Terkini

Kesederhanaan Abdoel Moies Hassan dan Kepantasannya Menjadi Pahlawan Nasional

person access_time 5 years ago
Kesederhanaan Abdoel Moies Hassan dan Kepantasannya Menjadi Pahlawan Nasional

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Kaltim gagal mengajukan Muso Salim dan Awang Long sebagai pahlawan nasional. Nama Abdoel Moies Hassan berpeluang besar jadi yang pertama dari provinsi ini.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Rabu, 26 Juni 2019

kaltimkece.id Abdoel Moies Hassan merupakan tokoh besar di Kaltim. Turut berkiprah memperjuangkan daerah pada masa penjajahan. Tapi sosoknya nyaris terlupa dalam sejarah.

Menghargai jasa Abdoel Moeis Hassan, Pemkot Samarinda berinisiatif menggelar seminar nasional. Mengambil tajuk Pengusulan Pahlawan Nasional untuk Abdoel Moeis Hassan, mantan Gubernur Kaltim. Ia menjabat 10 Agustus 1962 hingga 14 September 1966.

Pemkot Samarinda didukung Bank Indonesia, Bankaltimtara, dan Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Bahari (Lasaloka KSB) dalam event ini. Seminar Nasional Kepahlawanan Abdoel Moeis Hassan bertempat di Aula Gedung Bankaltimtara, Samarinda, Selasa 25 Juni 2019.

Empat narasumber adalah Kasubdit Direktorat Kepahlawanan Keperintisan Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial Kementerian Sosial RI, Afni; Dosen Ilmu Sejarah dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada, Agus Suwignyo; Sejarawan Kalimantan, Wajidi; dan Dosen Pendidikan Sejarah FKIP Unmul, Slamet Diyono.

“Kaltim hingga saat ini belum mempunyai satupun pahlawan nasional. Padahal semua provinsi tetangga Kaltim, kecuali Kaltara, sudah memiliki. Seolah-olah Kaltim tak berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan,” kata Sekkot Samarinda, Sugeng Chairuddin dalam sambutannya.

Masyarakat Kaltim turut andil dalam pembentukan NKRI. Berperan untuk kemerdekaan RI pada 1945. Samarinda menjadi basis perjuangan pada masa revolusi fisik 1945-1949. Pemkot berkomitmen terus mengawal proses gelar pahlawan nasional untuk Abdoel Moeis Hassan.

"Patut digarisbawahi, beliau juga mengintegrasikan dan ikut mendorong Kaltim bergabung dengan NKRI,” tambahnya. Abdoel Moeis Hassan juga pemimpin Kaum Pembela Republik Indonesia. Sempat mengetuai forum nasional yang konsisten menentang penjajahan kembali Belanda di Kaltim.

Pemkot berharap Pemprov Kaltim dapat meneruskan usulan tersebut ke Pemerintah Pusat. Para anggota DPR RI dari Kaltim juga perlu berpartisipasi.“Seminar ini langkah awal administrasi untuk mengusulkan kepahlawanan nasional. Kami berharap Pemprov mengabadikan nama Abdoel Moies Hassan untuk Jembatan Mahulu,” pungkas Sugeng.

Memenuhi Syarat

Kasubdit Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial Kemensos RI, Afni, menyebut bekal persyaratan pengusulan Abdoel Moeis Hassan sebagai pahlawan nasional telah terpenuhi. Dokumen penelitian perjuangan Moeis Hassan juga telah lengkap.

Kaltim sebelumnya mengajikan Muso Salim dan Awang Long sebagai pahlawan nasional. Namun proses tersebut tak sampai ke pemerintah pusat. Belum tuntasnya penggalian sumber pendukung sebagai syarat pengajuan menjadi penghambat.

Menurut Afni, potensi kegagalan pengajuan Moeis sebagai pahlawan nasional asal Samarinda sangat minim. Dokumen sejarah dan sumber informasi kiprah perjuangan Moeis masih sangat mudah didapatkan untuk diteliti. Pemerintah daerah diingatkan untuk konsisten memperjuangkan. Melengkapi 17 dasar persyaratan pengajuan pahlawan nasional.

"Ada rekomendasi, riwayat perjuangan, riwayat hidupnya, kesaksian hidup, juga pengakuan dari rekan satu letingannya dia. Itu untuk memperkuat bahwa ada perjuangannya. Bahwa memang dia pernah berjuang. Apalagi ditambah materai itu lebih bagus," sebut Afni.

Tapi proses panjang masih diperlukan. Salah satunya pembentukan tim peneliti pengkaji daerah. Dibentuk dan ditunjuk langsung Gubernur Kaltim. Resume dari tim peneliti pengkaji daerah kelak, diteliti lagi tim dewan pertimbangan gelar pahlawan pusat, sebelum diputuskan oleh presiden. 

Hidup Sederhana di Rumah Kecil

Taufiq Siradjudin Moeis, anak ketiga Moeis Hassan, berterima kasih kepada Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim untuk mengajukan ayahnya sebagai pahlawan nasional. Keluarga sempat terkejut dengan rencana itu. Sebuah penghargaan bagi sosok yang pernah terlupakan.

Baca juga:
 

Taufiq adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Moeis Hassan dan Fatimah. Ia seorang dokter spesialis bedah. Purnabakti PNS di Departemen Kesehatan. Kini tinggal di Jakarta.

"Kami tujuh bersaudara. Enam laki-laki, satu perempuan. Sekarang tinggal empat. Tiga sudah meninggal. Semua di Jakarta. Kalau lahir semua di Samarinda," sebutnya kepada kaltimkece.id.

Mengenang sang ayah, Taufik menyebut sosok Moeis sebagai gubernur dengan tanggung jawab besar. Ia juga kepala rumah tangga yang jujur. Mendidik ketujuh anaknya dengan bijak. Dari ilmu umum hingga agama.

"Di kehidupan beliau yang singkat, beliau orangnya sangat sederhana. Dari keluarga miskin. Jujur dan tidak pernah mempunyai musuh. Juga tak dendam kepada eorang. Itu hebatnya bapak.”

Kesederhanaan Moeis tergambar dari asetnya yang jauh dari kemewahan. Moeis hanya tinggal di rumah kecil dalam gang. Tepatnya di Kampung Bali, Gang 17, Tanah Abang, Jakarta.

Rumah Moeis itu pula kantor perwakilan Kaltim dahulu. Hampir selalu digunakan rombongan Pemprov untuk menginap pada masanya.

Selain Moeis sendiri bersama stafnya, sejumlah tokoh Kaltim kerap mengunjungi rumah tersebut. Masih teringat jelas di ingatan Taufiq. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya HM Ardans yang kelak menjadi gubernur Kaltim, Iliansyah, Jakfar Achmad, juga Saleh Nafsi, bupati Paser dulu.

Pejabat lain sering menginap di antaranya Said Mochsen, Asyari Arbain, dan Aziz Samad. Rumah kecil Moeis di Tanah Abang pun jadi ramai pejabat-pejabat Kaltim. "Di situ menghadiri rapat, di situ juga pertemuan dengan staf-stafnya. Gubernur HM Ardhan dan bupati-bupati semua di sana berkumpul," kenang Taufiq.

Setahun setelah meletusnya pemberontakan G30S, 30 September 1965, kota-kota besar di Indonesia banyak diwarnai demonstrasi. Gerakan meruntuhkan Rezim Orde Lama begitu masif. Di Kaltim, Moeis turut kena imbas. Sejumlah organisasi masyarakat berunjuk rasa di Samarinda. Menuntutnya mundur dari jabatan.

Menteri Dalam Negeri kala itu, Basuki Rahmat, menyarankan Moeis tetap menjabat. Masih satu tahun masa jabatan tersisa. Moeis menolak. Situasi sudah tak kondusif. Pada 14 September 1966, ia meninggalkan jabatannya dalam sidang istimewa DPRD Kaltim di hadapan Mendagri.

Moeis pun kembali ke Departemen Dalam Negeri. Balik menjadi pegawai biasa. Akhir 1966, Moeis beserta keluarga kembali ke Jakarta. Menempati lagi rumah kecil mereka di Gang 17, Kampung Bali.

Taufiq terkenang pesan sang ayah untuk tak terjun ke dunia politik. Suatu ketika, nama Taufiq sempat lolos ke kursi DPRD Samarinda yang masih kota madya. Tapi Moeis menyarankannya tetap menjadi dokter. Langkah sebagai orang politik, bukanlah hal yang mesti ditempuh. Terlebih berkaca pengalaman sang ayah yang juga jatuh karena politik.

“Jadi lebih baik teruskan saja sebagai dokter, bukan sebagai orang politik. Begitu juga dengan saudara saya lainnya," pungkas Taufiq. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar