Terkini

Ujung Pelarian Juhairi, Penganiaya Mahasiswi di Masjid

person access_time 5 years ago
Ujung Pelarian Juhairi, Penganiaya Mahasiswi di Masjid

Foto: Ika Prida Rahmi

Anekdot logika tanpa logistik berujung anarkis terjadi di Samarinda. Musafir gadungan nekat menganiaya perempuan yang sedang salat karena dua hari menahan lapar.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Kamis, 03 Januari 2019

kaltimkece.id Isi perut Muhammad Juhairi kian bergejolak beberapa saat selepas salat Jumat, 28 Desember 2018. Sudah dua hari ia tak makan. Tak ada uang bahkan untuk membeli sesuap nasi. Isi pikirannya ikut tak keruan.

Sudah seminggu pria 45 tahun itu menumpang di Masjid Al Istiqomah, Jalan Antasari, Samarinda. Tempat tinggalnya di Sangasanga, Kutai Kartanegara, sekitar 35 kilometer dari ibu kota Kaltim. Maksud ke Samarinda untuk mencari pekerjaan. Tapi Juhairi tak punya tujuan jelas.

Kepada pengurus masjid, ia mengaku sebagai musafir. Memohon tumpangan sehari-dua hari. Belakangan, ia menawarkan diri dipekerjakan. Kebetulan, petugas kebersihan masjid saat itu sedang sakit. "Saya bekerja di masjid enggak minta dibayar. Yang penting diberi makan," kata Juhairi kepada kaltimkece.id, Rabu 2 Januari 2019 di Polresta Samarinda.

Sudah sebulan terakhir ia tak punya pekerjaan. Sebelumnya bekerja untuk perusahaan tambang di Sangasanga. Di kampung halamannya itu, Juhairi kerap berpindah tempat kerja.

Persediaan uangnya habis ketika tiba di Samarinda. Upah membersihkan masjid juga sudah tak ada. Berhari-hari tak makan, rasa lapar sudah tak tertahan.

Sejurus kemudian, Merissa Ayu Ningrum tiba. Jumat itu sudah lewat pukul 14.00 Wita. Masjid Al Istiqomah sudah sepi. Jamaah salat Jumat bubar sekitar satu jam sebelumnya.

Ayu datang seorang diri. Menyempatkan mampir sebelum Zuhur berakhir. Mahasiswi 20 tahun itu semula dalam perjalanan pulang dari kampusnya di Jalan Juanda ke kawasan Sungai Kunjang. Juhairi satu-satunya orang di masjid.

“Mau ke mana?” tanya Juhairi. “Toilet di mana?” sahut Ayu menanya balik.

Juhairi lalu menunjukkan lokasi kamar kecil. Tapi fokusnya ke arah lain. Tas dalam jinjingan Ayu mengusik akal sehat. Ide untuk mencuri muncul.

Selesai di kamar kecil, Ayu lantas mengambil air wudhu. Juhairi segera sadar calon korbannya akan menjalankan salat. Mencuri tas saat pemiliknya salat dipikirnya kondisi ideal.

Ayu masuk ke masjid dan segera mengenakan mukena. Tas miliknya diletakkan di atas sajadah, persis di hadapannya. Situasi itu tak diduga Juhairi. Bagaimana caranya mencuri tas di hadapan pemiliknya tanpa ketahuan? Gejolak di kepalanya pun makin kacau.

Juhairi lalu berkeliling masjid. Didapatinya sebuah balok sepanjang 30 sentimeter. Diambilnya dan di dibawa masuk masjid. Dari belakang, dihantamkannya kayu itu ke kepala Ayu. Skenarionya, korban tak sadarkan diri dan tas dibawa lari. "Enggak tahu iblis apa, setan apa merasuki saya berbuat begitu. Dua kali saya pukul kepalanya," ungkap pria kelahiran Sangasanga itu.

"Maksud saya mau ambil yang ada saja. Mau Rp 20 ribu, Rp 15 ribu, saya ambil untuk beli makan.”

Baca juga:
 

Aksi nekat Juhairi tak berjalan sesuai rencana. Ayu masih sadarkan diri. Juhairi jadi panik dan kabur. Ia bergegas melarikan diri. Rumah orangtua di Sangasaga menjadi tujuan.

Namun, setelah tiba dengan menumpang orang, Juhairi mengurungkan niat. Ia begitu khawatir aksinya sudah sampai telinga polisi. Rencana jahat pun muncul sekali lagi. Didatangi teman kerjanya dulu bernama Suwandi. Berpura-pura meminjam motor untuk mendatangi orangtua.

Alih-alih ke rumah orangtua, Juhairi malah kabur ke Balikpapan dengan motor tersebut. Empat hari ia melarikan diri ke Kota Minyak. Di Balikpapan, Juhairi kembali berpindah-pindah tempat. Tak ada tujuan jelas. Akhirnya, beberapa masjid didatangi. Orang ke orang ditemui untuk meminta uang bensin. Dari situ ia mendapat modal melanjutkan pelarian.

Sangatta menjadi destinasi berikutnya. Juhairi bertolak pada pergantian tahun, Senin 31 Desember 2018, sebelum pukul sembilan malam. Seorang teman tinggal di ibu kota Kutai Timur itu. Dari kenalannya tersebut ia bekerja dan mendapat makan. Namun, selang sehari Juhairi memutuskan pulang. Putus asa dalam pelarian, ia memilih menyerahkan diri pada 2 Januari 2019.

"Saya salah. Jadi niat menyerahkan diri. Bingung mau ke mana lagi. Saya jujur saja. Sudah tahu juga saya lagi dicari-cari," ucap pelaku sambil menangis.

Di kediaman Juhairi, Jalan Teratai, Sangasanga, jajaran Jatanras Satreskrim Polresta Samarinda sudah menunggu. Buronan enam hari itu akhirnya diringkus sekitar pukul 14.00 Wita.

"Pukul 14.00 Wita, kami mengamankan Saudara Juhairi, pelaku penganiayaan di masjid Jalan Antasari," ucap Kompol Sudarsono, kasat Reskrim Polresta Samarinda.

Diungkapkan Sudarsono, motif Juhairi didasari uang yang telah habis. Upah hasil bersih-bersih masjid juga tak tersisa. "Menurut pengakuan tersangka sudah dua hari belum makan. Melihat ada korban sendiri bawa tas, yang diperkirakan ada uangnya, rencananya mau mengambil tas tersebut," ungkap Sudarsono.

Kayu 30 sentimeter, mukenah, dan motor yang dibawa kabur diamankan sebagai barang bukti. Juhairi dikenakan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tindak pidana penganiayaan. Terancam hukuman lima tahun penjara.

Sudarsono juga memastikan kejiwaan Juhairi normal. Dengan demikian, proses pidana dapat dijalankan."Tersangka ini murni tindak pidana. Tidak ada kaitannya dengan masalah keagamaan," imbuhnya.

Baca juga:
 

Atas apa yang terjadi, Juhairi begitu menyesal. Ia memohon maaf sebesar-besarnya. Ia menyadari pukulannya bisa saja menghabiskan nyawa. Namun, Juhairi mengklaim sama sekali tak ada niat membunuh. Ia sendiri tak mengerti bisa senekat itu. "Enggak tahu kondisi korban saat ini bagaimana. Saya mau minta maaf sebesar-besarnya kepada keluarga korban. Saya tidak ada maksud begitu," imbuhnya. (*)

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar