Terkini

Potensi Kabut Asap Menyelimuti Calon Ibu Kota yang Baru

person access_time 5 years ago
Potensi Kabut Asap Menyelimuti Calon Ibu Kota yang Baru

Tahura Bukit Soeharto (jack board/channelnewsasia).

Ibu kota dipindah untuk kabur dari banyak masalah di Jakarta. Tapi di Kalimantan, bencana kabut asap bisa jadi masalah baru.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Kamis, 01 Agustus 2019

kaltimkece.id Persoalan kebakaran hutan dan lahan turut jadi isu penting dalam penetapan provinsi ibu kota negara yang baru. Dan untuk urusan kabut asap, Kalimantan salah satu yang identik dengan bencana tersebut.

Indonesia tepat berada di garis equator. Menjadikan negara ini satu dari 13 negara khatulistiwa dengan iklim tropis. Pada umumnya, daerah-daerah garis khatulistiwa memiliki hutan hujan tropis karena curah hujannya yang tinggi.

Namun, di garis khatulistiwa juga matahari siang tepat di atas kepala. Rata-rata suhu lebih 30 derajat.  Maka seiring masuknya kemarau, potensi kebakaran hutan dan lahan atau karhutla mulai meluas. Khususnya di Kalimantan.

Memantau titik panas di pulau tersebut, dibentuk Posko Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemantauan dilakukan via satelit Terra Aqua. Juga dari Lembaga Penerbagangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) lewat Satelit Terra Aqua di sejumlah wilayah.

Data dari citra satelit Terra Aqua yang diolah per 20.00 WIB pada 31 Juli 2019, ditemukan 14 titik panas di Kalimantan Tengah dan dua di Kalimantan Selatan. Adapun di Kalimantan Tengah ditemukan 12 titik panas. Sedangkan Kalimantan Selatan dua dan Kalimantan Timur satu. Tingkat akurasi dari pantauan satelit-satelit tersebut dipercaya 80 persen akurat.

Lebih rinci, sebaran titik panas di Kalimantan Tengah berada di Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Kapuas, dan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sedangkan titik panas di Kalimatan Selatan terdapat di Banjarmasin. Adapun di Kaltim didapati di Kutai Kartanegara.

Mudah Dikendalikan

Mencegah kebakaran hutan dan lahan atau karhutla pada musim kemarau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim menyiagakan seluruh personel dan peralatan. Termasuk kendaraan pemadam di kawasan rawan. Polda Kaltim dan Kodam Mulawarman turut dilibatkan. Memantau daerah rawan di Kukar, Kutai Barat, Kutai Timur, dan Balikpapan.

"Kemarau sampai November. Selain memantau, kami sudah antisipasi. Terutama untuk masyarakat agar tidak membakar sampah tanpa pengawasan," ucap Kepala Pelaksana BPBD Kaltim Fredrick kepada kaltimkece.id.

Dalam menentukan hotspot atau titik panas, BPBD Kaltim mendapat laporan dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Dari hotspot terpantau sejauh ini, rata-rata berada di Kukar, Kutim, dan Kubar. Tiga kawasan ini diketahui memiliki banyak lahan terbuka.

"Titik hotspot ini bukan hanya karena kebakaran. Saat satelit melintas mungkin secara kebetulan ada yang sedang membakar sampah dan terekam. Sementara masih kami pantau semua," kata Fredrick.

Karhutla kerap terjadi di Kaltim ketika musim kemarau. Itu pun tak melulu karena faktor alam. Tak sedikit disebabkan ulah tangan manusia. Pembukaan lahan kerap ditemukan dengan pola pembakaran oleh warga.

Meski begitu, Fredrick memastikan kemampuan personel mengendalikan dan menangani kebakaran hutan. Kalaupun ditemukan kabut asap dalam skala besar, disebutnya berasal dari provinsi tetangga. "Seperti di Mahakam Ulu itu pernah kabut asap. Itu karena letaknya yang paling dekat Kalteng. Kabut asap di Kaltim imbas dari Kalteng,” sebutnya.

Memori Dua Kebakaran Besar

Menurut Rustam, akademisi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul), terakhir kali bencana kabut asap menyelimuti Kaltim adalah pada 2007. Saat itu, kemarau panjang terjadi. Bahkan mencapai sembilan bulan hingga 2008. Situasi makin parah karena kiriman asap dari Kalteng.

“Kaltim hanya memiliki spot tertentu saja. Meski diakumulasikan banyak jumlahnya, tapi tidak sampai menyebabkan penutupan bandara dan sebagainya akibat kabut asap," jelas Rustam saat dihubungi media ini, Kamis, 1 Agustus 2019.

Menurutnya, karhutla di Kaltim sangat mudah ditangani. Salah satu alasannya adalah kondisi daerah yang minim lahan gambut. "Meskipun jika dilihat dari kabut asap, Kaltim bukan berarti aman. Sumber asap bisa datang dari provinsi lain," terangnya.

Manfaatkan Eks Konsesi Tambang

Kondisi daerah yang kecil potensi karhutla, membuat Kaltim lebih unggul menjadi ibu kota negara yang baru. Apalagi provinsi tersebut juga aman ptensi gempa bumi dan tsunami. Yang sempat jadi kekhawatiran adalah kondisi daerah yang dikelilingi areal bekas tambang. Namun, Rustam puya pandangan lain soal itu.

"Area bekas tambang masih bisa untuk pembangunan. Contohnya Kabupaten Paser dan Tanah Grogot. Itu lahan bekas tambang dijadikan pusat perkantoran. Bahkan danaunya jadi tempat wisata," sebut Rustam.

Baca juga:

Menurutnya, ketimbang membuka kawasan Bukit Soeharto yang masih hutan, pembangunan gedung-gedung baru untuk ibu kota lebih baik di areal bekas tambang.  Dari sisi ekologi, Bukit Soeharto tidak maksimal lagi untuk jadi pusat ibu kota. Ada dua catatan kebakaran hebat di kawasan tersebut. Yakni pada 1982-1983 dan 2007-2008.

Belum lagi kawasan sawit, tambang batu bara, tambang minyak dan gas yang juga ditemukan di kawasan. "Jika bicara ibu kota yang hijau memang Bukit Soeharto paling strategis. Tinggal membangunnya di kawasan rusak tapi kawasan hijau tetap di sana," ucap dia.

Di sisi lain, salah satu keunggulan Bukit Soeharto menjadi lokasi ibu kota adalah ketersediaan lahan. Taman Hutan Raya Bukit Soeharto merupakan tanah milik negara. Praktis, pemerintah tak perlu bergejolak masalah sosial dalam pengadaan lahan.

"Mau dicabut SK sebagai lahan konservasi atau tetap, itu hak negara. Kalau bangun disana, tidak perlu ada ganti rugi dan lebih murah," tutupnya. (*)

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar