Terkini

Ibu, Kenapa Kau Bunuh Aku?

person access_time 5 years ago
Ibu, Kenapa Kau Bunuh Aku?

Foto: Giarti Ibnu Lestari/kaltimkece.id

Banyak kejanggalan dalam kematian bayi. Kebenarannya sungguh mengejutkan. 

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Jum'at, 11 Januari 2019

kaltimkece.id Ustaz Yunus seketika bangkit dari tempat duduknya ketika membaca sebuah kabar di laman Facebook. Rabu malam, 9 Januari 2019, akun seorang perempuan meminta pertolongan untuk menguburkan bayinya. Permintaan itu diunggah di grup Facebook Bubuhan Samarinda atawa Busam.

Yunus memang biasa membantu mengurus pemakaman. Ia kerap dipanggil mendoakan hingga menuntun ke pemakaman. Jasanya akrab dengan warga sekitar pesantren tempatnya tinggal di Kelurahan Gunung Lingai, Samarinda Utara. Melihat postingan di Facebook, segera saja hatinya tergerak. Permintaan langsung direspons. Yunus mengirimkan pesan pribadi. Dari situ, seorang perempuan memohon bayi dikuburkan pada Kamis pagi, 10 Januari 2019.

Yunus tiba pukul 07.45 Wita. Alamat perempuan itu di Jalan Pramuka 6, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu. Orangtua mendiang tinggal di sebuah indekos putri. Namun, setibanya di sana, Yunus terheran-heran. Di rumah sewa berwarna oranye itu, tak satu pun keluarga maupun tetangga yang melayat. Lekas-lekas Yunus menemui ibu si bayi. Seorang perempuan muda yang berinisial Fd.

Kepada Yunus, Fd mengaku belum melaporkan kematian bayinya kepada ketua RT setempat. Yunus segera curiga. Ia menolak membantu. Yunus memilih menemui Hamsyi Djamhari, ketua RT 30 di kawasan tersebut. Ia menyampaikan kejanggalan yang baru ditemuinya. Hamsyi tak kalah terkejut. Ada warga meninggal tanpa sepengetahuannya. Mereka kemudian mendatangi indekos putri tersebut. Pak RT menanyai beberapa warga namun tak ada yang tahu kabar meninggalnya bayi.

"Yang di sebelah indekos pun, saya tanya, tidak ada yang tahu," sebut ketua RT berusia 70 tahun itu kepada kaltimkece.id.

Melahirkan Tanpa Bantuan

Fd adalah mahasiswa berusia 22 tahun. Dia melahirkan bayinya di kamar indekos sekitar pukul 15.00 Wita, Rabu, 9 Januari 2019. Persalinan berjalan tanpa bantuan orang lain. Penyebab bayi meninggal, aku FD saat itu, karena posisi bayi dalam keadaan sungsang atau terbalik. Seharusnya, bayi berada dalam posisi kepala menghadap bawah dan kaki di atas.

Dalam persalinan mandiri itu, melahirkan berjalan cukup lama. Bayi sukar keluar. FD kemudian menarik darah dagingnya dengan paksa. Ketika jabang bayi di genggaman, tak ada suara terdengar. Bayi berjenis kelamin perempuan itu, katanya, sudah tak bernapas.

Persalinan Fd terkesan ditutupi dan mencurigakan. Hamsyi lalu menanyakan ayah sang bayi. Demikian juga status perkawinan Fd. Perempuan yang juga mahasiswi di sebuah universitas swasta itu mendaku telah menikah. Suaminya berinisal Sh, seorang oknum polisi. Sh belakangan diketahui bertugas di Nunukan, Kalimantan Utara.

"Terus saya tanya lagi, mana surat menikahnya? Di kampung, bilangnya," ucap Hamsyi menirukan pembicaraan dengan Fd.

Sebagai ketua RT, Hamsyi mencoba menghubungi orangtua Fd. Namun, Fd berkelit. Ia mengaku tak memiliki nomor telepon kedua orangtuanya. FD hanya mengatakan bahwa ia berasal dari Nunukan. Namun, ketika diminta kartu identitas, lagi-lagi tak dapat menunjukkan. FD seringkali tampak kebingungan.

"Seperti menyembunyikan sesuatu. Jadi, kata saya, kalau enggak punya KTP, mana KTM (kartu tanda mahasiswa) kamu? Enggak bisa juga menunjukkan," sambung Hamsyi. Ketua RT lalu meminta Fd menghubungi pria yang diakuinya sebagai suami. Melalui sambungan telepon, Hamsyi kembali menginterogasi pria tersebut. Dalam percakapan, pria di ujung sambungan membenarkan Fd adalah istrinya. Anehnya, si suami juga tak dapat membuktikan. Foto buku nikah yang diminta melalui aplikasi WhatsApp, tidak diberikan. Ia berdalih buku nikah ada di kampungnya.

Hamsyi semakin curiga. Setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada pria itu, selalu dijawab terbata-bata. Beberapa pertanyaan bahkan tak dijawab. Ustaz Yunus yang ikut mendengar turut berprasangka. Pengakuan Fd kian meragukan setelah Hamsyi menanyakan profesi Sh. Dengan nada ragu, pria tersebut mengaku sebagai anggota kepolisian. Namun, lokasi bertugasnya di Malinau, Kaltara.

“Jadi saya tanya lagi, dari pengakuan Fd, dia polisi di Nunukan. Jawaban dia, Nunukan dan Malinau berdekatan. Di situ bikin saya tambah bingung."

Fd sempat menentang ketika Hamsyi berencana melaporkan kematian sang bayi ke polisi. Perempuan itu juga memarahi Yunus karena melaporkan kejadian tersebut kepada Hamsyi.

"Kami cari nomor pemilik indekos. Ternyata pemiliknya di Anggana. Katanya Fd tinggal baru dua bulan. Selama tinggal itu pun, tidak ada juga melapor ke saya. Saya tahu orangnya pun, saat kejadian ini," tambah Hamsyi.

Kebenaran Terbongkar

Polsekta Samarinda Ulu yang tiba di lokasi hari itu juga, langsung memeriksa. Jenazah bayi di kamar lantai dua itu, ditemukan di kasur berbalut selimut, berpakaian, dan mengenakan topi. Seperti bayi yang baru lahir pada umumnya. Tidak ada barang mencurigakan di dalam kamar Fd. Perlengkapan bayi pun ada. Jabang bayi beserta sang ibu kemudian dibawa ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Fd menjalani perawatan karena mengalami pendarahan.

Wono, 74 tahun, adalah warga yang tinggal tepat di samping indekos. Kepada kaltimkece.id, dia mengaku sama sekali tak mendengar proses melahirkan Fd. Tak ada pula petugas kesehatan datang ke indekos tersebut. "Yang saya ketahui, bayinya lahir di indekos dan telah meninggal. Kalau saya memang jarang ngobrol dengan penghuni di sini. Tapi yang saya ketahui ada sekitar tujuh penghuni," ucapnya.

Kepolisian Samarinda bekerja cepat. Hasil autopsi menyimpulkan, penyebab utama kematian bayi karena kehabisan napas. Hal itu diketahui dokter forensik RSUD AW Sjahranie dari kondisi paru-paru. Ketika dimasukkan ke air, paru-paru mengambang yang berarti bayi sempat hidup. 

Fd pun segera diperiksa di Mapolresta Samarinda, Jumat, 11 Januari 2019 atau sehari setelah dirawat di RSUD AW Sjahranie. Di muka penyidik, Fd memberikan pengakuan mengejutkan. Perempuan berkulit putih itu mengatakan membekap mulut bayinya. Fd menggendong anaknya lalu membekap mulut bayi dengan tangan kiri. Bayi itu tak bisa bernapas. Insan mungil yang tak berdosa itu pun menuju nirwana. 

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, Satuan Reskrim Polresta Samarinda, Inspektur Dua Bunga Tri Yulitasari, mengatakan bahwa Fd diancam hukuman yang sangat berat. Mahasiswi itu dijerat Pasal 80 ayat 3 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman adalah 15 tahun penjara. Sedangkan Sh, ayah bayi tersebut, kini diperiksa di Polres Nunukan, Kaltara, tempat ia bertugas.

Kisah Cinta

Menurut kartu identitasnya, Fd adalah mahasiswi asal Penajam Paser Utara. Calon sarjana pendidikan itu mengaku masih mengerjakan tugas akhir. Hubungan dengan Sh, polisi yang bertugas di Nunukan, Kaltara, telah terjalin sejak Februari 2018 silam. Namun, jarak Nunukan dan Samarinda teramat jauh. Untuk memupus rindu, mereka menggunakan fasilitas panggilan video. 

Tibalah sebulan setelah menjalin hubungan, kekasih Fd datang ke Kota Tepian. Mereka bertemu di indekos Fd, sebelumnya di Jalan Gelatik, Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang. Di kamar sewa itulah, Fd dan Sd melakukan hubungan layaknya suami-istri. Fd pun berbadan dua. Dia sempat pulang ke kampung halaman. Orangtuanya menanyakan mengenai perutnya yang membesar.

“Dia (Fd) bilang, baru selesai makan,” terang Kepala Unit PPA Satreskrim Polresta Samarinda, Ipda Bunga Tri Yulitasari, menjelaskan pengakuan Fd. Adapun petunjuk lain yang menguatkan dugaan pembunuhan, ditemukan dalam percakapan Fd dengan kekasihnya. Dalam pesan percakapan singkat itu, Fd menulis, “Aku bunuh." (*)

Editor: Bobby Lolowang, Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar