomor 12 tahun 1951.

Sedangkan WJ ditetapkan tersangka setelah diduga melakukan penganiayaan dengan melempar batu ke dalam halaman kantor DPRD Kaltim hingga melukai seorang anggota polisi. Diperkuat bukti-bukti yang dikumpulkan kepolisian berupa foto dan video. Dikenakan Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.

Persidangan praperadilan keduanya berlangsung bersamaan di ruangan berbeda. Hakim Tunggal, Agung Sulistiyono, memutuskan atas perkara terdakwa WJ dan Yoes Hartyarso memutuskan perkara atas terdakwa FR. Masing-masing hakim tunggal dalam amar putusannya, menyampaikan hasil pertimbangan dari kesimpulan dalam serangkaian fakta persidangan. Bahwa penetapan dua tersangka oleh Satreskrim Polresta Samarinda, dinyatakan sah dan dilakukan menurut prosedur berlaku.

"Menimbang, berdasarkan bukti surat penggunaan kewenangan penyidik dalam melakukan tindakan penahanan terhadap tersangka WJ dengan dugaan melakukan tindak pidana penganiayaan, masih memenuhi ketentuan hukum. Seperti apa yang menjadi syarat dan cara penggunaan penahanan oleh penyidik," ucap Hakim Tunggal Agung Sulistiyono saat membacakan amar putusan.

Menurut hakim, para pemohon praperadilan tidak bisa membuktikan adanya anggapan tidak sahnya penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka dalam kasus yang menjerat kedua mahasiswa tersebut. Sehingga, hakim tunggal menimbang berdasarkan fakta persidangan di atas. Dengan menyatakan alasan-alasan dalam sidang praperadilan yang diajukan kedua pemohon, dinyatakan tidak beralasan dan ditolak.

"Mengadili, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Dengan membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah Rp 5 ribu. Demikian diputuskan pada hari ini," jelas Agung Sulistiyono sembari mengetuk palu.

Dengan demikian, perkara kedua mahasiswa tersebut dilanjutkan ke tahap sidang pokok perkara. Dan akan naik status dari tersangka menjadi terdakwa dalam persidangan yang akan segera digelar dalam waktu dekat.

Kuasa Hukum WJ, Indra, mengungkapkan kekecewaan atas putusan hakim tunggal. Menurutnya, berkas kesimpulan dalam fakta persidangan yang telah diajukan kepada hakim tunggal tidak dijadikan pertimbangan dalam memutuskan perkara.

"Tentu kami kecewa, dalam pertimbangan yang kami ajukan, sebagaimana yang tertuang dalam permohonan praperadilan. Kami sangat berkeyakinan terdapat cacat formil dalam administrasi penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka ditolak hakim," ucap Indra ditemui setelah persidangan.

Indra kembali menjelaskan jika tindakan pelemparan yang dilakukan kliennya pada kericuhan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja di DPRD Kaltim adalah spontanitas. "Itu reaksi terhadap mobil water cannon, termasuk gas air mata. Mereka bereaksi secara spontan, bukan sesuatu yang disengaja atau direncanakan. Jadi, sekali lagi saya katakan, yang dilakukan peserta unjuk rasa penolakan Omnibus Law di Kantor DPRD Kaltim pada 5 November lalu, adalah spontanitas tanpa disengaja," tegas Indra.

Walau begitu, Indra mengaku sangat menghormati apa yang menjadi keputusan hakim tunggal di persidangan. Kini ia akan berfokus menghadapi sidang pokok perkara. "Maka selanjutnya kami akan kawal di persidangan pokok perkara yang akan di PN Samarinda."

Sementara itu, Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bernard Marbun selaku kuasa hukum tersangka FR mengatakan bahwa hakim tunggal tak menjadikan kesimpulan yang telah ia ajukan sebagai alat pertimbangan dalam memutuskan perkara ini. Menurutnya, hakim tunggal hanya beracuan dengan hukum acara pidana dan perkap kepolisian.

"Yang dipertimbangkan adalah dua alat bukti dari keterangan saksi yang berangkat dari pada kepolisian. Padahal kita ketahui bersama, bahwa pada saat kejadian 5 November 2020, itu tidak hanya ada kepolisian saja di situ. Ada masyarakat umum di situ. Seharusnya, saksi itu diisi oleh masyarakat umum, kalau memang terjadinya sebuah tangkap tangan," ucap Bernard Marbun.

Dari dua alat bukti termohon yang dijadikan acuan hakim tunggal di dalam persidangan adalah berkas laporan polisi hingga berkas dari keterangan saksi di berita acara pemeriksaan (BAP). Yang notabenenya seluruh keterangan diisi oleh anggota polisi.

"Harusnya Hakim juga melihat ini, apakah di situasi unjuk rasa seperti itu diperkenankan hanya polisi saja yang menjadi saksi. Kenapa tidak dari masyarakat umum. Kalau seperti ini kan sangat rentan tidak objektif dan tidak netral," jelas Bernard.

Bernard dan Tim LBH tengah mempersiapkan diri menghadapi sidang pokok perkara yang akan digelar dalam waktu dekat. "Untuk sidang pokok perkara, kita sudah tau inti dari Berita Acara Pemeriksaan Saksi. Jadi tim akan rembuk dulu nanti ini dan kita paparkan ulang isi dari BAP itu. Dari situ kita akan memperkuat dari saksi-saksi yang bisa memperkuat kita. Untuk membantah keterangan saksi dari kepolisian itu sendiri," pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

Ikuti berita-berita berkualitas dari kaltimkece.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar