Hukum

Jalan Terjal Pelindung Hukum Mengadvokasi Pencari Keadilan di Kaltim

person access_time 1 year ago
Jalan Terjal Pelindung Hukum Mengadvokasi Pencari Keadilan di Kaltim

Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi. FOTO: GIARTI-KALTIMKECE.ID

Tidak mudah bagi LBH Samarinda memberi bantuan hukum. Minimnya infrastruktur yang memadai jadi hambatannya.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Sabtu, 07 Januari 2023

kaltimkece.id Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda menerima 23 laporan perkara hukum pada 2022. Sebanyak 14 laporan di antaranya diberi pendampingan, sementara sisanya hanya bersifat konsultasi. Dari 14 laporan itu, 10 laporan diadvokasi sampai pengadilan (litigasi), selebihnya tidak sampai pengadilan (nonlitigasi).

Data tersebut dibeberkan Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 LBH Samarinda pada Jumat, 6 Januari 2023. Ia menjelaskan, semua laporan berasal dari individu atau komunitas yang berdomisili di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Paling banyak dari Samarinda sebanyak 10 laporan. Adapun Balikpapan sebanyak tujuh laporan, Kutai Kartanegara dua laporan, serta Bontang dan Kaltara masing-masing satu laporan.

Para pencari keadilan yang mengadu ke LBH Samarinda terdiri dari 12 perempuan dan enam pria. Pekerjaan mereka beragam, mulai dari karyawan swasta, pegawai badan usaha milik daerah, hingga pengurus rumah tangga. Ada juga mahasiswa, pedagang, dan wiraswasta.

Kasus yang mereka laporkan pun bermacam-macam, ada masalah kebutuhan, penggusuran, lingkungan, hingga kebijakan. Setiap kasus menimbulkan dampak yang dapat mengancam hak klien. Fathul menjelaskan, dalam satu kasus, dampak yang muncul bisa lebih dari satu. Kasus penggusuran, misalnya, dampak yang ditimbulkan tidak hanya mengancam hak standar hidup yang layak tapi juga hak atas tempat tinggal. Kasus-kasus lainnya juga berdampak terhadap hak untuk bekerja; hak untuk mendapatkan informasi yang benar; hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak akses informasi publik; hak atas keamanan dan identitas pribadi; hak atas perumahan yang layak; hak untuk bebas dari diskriminasi; serta hak kebebasan berpikir.

Secara umum, Fathul mengatakan, tidak mudah memberikan pendampingan hukum kepada para kliennya. Kondisi geografis Kaltim yang sangat luas dan minimnya infrastruktur yang memadai menjadi hambatan dalam memberikan layanan konsultasi dan bantuan hukum. Hal itu pula yang membuat ia yakin masih banyak pencari keadilan yang belum mendapat bantuan hukum.

“Dengan wilayah kerja yang luas, LBH Samarinda belum dapat menjangkau 10 kabupaten/kota di Kaltim,” pungkas Fathul. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar