Ekonomi

Banjir Pakaian Terlarang di Balikpapan

person access_time 1 year ago
Banjir Pakaian Terlarang di Balikpapan

Usaha pakaian bekas impor milik Mega Purnamasari di Jalan Gunung Satu, Balikpapan Barat. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Peminat pakaian bekas impor disebut cukup banyak. Mengapa barang berkualitas itu diharamkan pemerintah?

Ditulis Oleh: Surya Aditya
Kamis, 06 April 2023

kaltimkece.id Sebuah keranjang berisi puluhan lembar celana kusam tergeletak di depan sebuah toko. Di pintu masuknya, menggantung belasan jaket beragam warna, merek, dan ukuran. Adapun di dalamnya terdapat enam gantungan pakaian persegi panjang. Masing-masing gantungan berisi puluhan kaus pria dan perempuan.

Di atas salah satu gantungan itu, berdiri tiga maneken yang mengenakan kaus lengan panjang. Kaus yang berwarna putih dan abu-abu bergambar tulisan FILA. Ada pula sejumlah sepatu–salah satunya bermerek Adidas–terpajang di gantungan yang lain. Belasan kaus berkain tebal juga menempel di dinding bangunannya.

Toko tersebut berdiri di tepi Jalan Gunung Satu, Kelurahan Margo Mulyo, Balikpapan Barat. Pemiliknya bernama Mega Purnamasari, 30 tahun. Kepada kaltimkece.id pada Selasa, 4 April 2023, perempuan berhijab hitam itu mengatakan, semua pakaian di tokonya merupakan pakaian impor bekas. Ia mendapatkan barang tersebut dari seorang penjual seperti dirinya di Bandung. Penjual tersebut ia kenal melalui media sosial.

“Sampai di sini, barangnya saya cuci lagi sebelum dijual,” kata Mega. Ia mengaku tak tahu persis dari mana asal negara pakaian tersebut. Yang ia tahu, penjual di Bandung mengambil barang dari Batam. “Bilangnya, sih, barangnya berasal dari Korea,” imbuhnya.

Mega menceritakan awal mula mendirikan usahanya. Sebermula dari beberapa potong baju bekas impor yang ia beli di media sosial. Baju-baju tersebut dijualnya lagi di marketplace. Dalam hitungan jam, pakaian-pakaian itu ludes terjual. Dari sini, Mega melihat peluang menjanjikan dari bisnis sandang seken impor. Sedikit demi sedikit, ia tambah kuota pemesanan pakaian.

Pada 2020, Mega memberanikan diri menjual pakaian impor bekas via luring. Sebuah garasi kendaraan milik orangtuanya ia sulap menjadi toko. Toko itulah yang ia tempati sampai sekarang. Langkah berani yang diambil Mega berbuah manis. Konsumennya semakin banyak.

Peminat garmen bekas impor, sebut dia, berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari yang muda sampai tua, dari pelajar hingga pegawai kantoran. Nyaris semua konsumennya disebut memiliki alasan yang seragam membeli pakaian tersebut. Tak lain tak bukan karena bermerek terkenal, berkualitas tinggi, dan tentunya murah meriah.

“Kalau ada yang murah, bagus, dan tahan lama, buat apa yang mahal?” ucap Mega. Harga barang-barang bekas yang dijualnya bervariasi, mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 400 ribu.

Bisnis yang tengah dibangun Mega kini mendapat cobaan berat. Sudah empat bulan, kata dia, pakaian bekas impor yang ia pesan pada Desember 2022 tak datang. Berdasarkan informasi yang diterimanya, masalah ini muncul karena sedang terjadi razia besar-besaran terhadap pakaian bekas impor. Pakaian tersebut dituding mematikan usaha pakaian lokal kelas menengah ke bawah.

“Padahal, usaha kami ini juga UMKM. Kalau kami tidak mendapat pasokan lagi, ya, usaha kami akan mati,” kata Mega pasrah.

Pasar pakaian bekas impor di dekat Pasar Pandansari, Balikpapan. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Risiko Dagang Pakaian Bekas

Di Kota Minyak, pakaian bekas impor dapat ditemui dengan mudah di dekat Pasar Pandansari. Sejumlah kios kecil berbahan kayu berdiri berdampingan di situ. Beralas meja mini, gundukan pakaian bekas terhampar di setiap muka toko tersebut.

Rahim, 35 tahun, adalah salah seorang pedagang di sana. Kepada kaltimkece.id, pria itu mengaku, mendapatkan pakaian bekas impor dari Jakarta. Biasanya, dalam sebulan, ia memasan pakaian bekas impor sebanyak satu sampai dua karung berukuran jumbo–biasa disebut ballpress. Harga satu ballpress itu disebut berkisar Rp 8-9 juta.

Rahim pun menyatakan, peminat pakaian bekas impor cukup tinggi. Apalagi pada masa Ramadan seperti sekarang ini, konsumennya bisa datang dua kali lipat dari sebelum bulan puasa. Rahim juga menerapkan sistem obral menjelang lebaran seperti usaha pakaian lainnya. Harga paling murah pakaian bekas impor yang ia jual adalah Rp 5 ribu dan yang paling mahal Rp 250 ribu.

Usaha pakaian bekas impor juga memiliki risiko. Tidak semua pakaian di ballpress, kata Rahim, bisa dijual. Terkadang, ia menemukan pakaian yang sobek. Ada juga pakaian yang kotornya kelewat mengerikan. Pakaian-pakaian seperti ini tidak dijual oleh Rahim.

“Kami hanya bisa memilih pakaian apa yang mau dipesan, cewek atau cowok, tanpa melihat bentuknya,” sebutnya.

Rahim juga menghadapi kendala stok barang. Sejak awal Maret 2023, pakaian bekas impor yang ia pesan tak kunjung datang. Ia pun menduga, masalah ini terjadi karena sedang berlangsung razia pakaian bekas impor. “Enggak tahu kapan lagi barangnya datang,” tuturnya.

Widyo Tutuko, kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masayarakat, Kanwil Dirjen Bea dan Cukai Kabagtim. FOTO: SURYA ADITYA

Penindakan Pakaian Ilegal

Pakaian bekas impor adalah barang ilegal diperdagangkan di Indonesia. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pakaian bekas bisa masuk dengan sejumlah pertimbangan dan persyaratan tertentu. Misalnya, dibawa oleh pejabat, pekerja, atau mahasiswa dari luar negeri yang pulang ke Indonesia.

Pada Selasa, 28 Maret 2023, sejumlah aparat memusnahkan pakaian bekas impor sebanyak 7.363 ballpress di tempat penimbunan pabean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Bekasi, Jawa Barat. Pakaian yang terdiri dari baju, celana, jaket, topi, hingga tas itu disebut memiliki nilai Rp 80 miliar. Semuanya disita oleh aparat di sejumlah gudang penyimpanan di Jakarta dan sekitarnya.

Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masayarakat, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Timur, Widyo Tutuko, memberikan penjelasan. Pakaian bekas impor diharamkan karena dapat memberikan sejumlah dampak buruk. Salah satunya berdampak bagi kesehatan.

“Kita tidak pernah tahu siapa pemakai pakaian itu sebelumnya. Bisa saja ‘kan, orang yang pernah memakai sebelumnya terjangkit virus?” kata Widyo kepada kaltimkece.id di kantornya di Balikpapan. Dampak lainnya, sambung dia, pakaian bekas impor dapat mematikan industri pakaian lokal. Produk-produk lokal disebut kini mulai tersisihkan.

Usaha pakaian bekas impor di Balikpapan. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Kanwil Dirjen Bea dan Cukai Kabagtim melakukan berbagai upaya memberantas peredaran pakaian bekas impor. Widyo membeberkan, dari Desember 2021 sampai Maret 2023, institusinya menindak tujuh kasus penyelundupan pakaian bekas impor di Kaltim dan Kaltara. Sebanyak empat penyelundupan berasal dari Malaysia. Sisanya berasal dari Singapura, Yunani, dan Indonesia. Kendaraan pengangkutnya beragam, dari pesawat, kapal, hingga jasa ekspedisi. Beberapa pembawa pakaian bekas impor ada yang dijebloskan ke penjara.

“Rata-rata, barang-barang tersebut diedarkan di Sulawesi,” bebernya.

Walau demikian, dia tak menampik, ada saja pakaian bekas impor yang luput dari radar Dirjen Bea dan Cukai. Menurutnya, penyebab masalah ini karena personel Bea dan Cukai terbatas. Tidak semua wilayah baik di darat maupun laut di Kaltim dan Kaltara bisa dipantau petugas Bea dan Cukai. Para penyelundup disebut paling sering menggunakan jalur laut untuk membawa barang ilegal ke Indonesia. Dan mereka kerap tidak berlabuh di pelabuhan resmi sehingga tak terpantau oleh petugas Bea dan Cukai.

“Kalau barangnya sudah sampai ke pengecer, kami jadi susah menindak karena barangnya sudah bercampur dengan barang lainnya,” tandas Widyo.  (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar