Lingkungan

Detail Perizinan Kaltim yang Lebih Luas dari Daratan Provinsi dan Membuat Murka Pimpinan KPK

person access_time 5 years ago
Detail Perizinan Kaltim yang Lebih Luas dari Daratan Provinsi dan Membuat Murka Pimpinan KPK

Aktivitas pertambangan di Kutai Kartanegara (dokumen kaltimkece.id)

Komisi antirasuah menyoal perizinan di Kaltim yang lebih besar dari luas daratan provinsi. Buah dari obral izin masa silam. 

Ditulis Oleh: Fel GM
Rabu, 17 Juli 2019

kaltimkece.id Sebermula otonomi daerah yang lahir dari rahim reformasi, keran perizinan di Kaltim terbuka lebar-lebar. Otonomi daerah ini kemudian memberikan kewenangan kepada bupati dan wali kota untuk menerbitkan izin. Obral konsesi sumber daya alam di Bumi Etam pun dimulai sejak dua dasawarsa silam. 

Ditambah izin kehutanan yang sudah lebih dulu diterbitkan pemerintah pusat, Kaltim sesak dengan konsesi. Pada 2010, gubernur Kaltim saat itu, Awang Faroek Ishak, memoratorium izin pertambangan. Saat itu saja, luas izin telah melebihi daratan Kaltim. 

Empat tahun berselang, kewenangan di bidang pertambangan beralih ke provinsi sesuai amanah Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Ketika diambil alih Pemprov Kaltim, data perizinan di Bumi Mulawarman makin terlihat jelas. Luas seluruh perizinan di Kaltim menembus 13,83 juta hektare. Padahal, luas daratan Kaltim hanya 12,7 juta hektare. 

Perizinan seluas 13,83 juta hektare itu --bahkan lebih luas dari Pulau Jawa-- terdiri dari tiga sektor. Pertama adalah izin kehutanan dengan luas 5.619.662 hektare. Terdiri dari 59 izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan alam seluas 3.973.680 hektare; dan 45 IUPHHK-hutan tanaman industri seluas 1.645.982 hektare. Perizinan sektor kehutanan memangsa 44,09 persen daratan provinsi. 

Sektor kedua adalah pertambangan batu bara. Luas perizinan ini di sekujur Kaltim menembus 5.137.875,22 hektare. Konsesi di bidang pertambangan terdiri dari dua jenis. Pertama adalah izin usaha pertambangan atau IUP. Izin ini diterbitkan para bupati dan wali kota pada masa silam. Jumlahnya 1.404 IUP dengan total luas 4.131.735,59 hektare. Ketika kewenangan pertambangan beralih ke pemerintah provinsi sesuai Undang-Undang 23/2014, IUP di Kaltim tersisa 734 izin. 

Jenis izin pertambangan yang kedua adalah perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B. Konsesi ini diterbitkan pemerintah pusat dan terdiri dari beberapa generasi. Sebanyak 30 PKP2B beroperasi di Kaltim. Total luasnya 1.006.139,63 hektare. 

Baca juga:
 

Sektor usaha ketiga yang juga rakus lahan adalah perkebunan kelapa sawit. Menukil data Dinas Perkebunan Kaltim, total konsesi yang telah diterbitkan mencapai 375 izin dengan luas 3.095.824 hektare. Angka tersebut setara 23,62 persen daratan Kaltim. Dari luas tersebut, sebanyak 189 izin telah berstatus hak guna usaha atau HGU dengan luas 1.159.880 hektare. 

Dari ketiga sektor inilah, perizinan di Kaltim bisa lebih luas dari daratan Kaltim. Kondisi ini disebabkan adanya tumpang tindih lintas sektor. Luas perizinan yang tumpang tindih itu cukup besar, mencakup 4,50 juta hektare. Silang sengkarut perizinan banyak ditemukan di Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Kutai Barat. Di Kutai Timur, misalnya, didapati satu area yang ditindih tiga izin sekaligus. 

Kekesalan KPK

Luas perizinan yang lebih besar dari daratan Kaltim mendatangkan kemarahan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK menemukan dua provinsi dengan kondisi sedemikian, Kaltim dan Sulawesi Tenggara. Kekesalan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, dalam diskusi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, di kantornya, Selasa, 16 Juli 2019. 

"Kalimantan Timur ini, menurut temuan lagi, ya, mengapa kita harus hati-hati. Masa jumlah luas izin seluruh Kalimantan Timur itu melebihi luas daratan Kalimantan Timur. Negara apa ini? Sulawesi Tenggara begitu juga. Jumlah luas kawasan izin melebihi luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara. Mana ada negara seperti ini," demikian Syarif. 

Syarif juga menyinggung ucapan Gubernur Kaltim Isran Noor mengenai izin lingkungan. Dia menilai, Gubernur Kaltim tak paham aturan. "Kalimantan Timur, lebih aneh lagi gubernurnya. Bilang persyaratan clean and clear itu adalah persyaratan baru dari KPK jadi tidak boleh semuanya dikenakan kepada semua penambang di Kalimantan Timur. Pasti gubernurnya ini tidak baca regulasi. Yang kita masukkan ke clean and clear itu adalah persyaratan sesuai regulasi. Aneh sekali ada gubernur kayak gitu," ucap Syarif.

KPK juga menyoroti lubang tambang yang menyebabkan korban jiwa. Hingga hari ini, sudah 35 nyawa melayang di lubang tambang terhitung sejak 2011. Menurutnya, hal itu tidak lepas dari dugaan korupsi masa lalu saat proses pertambangan dibiarkan dilakukan dan sulit diungkap.

"Ini banyak berbahaya, terpaksa lagi pemerintah harus keluar uang untuk perbaikan itu. Kalau tak bisa ditutup semuanya, ya, setidaknya diselamatkan supaya itu tidak membahayakan masyarakat. Coba bayangkan, dia sudah menggali secara ilegal, pasti tidak bayar pajak. Sekarang orang mati lagi. Ini negara apa kita ini? Apakah ada korupsinya di situ? Saya yakin ada, yakin banget. Tapi siapa yang terima uang, kapan diserahkan? Apalagi sudah lama seperti itu, susah membuktikan," ucapnya.

Pernyataan Gubernur Isran yang “disentil” KPK ditanggapi Jaringan Advokasi Tambang, Jatam. Dinamisator Jatam Kaltim Pradharma Rupang menyatakan, gubernur sepertinya sudah kebal. Tidak ada upaya introspeksi dan menganalisis permasalahan. “Yang muncul kemudian adalah beragam pernyataan dia (Isran Noor) yang cenderung kontroversial dan membuat gaduh," tutur Rupang kepada kaltimkece.id

Pernyataan Isran Noor mengenai clean and clear yang disorot KPK sebenarnya telah diingatkan sejumlah organisasi nonpemerintah sejak 2014 silam. Koordinator Kelompok Kerja 30, Buyung Marajo, menjelaskan bahwa Isran menyampaikan hal tersebut dalam sebuah pertemuan di Balikpapan. Tim KPK hadir di pertemuan tersebut. 

“Isran Noor saat itu menjabat sebagai bupati Kutai Timur. Isran menolak pola CNC karena, menurut dia, tidak ada aturannya," jelas Buyung. 

Serupa di Filipina

Luas izin Kaltim yang lebih luas dari daratan provinsi sebangun dengan kondisi yang pernah ditemukan di Filipina. Kembali ke Wakil Ketua KPK Laode M Syarif yang mencontohkan kasus Oposa Case yang terkenal di Filipina. Oposa merupakan pengacara yang menggugat Kementerian Sumber Daya Alam Filipina karena izin yang dikeluarkan ternyata lebih luas dari daratan.

Gugatan diajukan bukan hanya atas nama pribadi, namun generasi mendatang di Filipina. Singkat cerita gugatan itu dikabulkan oleh Mahkamah Agung Filipina. Pemerintah akhirnya membatalkan izin tambang-tambang yang telah dikeluarkan.

Buyung Marajo dari Pokja 30 mengatakan, langkah seperti di Filipina pernah dilakukan di Samarinda. Pada 2010, sejumlah aktivis lingkungan mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang bernama Samarinda Menggugat. Gugatan tersebut dimenangkan hingga tingkat Mahkamah Agung. Bahwasanya, pemerintah harus bertanggung jawab atas sejumlah dampak lingkungan di Samarinda yang disebabkan aktivitas pengerukan sumber daya alam. 

Buyung sepakat bahwa pangkal karut-marut perizinan di Kaltim adalah korupsi. “Kami mendukung penuh langkah KPK menyelidiki, seraya berharap KPK mengambil alih upaya pencegahan hingga proses penindakan," terangnya. Pokja 30 menyodorkan dugaan korupsi yang paling nampak di sektor pertambangan. Salah satunya, kemudahan beroperasi bagi perusahaan tambang tanpa lebih dahulu menyetor jaminan reklamasi. (*)

Dilengkapi oleh: Ika Prida Rahmi

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar