Terkini

Unjuk Rasa UU Omnibus Law Cipta Kerja di Samarinda, 17 Dosen Unmul Ikut Suarakan Penolakan

person access_time 3 years ago
Unjuk Rasa UU Omnibus Law Cipta Kerja di Samarinda, 17 Dosen Unmul Ikut Suarakan Penolakan

Aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Samarinda. (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Dari mahasiswa ke buruh, hingga akademikus, satu suara menolak pengesahan UU UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Rabu, 07 Oktober 2020

kaltimkece.id Unjuk rasa penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja memasuki hari ketiga di Samarinda. Aksi demonstrasi turut dilakukan dengan memblokade jalan simpang empat Mal Lembuswana.

Rabu, 7 Oktober 2020, massa demonstrasi mencapai sekitar 500 orang. Menamakan diri Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat. Gabungan dari berbagai perguruan tinggi di Kaltim. Khususnya Samarinda. Juga bergabung organisasi kemasyarakatan dan buruh.

Kabag Ops Polresta Samarinda Komisaris Polisi Erick Budi Santoso mengatakan bahwa 800 personel gabungan TNI dan Polri disiagakan. Rekayasa lalu lintas dilakukan. Dari penutupan sebagian dan penutupan total. Seperti di simpang Air Putih, Jalan S Parman, Dr Sutomo, dan M Yamin.

Humas Aksi, Elga Bastian, mengatakan bahwa demo tersebut menuntut agar UU Omnibus Law Cipta Kerja segera dicabut. "Kami akan terus di sini sampai gugatan disetujui. Jika tidak kami akan terus melakukan aksi," ucap Elga Bastian yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.

Sekira pukul 15.10 Wita, massa sempat membubarkan diri karena hujan. Lalu lintas sempat normal. Dan kembali berkumpul setelah hujan reda.

Sekretaris Gabungan Roda Dua (Garda) Samarinda, Naten Dimas Agus Saputra, bersama para driver ojek sempat melakukan audiensi dengan para pendemo meminta agar jalan tidak ditutup. Sehingga para ojek online bisa mengantar penumpang dan orderan. Setelah beberapa waktu audiensi, peserta aksi membubarkan diri teratur pada pukul 17.40 Wita. Lalu lintas pun kembali normal.

Penolakan Akademikus Se-Indonesia

Pada kesempatan lain, akademikus Universitas Mularman, Herdiansyah Hamzah, menyebut rencana pemerintahan Joko Widodo dan DPR memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja dianggap di luar batas nalar. UU tersebut dinilai berisikan pasal-pasal bermasalah. Nilai-nilai konstitusi (UUDNRI Tahun 1945) dan Pancasila dilanggar. Juga cacat dalam prosedur pembentukan.

“Aspirasi publik pun kian tak didengar. Bahkan terus dilakukan pembatasan seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar warga,” sebut Castro, sapaannya, lewat rilis yang diterima kaltimkece.id.

Castro pun mengemukakan sejumlah masalah mendasar dari materi muatan pasal-pasal dari berlakunya UU Cipta Kerja. Yang pertama adalah sentralistik rasa Orde Baru. Terdapat 400-an pasal yang menarik kewenangan kepada presiden melalui pembentukan peraturan presiden. Kedua adalah anti-lingkungan hidup. Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat.

Ketiga adalah liberalisasi pertanian. Tidak ada lagi perlindungan petani ataupun sumber daya domestik, dan semakin terbukanya komoditi pertanian impor. Serta dihapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.

Dan keempat adalah abai terhadap hak asasi manusia. Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis. Sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia. Terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga, dan lain-lain.

Yang kelima, mengabaikan prosedur pembentukan UU. Metode ‘omnibus law’ tidak diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 jo UU No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Bagaimana mungkin sebuah UU dapat dibentuk tidak sesuai prosedur. Terlebih lagi, semua proses pembentukan hukum ini dilakukan pada masa pandemi, sehingga sangat membatasi upaya memberi aspirasi untuk mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia,” sesalnya.

Dengan rentetan persoalan tersebut, serta menyimak potensi dampak kerusakan yang akan ditimbulkannya secara sosial-ekonomi dari terbitnya UU tersebut, Castro, berikut puluhan akademikus lainnya yang tersebar di 30 perguruan tinggi se-Indonesia, tegas menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Hingga pukul 18.30 Wita hari ini, telah ditandatangani 71 akademikus. Sebanyak 17 di lainnya dosen Universitas Mulawarman dan empat orang dosen perguruan tinggi swasta di Samarinda. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

Ikuti berita-berita berkualitas dari kaltimkece.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar