Terkini

Pasar Baqa setelah Mangkrak Empat Tahun, Penuh Lumut, Disulap Warga Jadi Rumah Semipermanen

person access_time 4 years ago
Pasar Baqa setelah Mangkrak Empat Tahun, Penuh Lumut, Disulap Warga Jadi Rumah Semipermanen

Kondisi Pasar Baqa yang mangkrak dilihat dari luar. (arditya abdul azis/kaltimkece.id)

Kepada pedagang, Pasar Baqa dijanjikan tiga tahun kelar. Setelah lima tahun, malah tiga tersangka ditahan karena korupsi.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Rabu, 09 Oktober 2019

kaltimkece.id Dugaan korupsi pembangunan Pasar Baqa, Kelurahan Baqa, Samarinda Seberang, sudah lama tercium. Tiga tersangka telah ditahan. Menyisakan proyek yang setelah lima tahun hanya kerangka.

Sulaiman Sade saat ini menjabat kepala BPBD Samarinda. Ketika proyek bergulir, bertindak sebagai kepala Dinas Pasar Samarinda. Sade ditetapkan tersangka atas perannya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek tersebut. Dikerjakan pada tahun anggaran 2014-2015 di APBD Samarinda.

Dua tersangka lain adalah Said Syahruzzaman sebagai kontraktor. Juga Miftachul Choir sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Ketiganya resmi ditahan di Rutan Klas II A Samarinda di Jalan Wahid Hasyim oleh Kejaksaan Negeri mulai 8 Oktober 2019.

Baca juga:
 

Pembangunan Pasar Baqa sudah mangkrak sejak empat tahun lalu. Dari pantauan media ini, bangunan pasar masih berbentuk kerangka. Belum ada pengerjaan baru. Padahal, proyek tersebut dimodali Rp 18 miliar. Pembangunan terhenti sejak 2015.

Kini kondisinya tak terurus. Dikelilingi pagar seng. Beberapa titik penuh tumbuhan liar. Di bagian dalam, bagian beton telah menghitam. Sebagiannya lagi dipenuhi lumut. Sedangkan bagian belakang bangunan juga dipenuhi besi beton yang belum tersambung.

Revitalisasi Pasar Baqa rencananya didirikan tiga lantai. Baru struktur dua lantai terbangun. Di lantai dasar, banyak genangan air. Sampah berserakan dimana-mana. Sementara lantai dua belum memiliki selasar. Tak sedikit bekas lumut kering terpapar sinar matahari.

Karena terbengkalai, sebagian areal proyek telah ditempati rumah semipermanen. Dimanfaatkan beberapa warga sebagai tempat tinggal. Di luar pagar juga ada delapan kios sementara milik pedagang.

Karena tak kunjung selesai, pedagang terpaksa memasang lapak di pinggir Jalan Hasanuddin. Tak jarang berdampak terhadap macetnya lalu lintas sekitar. Sejumlah pedagang kecewa Pasar Baqa belum rampung. Apalagi dijadikan objek korupsi pejabat terkait.

Siti adalah salah satu pedagang yang kena dampaknya. Sudah lima tahun ini jualan berpindah-pindah. Sebenarnya Situ tidak begitu peduli kasus korupsi proyek tersebut. Ia hanya ingin Pasar Baqa selesai dibangun. Kembali berdagang dengan normal sebagaimana semula.

"Dulu katanya paling lama tiga tahun. Sudah bertahun-tahun belum juga jadi," sesal perempuan 50 tahun itu.

Sebelumnya, ia dan pedagang lain di Pasar Baqa dipindah sementara ke lahan lapangan KNPI. Lokasinya tak jauh dari Pasar Baqa. Tapi karena lapak kecil dan biaya sewa mahal, ia terpaksa pindah lapak beberapa kali. Seorang pedagang lain yang ditemui kaltimkece.id, mengaku habis Rp 10 juta setahun untuk sewa lapak.

Soroti Waktu Penahanan

Penyelidikan dugaan korupsi pembangunan Pasar Baqa dimulai awal 2018. Berdasarkan laporan tim ahli, ditemukan kekurangan volume fisik dan beberapa item fisik yang tidak sesuai Rancangan Anggaran Belanja (RAB). Setelah diaudit BPK, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 2 miliar.

Sulaiman Sade yang saat itu menjabat kepala Dinas Pasar Samarinda, diduga menerima sesuatu dari pihak ketiga. Imbas dari pemberian tersebut, pihak ketiga atau kontraktor, melakukan pengurangan volume dalam proyek Pasar Baqa.

Tiga tersangka ditetapkan pada 28 November 2018. Disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Subsider Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimal lima tahun. Namun, ketiganya baru ditahan 8 Oktober 2019, alias 314 hari kemudian.

Waktu lama untuk menahan tersangka, menjadi sorotan pengamat hukum Herdiansyah Hamzah. Ia menduga penahanan tidak langsung diberlakukan lantaran penyidik belum memiliki barang bukti cukup.

"Mana ada koruptor kooperatif. Saya khawatir alat bukti yang dimiliki penyidik memang yang lemah. Tadi itu, perhitungan kerugian negaranya. Itu yang mesti dibenahi penyidik ke depan," ucap pria yang akrab disapa Castro tersebut.

Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman tersebut, tiga tersangka yang terindikasi korupsi bisa saja langsung ditahan. Penyelidikan bisa didalami setelahnya. Hal ini penting untuk menghindari dihilangkannya barang bukti.

Dalam pandangan Castro, rentan waktu ketiga tersangka ditahan dalam kasus ini menunjukkan kelemahan penyidik. Durasi lama, umumnya berpotensi transaksi jual beli perkara. Maka, jika tidak ingin publik memunculkan dugaan demikian, penyidik wajib bekerja cepat.

"Menurut saya, untuk kasus-kasus korupsi mestinya langsung ditahan. Apalagi kasus korupsi adalah kejahatan kolektif. Sifatnya terstruktur. Mudah menghilangkan barang bukti," pungkasnya.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samarinda, Zainal Efendi, masih dengan argumentasi awalnya. Penahanan baru dilakukan setelah 11 bulan penyelidikan dan penyidikan. Sikap kooperatif tersangka termasuk pertimbangan menetapkan waktu penahanan. "Dengan pertimbangan penahanan seperti ini, tugas kami menyelesaikan perkara akan lebih cepat. Karena ada jangka waktu yang telah diatur dalam undang-undang," sebut Zainal. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar