Terkini

Konflik Sekkot Samarinda dan Eks Anggota Dewan Memanas, Berujung Pelaporan ke KPK

person access_time 4 years ago
Konflik Sekkot Samarinda dan Eks Anggota Dewan Memanas, Berujung Pelaporan ke KPK

Para mantan anggota DPRD Samarinda saat memberi pernyataan kepada awak media soal video yang viral beberapa waktu lalu. (arditya abdul azis/kaltimkece.id)

Keributan yang terekam video amatir dan viral di dunia maya itu, ternyata belum selesai.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Sabtu, 18 Januari 2020

kaltimkece.id Ribut-ribut dana pokok pikiran atau pokir, berbuntut panjang. Laporan dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK. Diinisiasi tujuh anggota DPRD Samarinda 2014-2019. Berkaitan video keributan dengan Sekkot Samarinda Sugeng Chairuddin yang sempat viral.

Cuplikan tersebut menampilkan adegan keributan. Bahkan nyaris kontak fisik. Melibatkan mantan anggota DPRD Samarinda dengan Sekkot Sugeng. Disebut-sebut medio Oktober 2019.

Baca juga:
 

Ketujuh anggota DPRD Samarinda dalam keributan tersebut ialah Adigustiawarman dari Partai Gerindra. Lalu ada Norman (PAN), Datu Khariril Usman (PDIP), Saipul (Gerindra), Suryani (PDIP), Hendra (Golkar) dan Isnawati (Hanura).

Kepada awak media di Samarinda, Kamis, 16 Januari 2020, seluruhnya mengungkapkan permasalahan yang belakangan jadi pertanyaan publik. Datu Khairil Usman secara vokal menegaskan bahwa pertemuan di kafe itu beragendakan pembahasan pokir.

"Kalau wali kota mengatakan bukan membahas APBD, itu bohong. Karena ini bagian dari APBD," ungkap Datu.

"Kaitannya yang kami tuntut adalah tuntutan masyarakat. Yang namanya aspirasi hilang dan masyarakat menuntut ke kami," tambahnya.

Datu menegaskan status anggota DPRD yang dilindungi undang-undang untuk mempertanyakan pokir yang hilang. "Waktu keributan itu ada komunikasi yang tidak jelas. Di sisi lain, rekan-rekan anggota lain mengusulkan (pokir) di masing-masing dapil. Nah, tiba-tiba aspirasi masyarakat ini hilang," lanjutnya.

Dijelaskan secara detail, pokir dimaksud merupakan aspirasi masyarakat. Ditampung anggota DPRD dari masing-masing dapil. Selanjutnya disampaikan dalam Musrenbang. Usulan aspirasi tersebut kemudian masuk pembahasan Badan Anggaran (Banggar) Anggota DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkot Samarinda.

Dari pembahasan tersebut, disepakati aspirasi masing-masing anggota dewan diberikan kegiatan pokir sebesar Rp 1 miliar. Namun bagi unsur pimpinan di atas Rp 1 miliar. Dari dana tersebut, masing-masing anggota dewan diberikan kebebasan menyalurkan ragam kegiatan yang hendak dilaksanakan.

Umumnya, anggota dewan mengusulkan lima paket kegiatan dari nilai Rp 1 miliar. Namun, ada pula yang mengusulkan di bawah 5 paket. Setelah itu, paket program tersebut, di-input sistem Bappeda.

Awalnya, seluruh paket yang diusulkan terdata atau ter-input sistem Bappeda. Namun seminggu kemudian, menurut pengakuan sejumlah anggota DPRD, program usulan-usulan tersebut mendadak hilang dari sistem.

"Sekkot bilang ada. Tetapi setelah enam bulan tidak ada. Sampai ke Perkim dan PUPR itu enggak ada (pengerjaannya)," ucapnya.

Sempat dilangsungkan pertemuan. Pemkot Samarinda menjanjikan para anggota DPRD yang kehilangan pokir tetap memiliki kegiatan aspirasi. Namun telah berpindah ke dapil lain. "Seperti saya, dapil Kecamatan Sungai Kunjang. Tiba-tiba aspirasi dapil saya munculnya di kawasan Makroman dan Palaran. Nah, ini ada apa?”

Saat itu, kedua pihak sepakat menyetujui pergantian kegiatan usulan pokir ke dapil lain. Dalam perjalanannya, anggota DPRD yang tidak lagi terpilih periode selanjutnya, meninjau ke masing-masing dinas. Namun ternyata, kegiatan yang dijanjikan justru aspirasi sesama anggota dewan lainnya. Bahkan sudah dilaksanakan kontraktor.

Saipul menimpali dugaannya bahwa dana aspirasi tersebut  digiring sejumlah rekan di DPRD. Ada pihak di dinas-dinas terkait yang juga terlibat proses pengerjaan proyek. "Kenapa pokir berganti di tengah jalan? Sesuai tidak dengan aturan? Kami sudah lama mengetuk palu persetujuan APBD. Kenapa kemudian hari bisa berubah?"

Saipul menyebut 24 pokir anggota dewan hilang. Ditengarai berdampak terhadap 24 orang tersebut yang tak kembali terpilih di DPRD Samarinda periode selanjutnya. “Yang timbul di DPRD, (pokir) itu menjadi milik beberapa anggota DPRD tertentu. Semua pokir ada, tetapi menjadi milik pengganti," ucapnya.

"Kenapa kami sampai ngotot mendapatkan pokir itu, karena ini hasil aspirasi yang kami dapatkan dari masyarakat, dengan menjamin (proyek) itu ada. Tetapi hilang. Itu yang menjadi masalah.”

Saipul memastikan pihaknya tetap mempertanyakan pokir yang hilang. Bahkan melalui jalur hukum.

Usman pun menegaskan ketujuh mantan anggota DPRD Samarinda berencana melaporkan Pemkot ke KPK. "Bukan Kejari lagi, tapi KPK. KPK tinggal menunggu bukti-bukti. Dan kami sedang kumpulkan," sebutnya.

"Kami  melaporkan Pemkot dengan delik dugaan menyalahgunakan aspirasi anggota dewan.”

Cool Saja

Rencana tujuh mantan anggota DPRD mengadukan Pemkot Samarinda ke KPK ditanggapi dingin Pemkot Samarinda. Ketua TAPD Sugeng Chairudin tak ingin banyak menanggapi. Memilih tak berkomentar panjang. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.

"Biar saja nanti kalau mau lewat hukum, bagus. Supaya nanti terbukti siapa yang benar, siapa yang tidak," sebut Sugeng.

"Bagi saya bagus aja, kalau penegak hukum mau menilai tindakan yang salah dan yang benar, lebih bagus agar tidak menjadi opini yang liar," pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar