Terkini

Mencari Ujung Perseturuan Transportasi Online dan Konvensional

person access_time 5 years ago
Mencari Ujung Perseturuan Transportasi Online dan Konvensional

Foto: Nikkei Asian Review

Ribut-ribut angkutan umum konvensional dan online sempat teredam di Samarinda. Perseteruan belum sepenuhnya reda.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Sabtu, 26 Januari 2019

kaltimkece.id Perseteruan moda transfortasi online dan konvensional terjadi di Kota Tepian 24 Januari 2019. Korbannya dua driver ojek online atau ojol. Menambah catatan panjang konflik antara keduanya yang terjadi di nyaris seluruh Indonesia.

Di Samarinda, yang terbaru, terjadi di Jalan Untung Suropati, Kecamatan Sungai Kunjang. Lokasi persisnya di depan BIG Mall. Dua pengemudi ojol korban serangan adalah Talip, driver Gojek, dan M Yusuf, driver Grab. Dari informasi yang dihimpun kaltimkece.id, Talip mengalami memar di kaki, sedangkan Yusuf luka robek di bagian mulut.

Dari versi ojol, kedua korban adalah imbas perseteruan yang sebelumnya terjadi. Ketua Gojek Korwil BIG Mall Ifan menuturkan, dari kronologi yang dia dapat, pada pukul 18.30 Wita Kamis itu, dua orang yang diduga sopir angkot menyambangi tempat mangkal driver Grab di depan BIG Mall. “Keduanya menaiki sepeda motor, turun dari motor dan memukul driver Grab,” ucapnya.

Sedangkan kejadian kedua, terjadi setelah pemukulan tersebut. Anggota Gojek Korwil BIG Mall dilempar balok di depan Terminal Sungai Kunjang. Saat sang driver hendak mengantar pesanan makanan kepada konsumen. “Padahal anggota saya tak mengetahui permasalahan,” tuturnya.

Dari cerita yang dia dengar, sebelum pemukulan terjadi, sopir angkot yang mangkal di Terminal Sungai Kunjang berselisih paham dengan beberapa pengemudi Grab. “Dan dari pengakuan korban pihak Grab, bukan dia juga yang berselisih paham dengan para sopir,” ujarnya.

Komunikasi telah dilakukan dengan ketua Organisasi Gabungan Transportasi atau Orgatrans Kaltim. Kedua pihak memutuskan meredam kelompok masing-masing. Upaya dilakukan untuk mencegah bentrok susulan. “Hanya saja, karena sudah terjadi tindak pidana kami putuskan melaporkannya ke kepolisian. Proses hukum sudah ditangani Polresta Samarinda,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Ketua Orgatrans Kaltim Kamaryono, permasalahan awal keributan dipicu beberapa oknum driver Grab. Para ojol didapati mangkal dekat SMA 8 Samarinda. Padahal, lokasi tersebut masih zona merah ojol mengambil penumpang. “Anak-anak (sopir angkot) pun mengusir para ojol tersebut,” ujarnya.

Setelah pengusiran, proses angkut-mengangkut penumpang kembali berjalan. Namun, pada Kamis sore, beberapa oknum driver Grab dinilai sopir angkot menantang balik. “Anggota saya menyebut, ada beberapa yang menghalau mereka dan mengacung-acungkan balok,” tutur dia.

Mendengar klaim itu, Kamaryono menyambangi tempat mangkal pengemudi Grab di depan BIG Mall. Saat itu dia hanya menemui dua orang. Salah satunya Yusuf. “Dan dari pengakuan mereka bukan orang yang berseteru dengan sopir angkot,” ucapnya.

Mulai berbincang-bincang, datanglah dua sopir angkot. Namun, tanpa basa-basi, oknum tersebut memukul Yusuf menggunakan benda tumpul. Kamaryono berusaha melerai namun gagal.

Baik Ifan maupun Kamaryono sepakat meredam masing-masing kelompok. Ifan mengatakan, sudah ada rencana untuk mengumpulkan semua pihak. “Baik Gojek, Grab, kepolisian, Dishub, dan Orgatrans,” ucapnya.

Ifan tidak bisa menyebut pihak mana yang salah sebelum pertemuan dilaksanakan. Yang disayangkan, bila komunikasi antara kedua pihak tetap berjalan seperti yang sudah-sudah, kejadian begini sebenarnya bisa dicegah.

Satu orang sopir angkot diamankan polisi. Sopir tersebut bernama Taufik Wijaya. Kamaryono menyebut, secara pribadi menyerahkan seluruhnya ke penegak hukum. Namun, dari sisi organisasi, Orgatrans akan melakukan aksi turun ke jalan. “Mendesak kembali dibuatnya nota kesepahaman baru. Nota kesepahaman yang ditandatangani pada 2016 hanya ditandatangani Orgatrans Kaltim dengan Gojek, tidak dengan Grab,” jelasnya.

Konflik pelaku moda transportasi umum tentu mesti disudahi. Apalagi, industry ini melibatkan personel yang masif. Menurut Ifan, untuk Gojek dan Gocar saja terdata ada sembilan ribuan anggota. Sementara menukil data Dishub Samarinda pada 2016, data angkot di Samarinda mencapai 1.527 unit. Jumlah tersebut diduga kian tahun menyusut lantaran sepinya penumpang angkot.

Nota Kesepahaman Atur Zona Penjemputan

Nota kesepahaman yang ditandatangani 2016 lalu menyertakan empat pernyataan. Gojek wajib beroperasi di luar jalur operasi angkot, dalam hal ini tidak mengambil penumpang di pinggir jalan protokol.  Gojek juga hanya beroperasi di semua jalur selama 24 jam hanya untuk mengantar, mengambil barang dan makanan. Untuk area mall, pelabuhan, terminal, dimungkinkan mengantar tetapi tidak boleh menjemput kecuali di atas pukul 21.00 Wita. Ditetapkan pula jarak 100 meter dari terminal, pelabuhan, dan mall sebagai titik jemput penumpang.

Kesepakatan terakhir, satu setengah bulan setelah nota kesepakatan dibuat dan disepakati, Gojek tidak boleh menggunakan atribut mereka. Poin keempat sudah tak berlaku.

Yang jad persoalan, poin-poin kesepakatan tersebut hanya berlaku untuk Orgatrans dan Gojek. Menurut Kamaryono, perlu ada nota kesepahaman baru melibatkan Grab. “Karena sama-sama angkutan berbasis aplikasi.”

 Sementara itu, dari proses hukum Taufik Wijaya yang sudah ditahan, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Vendra Riviyanto menyayangkan selisih paham yang berujung penganiayaan. Polisi, kata dia, akan berlaku seadil-adilnya dalam menangani kasus tersebut. “Tadi (Jumat, 25 Januari 2019), kami sudah menyambangi masing-masing kelompok,” tuturnya.

Hasil sambang tersebut, kedua pihak menyerahkan semua ke kepolisian. Pihaknya siap diminta hadir bila ada pertemuan para pihak. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar