Terkini

Jamaah Perempuan Turun Drastis setelah Penganiayaan di Masjid

person access_time 5 years ago
Jamaah Perempuan Turun Drastis setelah Penganiayaan di Masjid

Foto: Repro Facebook

Efek domino penganiayaan mahasiswi 20 tahun di Masjid Al Istiqomah langsung terasa. Hampir tak ada perempuan menunaikan salat di masjid tersebut.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Selasa, 01 Januari 2019

kaltimkece.id Penyerangan terhadap Merrisa Ayu Ningrum di Masjid Al Istiqomah, Jumat 28 Desember 2018, belum menemui kejelasan. Sampai 2018 berakhir, pelaku penganiayaan belum tertangkap.

Kepolisian masih memburu pelaku yang diketahui bernama Muhammad Juhairi itu. Tim telah dibentuk Polresta Samarinda. Terdiri dari Satreskrim Polres dan Polsek jajaran. Koordinasi juga melibatkan Polda Kaltim dan Polsek Sangasanga.

"Opsnal Reskrim dan Polsek jajaran masih bergerak mencari pelaku. Dari informasi yang kami dapatkan, pelaku warga Sangasanga. Tentu kami juga koordinasi dengan Polsek setempat, serta Polda Kaltim," ucap Wakasat Reskrm Polresta Samarinda, AKP Triyanto, Minggu 30 Desember 2018.

Tindak pidana menjerat pelaku adalah dugaan perkara penganiyaan. Termasuk percobaan pencurian dengan kekerasan. Saat ini kepolisian fokus menangkap pelaku terlebih dahulu. "Keberadaanya masih kami lacak," tegasnya.

Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Sudarsono yang ditemui kaltimkece.id di halaman markas Polresta Samarinda, Senin 31 Desember 2018, telah mendalami karakter pelaku. Informasi yang diperolehnya, Juhairi orang yang tidak banyak bicara. “Warga sekitar tempat dia tinggal bilang baik-baik saja. Tapi infonya banyak utang,” sebut Sudarsono.

Meski begitu, Juhairi diakui cukup licin. Seperti belut yang sulit diburu. Keberadaannya berpindah-pindah. Sangasanga, Loa Kulu, kemudian Begkuring di Samarinda Utara, adalah tempat-tempat yang diduga telah disinggahi selama pelarian. “Bisa jadi sembunyi di kediaman rekannya,” kata dia.

Tuntut Tanggung Jawab Pengurus Masjid

Majelis Ulama Indonesia atau MUI Samarinda sampai angkat bicara. Menurut Ketua MUI Samarinda Zaini Naim, kejadian dalam masjid yang terletak di Jalan Antasari, Kelurahan Teluk Lerong Ulu, Sungai Kunjang, tersebut merupakan kelalaian pengurus. Membiarkan orang tak dikenal menginap dengan maksud tak jelas adalah tindakan berisiko.

"Jadi pelajaran kita semua, terutama pengurus masjid maupun langgar. Masjid dan langgar itu rumah ibadah, rumah Tuhan. Harus dijaga keamanan dan kebersihannya," sebut dia, Minggu 30 Desember 2018.

"Orang yang tidak bersih tidak boleh masuk. Kalau dia masuk harus salat dua rakaat dulu. Itu untuk kesuciannya, dalam artian batinnya."

Tidur di masjid sebetulnya bukan larangan selama yang dilakukan i'tikaf. Pengurus masjid harus mengawasi jamaah yang melakukan i'tikaf. "Harus benar-benar ibadah. I'tikaf itu tidak ada yang lain selain kepada Tuhan. Mulai salat, membaca Alquran, dzikir—ada aturannya," kata Naim.

"Saya dengar pelaku sudah sering tidur di masjid itu. Pengurus harus bertanggung jawab. Ini atensi bagi seluruh pengurus masjid agar tidak lalai dan menjaga kebersihan serta keamanan masjid."

Pengurus Masjid Masjid Al Istiqomah mengaku kecolongan. Kehadiran Juhairi sejak 21 Desember 2018 ibarat buah simalakama. Musafir dan jemaah dari luar Jalan Antasari biasa dijumpai. Di sisi lain, sebagai fasilitas umum untuk umat, kehadiran siapapun ke masjid tak dapat ditolak.

Awalnya, Juhairi mengaku sebagai musafir. Ia meminta diberikan tempat bernaung. Sebagai muslim, pengurus masjid menyambut terbuka. Jamaah tinggal menjaminkan kartu identitas sebagai persyaratan.

"Mana bisa kami menolak. Orang kehabisan ongkos, kelelahan di jalan, entah belum sampai tujuan. Kami menerima selagi ada identitas jelas," ungkap Muhammad Elansyah, ketua pengurus masjid.

Meski begitu, ketentuan masjid tetap melarang musafir tinggal dalam waktu lama. Hal itu demi menjaga keamanan. Dalam kasus Elansyah memang ada pengecualian. Keberadaannya selama sepekan, disebabkan bagian kebersihan masjid sedang sakit.

Kehadiran Juhairi pun dibutuhkan sebagai pengganti sementara. Ia sendiri pula yang menawarkan. Dengan begitu, pria 45 tahun itu bisa mendapat imbalan dan menggunakannya untuk melanjutkan perjalanan. Dengan pertimbangan itu, pengurus menerima opsi tersebut.

"Awalnya baik saja. Lima waktu dia ikut salat. Sampah dibuang semua. Sampai baju bersih saya berikan untuk salat. Enggak ada kecurigaan," ungkap Elansyah.

Kecolongan atas aksi sadis Juhairi yang terekam CCTV hingga viral di media sosial, menjadi sesal mendalam. Padahal sebelumnya, pengurus menerapkan kebijakan melarang jamaah bermalam di masjid.

"Kami pernah menerapkan setelah salat kami kunci. Bahasa dari masyarakat yang timbul enggak enak, masa orang salat dibatasi? Kami pengurus serba salah. Menyediakan satpam menjaga 24 jam enggak sanggup. Duit dari mana? Status menjadi masjid saja baru genap setahun."

Meski demikian, pengurus bersyukur sempat menyematkan CCTV di sejumlah titik. Kamera pengintai berperan membatasi kejahatan. Kebijakan jaminan KTP yang diberlakukan, juga berkontribusi membantu kepolisian.

Aksi penganiayaan di masjid itu pun terekam dalam berdurasi 3 menit 15 detik yang tersebar di dunia maya. Kejadian pada Jumat 28 Desember 2018, sekitar pukul 14.40 Wita.

Baca juga:
 

Dari rekaman CCTV, seorang perempuan 20 tahun bernama Merissa Ayu Ningrum, tengah menjalankan salat zuhur. Tiba-tiba dari arah belakang, sesosok pria memukul bagian belakang kepalanya menggunakan balok. Saat mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta itu tersungkur, pria tersebut kembali melayangkan balok ke arah wajah. Korban tetap sadar. Pelaku akhirnya melarikan diri.

Pelaku pemukulan kemudian diketahui bernama Muhammad Juhairi. Diketahui setelah KTP pelaku tersebar di media sosial. Juhairi merupakan warga Sangasanga, Kutai Kartanegara.

Akibat kejadian itu, dampaknya begitu terasa untuk masjid. Langgar yang diresmikan menjadi masjid sejak 8 Desember 2017 tersebut, kehilangan banyak jamaah perempuan. Tak sedikit yang takut salat disana. "Kalau jamaah laki-laki tidak berkurang . Yang drastis jamaah perempuan. Hampir tidak ada," ungkap Elansyah.

Untuk meredakan ketakutan, pengurus telah merekrut petugas keamanan. Warga diimbau tak takut lagi salat berjamaah di Masjid Al Istiqomah. "Alhamdulillah, mulai 1 Januari 2019 sudah ada satpam siap berjaga 24 jam. Terutama saat pelaksanaan salat," ungkap Elansyah.

Ketua MUI Samarinda ikut berpesan warga tak perlu takut datang ke masjid. Kejadian nahas akhir tahun lalu, jangan menyurutkan iman. Semua kejadian merupakan takdir. Ketetapan dari Tuhan. "Salat di masjid lebih besar pahalanya dibandingkan salat di rumah. Tetap saja datang ke masjid untuk memakmurkan masjid. Tidak perlu cemas dan takut," tutup Zaini Naim. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar