Terkini

Wajah Muram Kota Tenggarong-1: Bangkai Naga Sepeninggal Bupati Rita

person access_time 4 years ago
Wajah Muram Kota Tenggarong-1: Bangkai Naga Sepeninggal Bupati Rita

Kondisi patung naga di CBD Tenggarong. (Bobby Lolowang/kaltimkece.id)

Proyek yang digadang-gadang menjadi kebanggaan. Berujung bahan olok-olokan.

Ditulis Oleh: Bobby Lolowang
Jum'at, 26 Juli 2019

kaltimkece.id Semak belukar tumbuh merajalela di segala sisi amphitheatre. Satu per satu bagian bangunan pentas terbuka tersebut rontok. Seirama dengan lampu taman yang sebagian tak berkelip lagi. Lelampuan yang berdiri dengan tiang-tiang ungu di Taman Kota Raja, Tenggarong, Kutai Kartanegara, tersebut, terlihat lapuk karena diserang karat.

Dari jarak yang tidak begitu jauh, Jembatan Kartanegara hanya membisu melihat pemandangan itu. Di dekat amphitheatre tadi, berdiri sepasang patung naga yang merupakan simbol Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Tak satu pun dari kedua patung naga yang berdiri dengan sempurna. Badan dan kepala sang naga terpisah-pisah. Memang, sebagian tubuh naga sudah tampak rupanya. Hanya sisi kepala yang dibuat terpisah, masih terbentang di sekitar lokasi pembangunan patung. Struktur kepala itu tak juga baik nasibnya. Tergeletak tak beraturan. Hancur di beberapa bagian. Sebagian gigi sang naga berjatuhan.

Semestinya, pentas terbuka dan sepasang patung naga ini adalah bagian dari kemegahan central business district atau CBD di Tenggarong. CBD adalah kawasan seluas 18 hektare di Kelurahan Timbau, Kecamatan Tenggarong. Proyek ini terdiri dari sejumlah segmen. Terhubung dengan rencana pembangunan pusat perkantoran dan perbelanjaan Royal World Plaza.

Setelah empat tahun, pembangunan CBD macet. Menyisakan patung naga yang belum kelar dibangun. Patung-patung itu ini masih dikelilingi crane dan tiang-tiang. Pagar seng berdiri di sekelilingnya. Rumput liar tumbuh di mana-mana dan ranting pohon kering berserak-serakan. Aksara besar bertulis “CBD Tenggarong” di dekat bundaran tersebut tak lagi utuh. Abjad C tersisa setengah. Sedangkan E dari kata Tenggarong benar-benar gugur.

CBD semula digagas mantan Bupati Kukar Rita Widyasari untuk menjadi kebanggaan masyarakat Tenggarong. Namun, kondisinya yang sekarang justru mengundang cemoohan. “Bangkai naga di Tenggarong,” demikian olok-olokan itu, muncul karena patung naga yang tubuh dan kepalanya terpisah.

“Semisal tidak sanggup dilanjutkan, lebih baik dibuang saja. Bongkar. Rakyat yang malu karena jadi olok-olokan di daerah lain,” kritik Ketua Komisi II DPRD Kukar, Andi Faisal, menyikapi proyek CBD yang bertahun-tahun mangkrak. Menurutnya, kondisi CBD sekarang ini bisa memunculkan stigma bahwa daerah tak mampu mengelola keuangan. Padahal, sambung politikus Partai Golkar ini, DPRD siap mem-back up selama demi kepentingan masyarakat. Dari kacamata Komisi II DPRD Kukar, segmen patung naga dan taman adalah dua yang mendesak diselesaikan.

Meskipun menyadari proyek CBD kelewat mahal, ditambah keuangan Pemkab Kukar sedang tak kondusif, Andi meminta proyek ini dipetakan berdasarkan skala prioritas. Sepengetahuannya, sempat ada dana tak terserap sebesar Rp 10 miliar di proyek ini.

Mangkrak karena Kasus Korupsi

Kawasan CBD di Tenggarong direncanakan sebagai pusat bisnis yang lengkap dengan fasilitas pendukung. Ada amphitheater atau pentas terbuka yang menjadi wadah rekreasi publik. Pentas seni jalanan seperti yang ramai dipertunjukkan saat Erau, bisa mengambil tempat di sini.

Melihat perencanaannya, sebuah dermaga kecil untuk kapal wisata juga disiapkan di kawasan CBD. Dermaga itu berdiri di tepi Taman Kota Raja yang megah. Taman-taman itu akan dihiasi enam pohon lampu berukuran besar, sebangun seperti di Singapura. Ada pula kawasan kuliner atau pusat jajanan serba ada atawa pujasera.

Di antara semua itu, yang paling mencolok dalam perencanaan adalah kawasan air mancur. Konon, ukuran air mancur ini lebih besar dari yang di Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta yang berdiameter sekitar 100 meter dengan luas total 3,14 hektare. Di tengah-tengah air mancur inilah, seharusnya sepasang patung naga berdiri. Patung itu tingginya 25 meter, menghadap ke timur Jembatan Kartanegara.

CBD tampaknya jadi masa depan cerah bagi Tenggarong. Kawasan ini dirancang terhubung dengan pusat perkantoran Royal World Plaza atau RWP. Seluruh perusahaan tambang batu bara dan kelapa sawit yang beroperasi di Kukar, diharapkan berkantor di RWP. Tapi hingga kini, fasilitas itu tak juga jelas rimbanya. Hanya tiang-tiang beton dan crane yang membisu di tengah kebisingan kota.

Sebermula pada 2013, pembangunan CBD dimulai dengan skema kontrak tahun jamak dari APBD Kukar. Sebanyak Rp 382 miliar disiapkan dalam tiga tahun anggaran. Menukil kontrak awal CBD yang diteken pada 2013, angka persis yang disiapkan adalah Rp 390.256.000.000. Mula-mula, proyek pembangunan CBD berjalan lancar. Pemkab Kukar bahkan optimistis proyek tersebut rampung pertengahan 2016. Hingga waktu yang diperkirakan, rangkaian pembangunan masih jauh dari rampung hingga hari ini.

Penyebabnya adalah masalah hukum yang menjerat Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi. PT CGA adalah kontraktor pembangunan CBD, sekaligus investor pembangunan RWP. Ichsan selaku direktur PT CGA kemudian ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia didakwa menyuap Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara, Badan Peradilan Umum, Mahkamah Agung , Andri Tristianto Sutrisna, sebesar Rp 400 juta.

Pembangunan CBD semakin terbengkalai sejak Rita Widyasari selaku bupati Kukar juga ditangkap KPK pada 2017 silam. Dalam persidangan kasus korupsi Rita Widyasari, April 2018, Ichsan hadir sebagai saksi. Ichsan mengaku memberi Rp 6 miliar untuk Rita melalui Khaerudin, juga terpidana kasus korupsi bersama-sama Rita Widyasari.

Menunggu Audit

Mangkraknya pembangunan CBD diakui karena masalah hukum yang menjerat kontraktor. Pemkab Kukar yang diwakili Sekretaris Kabupaten Kukar, Sunggono, menjelaskan situasinya kepada kaltimkece.id.

“Kami, pemerintah daerah, telah mengambil langkah untuk mengaudit bangunan tersebut. Memastikan sejauh mana kegiatan telah diselesaikan, berapa tanggung jawab pihak ketiga, termasuk kami pemerintah daerah,” jelas Sunggono saat di ruang rapat DPRD Kukar, Senin, 15 Juli 2019. “Dari hasil itu, nantinya kami bersepakat atau tidak bersepakat dengan penyedia barang mengenai besaran kewajiban pemerintah daerah,” sambungnya.

Pemkab Kukar mengutus Inspektorat Daerah Kukar untuk mengaudit progres proyek. Diprediksi, awal Agustus 2019, hasil audit telah diketahui. Barulah pemkab mengambil langkah kebijakan. Menurut Sunggono, proyek CBD kecil kemungkinan dilanjutkan berdasar perencanaan awal. Nilai proyek dianggap kelewat besar. Kondisi keuangan daerah juga sedang tak sehat.

“Kemungkinan besar akan kami review dengan menyesuaikan kemampuan anggaran terkini,” terang Sekkab.

Mengenai patung naga yang menjadi perhatian publik, pemkab menyadari hal tersebut. Sunggono mengatakan, nasib patung naga segera diputuskan untuk dilanjutkan pembangunannya atau tidak.

Edi Mardian, sekretaris Inspektorat Daerah Kukar, membenarkan bahwa proses audit proyek CBD sudah berjalan. Pemeriksaan terhadap proyek CBD masuk kategori audit khusus, sebagaimana permintaan Sekkab Kukar kepada inspektorat. Audit ini memerlukan waktu panjang sementara personel inspektorat terbatas. Meski demikian, Edi memastikan, hasil audit bisa diketahui Juli ini.

“Kami akan melaporkan sebagaimana adanya kepada bupati. Mulai progres hingga kualitas pembangunan,” sebut Edi Mardian ketika ditemui kaltimkece.id di ruang kerjanya.

CBD Tak Sendiri

Sepeninggalan Rita yang kini menjalani hukuman 10 tahun di penjara, sejumlah fasilitas publik di Tenggarong terlihat tak terurus. Yang cukup mencolok adalah Pulau Kumala. Semasa berkuasa, Bupati Rita telah menyelesaikan pembangunan Jembatan Repo-Repo yang menghubungkan Tenggarong dengan Pulau Kumala. Jembatan itu dibangun untuk meningkatkan wisatawan ke pulau di tengah Sungai Mahakam tersebut.

Hari-hari ini, kondisi objek wisata buatan itu makin hari kian memprihatinkan. Padahal, Pulau Kumala adalah penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) terbesar dari sektor pariwisata. Pulau Kumala berkontribusi 80 persen dari Rp 3 miliar PAD sektor pariwisata pada 2017 (Kukar Dalam Angka 2018, hlm 471).

Muramnya fasilitas pariwisata di Pulau Kumala diikuti destinasi megah yang lain. Planetarium Jagad Raya Tenggarong, contohnya, pernah menjadi kebanggaan daerah. Planetarium ketiga di Indonesia itu sempat menjadi satu-satunya planetarium yang dilengkapi fitur film tiga dimensi tanpa harus menggunakan kacamata khusus. Pada masa keemasannya, planetarium berhasil menyedot lebih dari 30 ribu kunjungan. Namun, karena tak terurus, jumlah wisatawan terjun bebas menuju 7 ribu pengunjung pada 2017. Hari-hari ini, planetarium sudah 100 persen tak beroperasi. Teater bintang yang menjadi sajian utama, rusak sejak Februari 2019.

Kemegahan milik Kukar lainnya yang juga terbengkalai adalah fasilitas olahraga. Termasuk yang terbaik di Indonesia, Kukar memiliki Stadion Aji Imbut berkapasitas 35 ribu penonton di Tenggarong Seberang. Rumput lapangan sepak bola ini pernah memenuhi standar FIFA. Gedung velodrome-nya pun termasuk yang pertama di Asia Tenggara dengan fasilitas tertutup. Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pernah menginjakkan kaki di venue ini saat membuka Penas KTNA pada 2011.

Kemegahan itu nyaris tinggal cerita. Arena olahraga ini terbengkalai dengan tumbuhan liar di mana-mana. Jaring laba-laba dengan mudah ditemukan di berbagai sudut. Padahal, stadion ini rutin difungsikan sebagai markas tim sepak bola Mitra Kukar, sebelum pindah ke Stadion Rondong Demang selepas terdegradasi.

Anggaran masih menjadi persoalan utama. Dari alokasi dana yang diterima, sebagian besar habis untuk air dan listrik sebesar Rp 4 miliar. Sisanya, terbagi untuk pemeliharaan di Stadion Rondong Demang. Hanya 20 pegawai yang bisa dipekerjakan di sini. Bandingkan dengan Stadion Segiri di Samarinda, yang lebih kecil dari Stadion Aji Imbut, yang mempunyai 200 karyawan. Kondisi ini membuat banyak kebutuhan yang dipangkas. Tak ada satpam. Siapapun bisa masuk tanpa khawatir terciduk. Lokasi parkir juga kerap jadi tempat berjualan tanpa sedikit pun uang masuk ke pengelola.

Kelemahan dan pengawasan itu juga yang menjadi persoalan bagi wajah Kukar. Di pintu masuk Tenggarong dari arah Samarinda, berdiri kedai esek-esek berkedok warung kopi di jalan poros. Sudah berlangsung lama dan sudah tahu sama tahu. Masalahnya, penertiban selalu tak pernah efektif. Mulai kabar bocor hingga terhenti di batas regional. Jalan poros sisi kiri dan kanan tersebut terbagi antara wilayah Kukar dan Samarinda. Pelaku prostitusi tinggal menyeberang jalan untuk menghindari penertiban aparat Kukar.

Ketua Komisi II DPRD Kukar, Andi Faisal, sepakat bila wajah Kukar saat ini sedang muram. Namun, dia enggan menyalahkan keadaan seperti karena Kukar ditinggal bupati sebelumnya. Andi Faisal menilai, situasi ini lebih karena defisit anggaran yang cukup besar dialami Kukar. Lebih dari itu, reaksi Pemkab Kukar juga harus menjadi perhatian. Sudah saatnya, kata dia, pemkab bergerak cepat menyikapi berbagai masalah. Hanya dengan begitu, nama Kukar harum seperti sedia kala, bukannya menjadi cemoohan. (*)

Dilengkapi oleh: Arditya Abdul Aziz
Editor: Fel GM
 
Baca juga serial liputan khusus ini:
 
 
 
 
 

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar