Lingkungan

Ribuan Ikan Mati Mendadak, Sungai Perak Diduga Tercemar Limbah Sawit dan Batu Bara

person access_time 4 years ago
Ribuan Ikan Mati Mendadak, Sungai Perak Diduga Tercemar Limbah Sawit dan Batu Bara

Potret Sungai Perak dengan bangkai-bangkai ikan yang mengambang di permukaan. (Foto: BPK Desa Bermai untuk kaltimkece.id)

Air sungai ini dulunya jernih kehijauan. Sejak ramai industri di sekitar, berubah jadi kecokelatan.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Sabtu, 23 November 2019

kaltimkece.id Mentari baru menanjak tatkala para nelayan memulai aktivitasnya turun ke sungai. Dengan tangan yang masih sibuk mendayung perahu kayu, para nelayan terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Ribuan bangkai biota air membusuk di aliran Sungai Perak, Desa Bermai, Kecamatan Damai, Kutai Barat.

Kamis pagi, 21 November 2019, aliran sungai mengeluarkan aroma menyengat. Bangkai hewan sungai mengambang. Hingga jelang siang, tak satupun hasil tangkapan bisa dibawa pulang. Ribuan ikan sudah mati mendadak.

Pemandangan tersebut mengingatkan nelayan akan apa yang menimpa desa tersebut pada 2015. Saat itu, Sungai Perak juga tercemar. Biota air kerap ditemui mati mendadak. Terlebih ketika musim hujan tiba. Petaka bagi nelayan. Juga warga sekitar yang bergantung hidup di Sungai Perak.

Warga hanya bisa menduga, air sungai berulang kali tercemar akibat limbah pabrik pengolahan kelapa sawit dan aktivitas pertambangan. Belum ada keterangan pasti penyebabnya. Sudah berulang kali mengadu tapi tak ada tindakan otoritas terkait.

Sungai Perak merupakan aliran dari anak sungai Kedang Pahu yang bermuara di Sungai Mahakam. Melintang di Desa Bermai dan Desa Besi. Sudah berpuluh-puluh tahun jadi sumber kehidupan sekitar 3 ribu warga yang bermukim di sekitar.

Air yang mengalir puluhan kilometer itu, satu-satunya sumber air bersih warga. Hingga saat ini, belum tersedia suplai air bersih dari PDAM.

Dulunya, air sungai tersebut begitu jernih. Warnanya bening kehijauan. Tapi keadaan berubah semenjak tumbuhnya ribuan pohon kelapa sawit dan aktivitas pertambangan di sekitar. Air sungai perlahan berubah kecokelatan.

Semenjak itu, warga sering didera masalah. Diawali tidak bisa lagi menggunakan sungai sebagai sumber air bersih. Pencemaran terjadi sepanjang tahun. Ikan makin sulit ditemukan.

"Bukan ikan saja, udang juga mati. Semuanya sudah mati membusuk. Segala ada bidawang (labi-labi) mati juga," ungkap Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Desa Bermai, Denos Husein, kepada kaltimkece.id, saat dihubungi Sabtu siang, 23 November 2019.

Husein sudah melaporkan kejadian tersebut berulang kali. Kepada berbagai level otoritas terkait. Tapi tak pernah mendapat tanggapan serius.

Husein juga bertemu langsung pihak perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap limbah tersebut. Sejumlah bukti kondisi sungai diberikan. Perusahaan juga telah meninjau langsung. Tapi belum ada tanggapan diberikan kepada warga.

"Mumpung ada dia (perusahaan) di lokasi Kampung Bermai, dia langsung meninjau. Jadi baik sampel maupun video dan foto saya serahkan kepada mereka," ucapnya.

Sungai yang tercemar membuat warga harus membeli air bersih dengan harga Rp 7.500 per jerigen. Isinya 20 liter. Sedangkan warga yang hidup tak berkecukupan, nekat  menggunakan air sungai yang sudah tercemar. Husein berharap ada tindakan pemerintah. Setidaknya menyediakan air bersih.

Selama ini warga hanya bisa menduga pencemaran akibat aktivitas pertambangan batu bara dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Ada tiga perusahaan berdiri di sekitar sungai. "Kami masih belum tahu limbah ini dari kegiatan apa. Kami belum bisa menjelaskan karena di Kampung Bermai ini ada perusahaan pertambangan dan perusahaan sawit," ucapnya.

Husein terakhir melaporkan tercemarnya Sungai Perak pada 2017. Termasuk menyerahkan sampel saat dilakukan pertemuan antara warga dan pemerintah. Dimasukkan ke satu botol mineral dan dibawa ke lantai tiga Kantor Bupati Kubar. "Sampai sekarang ini tidak ada tindakan."

"Kejadian ini sering terjadi pas hujan turun deras. Kalau musim kemarau enggak ada,” sambungnya.

Ribuan warga terdampak pencemaran terdiri dari dua desa. Yakni Desa Bermai dan Desa Besiq. Sekitar 40 persen warganya adalah nelayan.

"Sementara ini sudah saya berikan edaran. Sudah ketemu Bapak Bupati. Untuk saat ini belum tahu (tindakannya)," imbuhnya.

Cari Sumbernya

Dikonfirmasi kaltimkece.id, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Barat, Ali Sadikin, sudah mengirim anggotanya ke Sungai Perak. Sampel air telah diambil di sejumlah titik untuk diteliti lebih lanjut. Ikan yang mati juga dibawa untuk diuji.

Dari sampel tersebut, akan diketahui apakah sungai  benar-benar tercemar oleh perusahaan tambang batu bara atau perusahaan sawit. Warga diharapkan bersabar. Laboratorium yang dipakai harus terakreditasi.

Ali mengakui wilayah sekitar kampung terdapat aktivitas pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit. "Di Sungai Perak itu memang ada banyak kegiatan. Cuma kami masih melihat lagi. Kalau memang ada dugaan itu, kami tinggal cari ke mana sumbernya. Apakah tambang batu bara atau perkebunan kelapa sawit, atau kedua-duanya," tutup Ali. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar