Ekonomi

Blok Sangasanga, Kepergian VICO dan Keuntungan Kaltim

person access_time 5 years ago
Blok Sangasanga, Kepergian VICO dan Keuntungan Kaltim

Rig di Blok Mahakam, lepas pantai Kutai Kartanegara. Bersamanya, Blok Sangasanga kini dikelola Pertamina (foto: dokumen kaltimkece.id)

Kontrak kerja sama selama 50 tahun di Blok Sangasanga berakhir. VICO Indonesia pergi, Pertamina mengambil alih. 

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Kamis, 09 Agustus 2018

kaltimkece.id Setelah Blok Mahakam mencapai akhir kontrak kerja sama, kini giliran Blok Sangasanga. Rabu, 8 Agustus 2018, blok migas di pesisir Kutai Kartanegara itu memasuki lembaran perjalanan baru. Blok Sangasanga yang dioperasikan Virginia Indonesia Company atau VICO Indonesia sejak 1968, sekarang dikelola perusahaan negara.

PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga atau PHSS menjadi operator baru di blok yang berpusat di Kecamatan Muara Badak tersebut. Akhir cerita kontrak kerja samanya serupa dengan Blok Mahakam, sama-sama tak diperpanjang lalu diambil alih Pertamina. Tak berbeda dengan Blok Mahakam yang sebelumnya dioperatori Total E&P Indonesie, Blok Sangasanga juga memberi hak partisipasi atau participating interest sebesar 10 persen kepada Provinsi Kaltim. Melalui hak ini, provinsi diyakini tak lagi hanya duduk manis seraya berharap dana bagi hasil migas dari pemerintah pusat. Lewat participating interest, Kaltim terlibat sekaligus berpeluang menambah pundi pendapatan asli daerah dalam jumlah besar. 

“Kami masih menunggu pembahasan participating interest Blok Sangasanga,” terang Ketua Komisi II DPRD Kaltim Edy Kurniawan kepada kaltimkece.id, Rabu, 7 Agustus 2018. Dia setuju bahwa imbas positif dirasakan Kaltim ketika blok migas dikelola Pertamina. Edy membandingkannya dengan masa Blok Sangasanga dikelola swasta. Daerah menerima dana bagi hasil belaka. Dana itu harus disetor ke pusat sebelum dibagikan kepada daerah penghasil migas. 

Berbeda dengan hak partisipasi 10 persen bagi daerah. Pendapatan dari pengelolaan participating interest segera berbentuk pendapatan asli daerah. Artinya, langsung masuk ke kas daerah. “Secara sederhana, lebih banyak rupiah yang didapat Kaltim dengan skema PI (participating interest),” yakin politikus PDI Perjuangan itu. 

Participating interest sudah diatur dalam Peraturan Menteri  ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 Persen Pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Besaran 10 persen adalah angka maksimal kontrak kerja sama (KKS) yang wajib ditawarkan kontaktor kepada BUMD atau BUMN. Semangat dari aturan ini adalah meningkatkan peran serta daerah dan nasional dalam pengelolaan minyak dan gas. 

Merujuk publikasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saham dari hak partisipasi dimiliki daerah melalui badan usaha milik daerah atau BUMD. Saham tersebut juga tidak bisa diperjualbelikan, dialihkan, ataupun dijaminkan. Adapun BUMD sebagai pengelola hak partisipasi, disahkan melalui peraturan daerah, berbentuk perusahaan daerah, dan 100 persen milik pemerintah daerah. Bisa pula berbentuk perseroan terbatas namun minimal kepemilikan adalah 99 persen pemerintah daerah dan sisanya terafiliasi dengan pemerintah daerah. 

Baca juga: Meraup Untung dari Berjualan Siaran Langsung

Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Chairil Anwar, setuju bahwa hak partisipasi dari Blok Sangasanga selepas VICO pergi akan menguntungkan daerah. Perbedaan dari skema terdahulu, Kaltim tak lagi bergantung dana bagi hasil migas. Cody, panggilan dekat Chairil, menerangkan bahwa dana bagi hasil terbilang kecil karena pemerintah hanya mendapat sekian persen. 

“Besaran bagi hasil bergantung kesepakatan kontrak. Yang dapat banyak, tetap kontraktor asing,” ujarnya. 

Berbeda ketika blok migas dikelola Pertamina sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Hasil produksi, melalui participating interest, bisa dirasakan Indonesia dan daerah karena terlibat langsung dalam tata kelola. “Makin sedikit pihak yang terlibat, menghemat satu elemen lagi. Pembagian pasti lebih besar,” ucapnya.

Blok Sangasanga memang masih diperhitungkan. Cadangan minyak di blok tersebut tidak kurang dari 13.232 thousand stock tank barrel (mstb). Cadangan gas di blok ini sebesar 448,96 miliar kaki kubik (bscf). Adapun produksinya, mencapai 16.733 barel setara minyak per hari (boepd) dan 70 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd). Blok Sangasanga bersama blok migas yang lain di Kalimantan Timur menghasilkan 35 persen produksi migas Indonesia.

Menurut catatan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, jumlah karyawan dan pekerja VICO Indonesia di wilayah kerja Sangasanga adalah yang terbesar. Pada 2017, sebanyak 4.500 orang bekerja di VICO Indonesia. 

Setelah Blok Sangasanga dan Blok Mahakam, satu wilayah kerja lagi yang segera habis masa kontraknya. Blok tersebut adalah wilayah kerja East Kalimantan dan Attaka yang kini dikelola Chevron Indonesia. Kaltim kembali berpeluang meraih participating interest jika skenario pengakhiran kontak sejalan dengan dua blok terdahulu.

Hak partisipasi juga terbuka dari wilayah kerja migas yang sedang dalam tahap pengembangan lapangan pertama (bukan karena kontrak berakhir). Wilayah kerja jenis ini terdiri dari lima blok yakni Bontang yang dioperatori Salamander Energy, Rapak (Chevron Rapak), Ganal (Chevron Ganal), Paser (Paser Petroleum Resources), dan Wain (Pandawa Prima Lestari).

Jalan Panjang VICO

Blok Sangasanga, terutama di sisi darat (onshore), telah dikelola selama 130 tahun. Ia merupakan bagian dari jejak panjang pertambangan migas di bumi Kaltim yang dimulai pada 1888. Pada saat itu, Sultan Kutai menerbitkan konsesi migas dan batu bara kepada Jacobus Hubertus Menten yang mewakili Pemerintah Hindia Belanda. 

Melalui konsesi tersebut, Royal Dutch Shell membangun kilang yang berkedudukan di Balikpapan pada 1894. Satu per satu sumur minyak dengan nilai komersial kemudian ditemukan. Paling pertama adalah sumur dengan kedalaman 220 meter di Gunung Komendur, sekarang di kawasan Jalan Minyak, Balikpapan. Sumur itu dibor pada 10 Februari 1897, seturut hari jadi kota, dan disebut Mathilda yang diambil dari nama anak perempuan JH Menten (Batu Bara Indonesia, 2014, hlm 37). 

Dari Mathilda, jalur pengeboran sumur minyak menuju Sangasanga. Perusahaan minyak Belanda bernama BPM atau Bataafshe Petroleum Maatschappij, mendapati cadangan di Samboja, Muara Badak, dan Tarakan. Sedemikian banyak sumur yang beroperasi, Hindia Belanda akhirnya membangun kilang minyak di Balikpapan mulai 1898. 

Baca juga: Pipa Minyak Balikpapan, Korupsi hingga Penipuan Ribuan Petani

Selepas kepergian Belanda, eksploitasi minyak dan gas bumi di Kaltim semakin masif terutama pada rezim Orde Baru. Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, sejumlah kontrak bagi hasil diberikan kepada perusahaan asing. Pada 8 Agustus 1968, tepat 50 tahun lalu, kontrak Blok Sangasanga dimulai. Pemerintah RI menandatangani kontrak bagi hasil dengan Huffington Company Indonesia atau Huffco, nama terdahulu VICO (Derap Langkah Pembangunan Kaltim, 2018, hlm 181). 

Perusahaan mulai menemukan minyak bumi di Muara Badak pada 1972. VICO lantas membangun stasiun produksi pertamanya di Badak. Dua tahun kemudian, pada 26 November 1974, VICO bersama PT Pertamina dan Japan Indonesia LNG Company membentuk PT Badak LNG. Kelak, ke pabrik inilah seluruh gas alam cair dari penjuru Kutai Kartanegara dikirim. 

Perjalanan VICO mengeksplorasi minyak dan gas bumi makin mulus. Perusahaan menemukan sejumlah cadangan gas bumi di Lapangan Nilam (1982), Mutiara (1990), dan Semberah (1991). Sampai akhirnya Agustus 2018 ini, setelah kontrak berusia setengah abad, selepas lima presiden berganti, kontrak Blok Sangasanga habis. Untuk pertama kalinya, pengelolaan blok tersebut dikuasai perusahaan milik negara. (*)

Editor: Fel GM
Senarai Kepustakaan
  • Arif, Irwandy, 2014. Batu Bara Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Tim Biro Humas Sekretariat Provinsi Kaltim, 2018. Derap Langkah Pembangunan Kaltim, Samarinda: Biro Humas Sekretariat Provinsi Kaltim.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar