Lingkungan

Melihat Kewenangan Pertambangan yang Dikembalikan ke Provinsi Tapi Disebut Pekerjaan Sia-Sia

person access_time 2 years ago
Melihat Kewenangan Pertambangan yang Dikembalikan ke Provinsi Tapi Disebut Pekerjaan Sia-Sia

Ilustrasi aktivitas penggalian batu bara (arsip kaltimkece.id).

Kebijakan pemberian izin pertambangan dikembalikan ke daerah. Tapi bukan untuk pertambangan batu bara.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Kamis, 21 April 2022

kaltimkece.id Pemerintah pusat mengembalikan kewenangan pemberian izin pertambangan kepada pemerintah provinsi tapi hanya sebagian. Salah satu yang tidak dikembalikan adalah pemberian izin pertambangan batu bara. Pengembalian kebijakan ini disebut kelompok antitambang sebagai pekerjaan sia-sia karena bisa memperburuk masalah pertambangan.

Pengembalian kewenangan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Minerba yang terbit pada 11 April 2022. Berdasarkan salinan Perpres yang diterima kaltimkece.id, lingkup kewenangan yang didelegasikan termuat di bab keduanya.

Pasal dua ayat pertama dalam bab tersebut, menyebutkan bahwa pendelegasian kewenangan meliputi pemberian izin dan pemberian izin standar; pembinaan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan; serta pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan.

Sedangkan ayat keduanya menjelaskan ketentuan pemberian izin standar. Izin standar meliputi kegiatan konsultasi dan perencanaan usaha jasa pertambangan di sembilan bidang. Lima bidang di antaranya yaitu penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi pertambangan, dan pengangkutan. Empat bidang yang lain adalah lingkungan pertambangan, reklamasi dan pascatambang, keselamatan pertambangan, dan atau penambangan.

_____________________________________________________PARIWARA

Adapun ayat ketiga, masih dalam bab kedua di pasal pertama, menjelaskan tentang 12 jenis pemberian izin dari pemprov. Salah satunya izin usaha pertambangan (IUP) dalam rangka penanaman modal dalam negeri untuk komoditas. Komoditas tersebut dibagi menjadi tiga golongan yaitu mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan. Ketentuannya seragam, lokasi tambang harus di satu provinsi dengan batas wilayah laut sampai 12 mil.

Selain itu, izin pengangkutan dan penjualan komoditas juga bisa diberikan provinsi. Sama seperti IUP, komoditasnya juga dibagi menjadi tiga golongan yaitu logam, bukan logam jenis tertentu, dan batuan. Ketiga komoditas inipun berlaku bagi pemberian IUP untuk penjualan komoditas. Pemprov juga bisa memberikan surat izin penambangan batuan (SIPB), izin Pertambangan rakyat (IPR), dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

Dalam sebuah konferensi pers pada Senin, 18 April 2022, Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin, menjelaskan, pendelegasian kewenangan tersebut belum sepenuhnya dijalankan. Pemprov disebut masih harus melakukan sejumlah persiapan agar aturan dapat berjalan tanpa kendala.

Dikonfirmasi pada kesempatan yang berbeda, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Puguh Harjanto, membenarkan bahwa pemprov diperintahkan pusat untuk mempersiapkan pelaksanaan Perpres 55/2022. Persiapan ini diperkirakan memakan tiga bulan. “Pada masa itu, kami mempersiapkan teknis izin pelaksanaannya,” kata Puguh kepada kaltimkece.id, Rabu, 20 April 2022.

Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Kaltim, Christianus Benny, menjelaskan bahwa Perpres 55/2022 sebenarnya masih membatasi peran pemprov mengelola pertambangan. Pemprov disebut belum bisa mengeluarkan izin untuk pertambangan batu bara karena perizinannya masih menjadi kewenangan pusat.

Diwawancari secera terpisah, Gubernur Kaltim, Isran Noor, belum memberikan tanggapan mengenai Perpres 55/2022. Ia meminta waktu untuk mempelajari peraturan tersebut. “Saya belum baca detailnya. Ya, mudah-mudahan bagus,” ujar Gubernur di salah satu hotel di Samarinda.

Tak Berpihak kepada Rakyat

Kehadiran Perpres 55/2022 dinilai belum bisa mengatasi dampak negatif dari pertambangan. Menurut Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, beleid tersebut sama saja dengan UU Minerba karena tidak membahas keselamatan rakyat. Keselamatan yang di maksud adalah pemberian sanksi bagi pelanggar perpres, kontrol rakyat terhadap pertambangan, hingga hak veto rakyat.

“Yang dibagi itu hanya kewenangan administrasi daerahnya saja,” sebut Rupang kepada kaltimkece.id.

Ia bahkan mengatakan, peraturan tersebut bisa menjadi celah praktik korupsi. Pemberian sertifikat izin pertambangan disebut bisa dimanfaatkan melakukan pungutan liar. Kondisinya semakin parah karena izin pertambangan memiliki masa tenggat. Jika batas waktunya berakhir, pengusaha bisa memperpanjangnya lagi.

“Itu berarti, butuh sertifikat lagi. Maka, ada pembiayaannya lagi tiap sertifikat. Ini yang kami sebut ruang-ruang baru praktik korupsi,” urai Rupang.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Pedelegasian kewenangan pertambangan kepada pemprov juga disebut belum maksimal. Warga terdampak pertambangan yang berlokasi jauh dari perkantoran Pemprov Kaltim di Samarinda, kata Rupang, akan semakin sulit melaporkan masalahnya. Oleh sebab itu, pedelegasian seharunya juga diberikan kepada pemerintah kota atau kabupaten agar penanganannya bisa semakin maksimal.

Atas dasar itu, Rupang menyimpulkan bahwa Perpres 55/2022 belum menguntungkan masyarakat dan bisa memperparah daya rusak akibat pertambangan. Kerusakan tersebut meliputi lingkungan dan infrastruktur yang digunakan para pelaku tambang.

“Jadi, ini tidak ada perubahan. Tidak ada semangat memperkecil daya rusak atau komitmen pemulihan tapi justru memperluas akses kerusakan tambang itu sendiri,” tutupnya. (*)

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar