Penajam Paser Utara

Duduk Perkara Pernyataan Bupati PPU Tak Mau Urus Pandemi yang Dinilai Berbahaya dan Layak Disanksi

person access_time 2 years ago
Duduk Perkara Pernyataan Bupati PPU Tak Mau Urus Pandemi yang Dinilai Berbahaya dan Layak Disanksi

Bupati PPU, Abdul Gafur Masud (tengah) ( foto: instagram pemkabppu)

Bupati PPU menyatakan angkat tangan mengurusi pandemi Covid-19. Pernyataan yang berbahaya.

Ditulis Oleh: Surya Aditya
Jum'at, 02 Juli 2021

kaltimkece.id Abdul Gafur Masud atawa AGM meradang. Bupati Penajam Paser Utara (PPU) itu bilang, penanganan Covid-19 di Indonesia bisa menimbulkan masalah hukum bagi pejabat negara sepertinya. Kepala daerah berusia 33 tahun itu pun menyatakan, tak mau lagi mengurusi pandemi Covid-19. Adapun pernyataan AGM tersebut, bisa berbuntut panjang karena dianggap sebagai bentuk tidak bertanggungjawabnya seorang pemimpin. AGM bahkan disebut bisa dijatuhi sanksi.

Sebermula pada Rabu siang, 30 Juni 2021, di kantor Bupati PPU. Bupati AGM menguraikan alasan keengganannya mengurusi Covid-19 lagi. Sikap AGM ini tidak lepas dari pengadaan sarana penanggulangan Covid-19 yakni chamber box, bilik disinfektan untuk kendaraan dan manusia. Dalam pengadaannya pada 2020, Pemkab PPU menggandeng Perhimpunan Pengusaha Muda Indonesia karena harga yang miring. Kerja sama ini melibatkan pula masyarakat lokal.

Meskipun memperoleh potongan harga, Bupati AGM mengaku, harga setiap unit chamber box terbilang mahal. Akan tetapi, harga yang tinggi bisa dimaklumi Pemkab PPU. Pada awal pandemi, harga-harga fasilitas kesehatan memang melonjak tajam.

“Dari bulan tiga sampai bulan delapan pada 2020 itu, seakan-akan seperti krisis moneter. Masker saja yang biasanya Rp 50 ribu satu kotak, bisa Rp 500 ribu sampai Rp 1 jutaan,” kata AGM.

Demi melindungi warga dari serangan wabah, Pemkab PPU akhirnya tetap membeli chamber box meskipun harganya tak wajar. Lagi pula, ucap AGM, saat itu sudah ada Keputusan Presiden (Keppres) mengenai kejadian luar biasa (KLB). Keputusan tersebut diartikan bahwa penanganan Covid-19 bisa dilakukan dengan cara-cara di luar kewajaran. Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim dan Peraturan Bupati (Perbup) PPU yang mengatur soal penanganan Covid-19 juga menjadi acuan.

“Jadi, ini adalah keadaan genting yang harus bergotong-royong menanganinya,” sambung AGM.

Untuk membeli chamber box, Pemkab PPU disebut mesti mengorbankan anggaran di bidang lain seperti memangkas anggaran infrastruktur jalan. Hasil pembelian barang tersebut diyakini AGM sangat memuaskan. Indikatornya, kasus Covid-19 di PPU diklaim tidak sebanyak di daerah lain.

Belakangan, pengadaan chamber box ini disoal Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Informasi yang dihimpun kaltimkece.id, ada dua jenis chamber box di PPU yang disorot yakni bilik disinfektan untuk kendaraan roda empat dan untuk manusia. Setelah diaudit, BPKP menemukan kejanggalan harga pada pengadaan kedua jenis bilik tersebut. Total harga chamber box untuk mobil adalah Rp 2 miliar yang berarti harga satuannya Rp 500 juta. Menurut BPKP, harga bilik berdinding dan beratap seng itu hanya Rp 200 juta.

Sementara chamber untuk manusia, berdasarkan laman bpkp.go.id, Pemkab PPU membeli seharga Rp 27 juta per unit. Pemkab PPU menyetor Rp 2,7 miliar sehingga mendapatkan 100 bilik . Audit BPKP menyatakan bahwa harga 100 chamber untuk manusia bukan Rp 2,7 miliar melainkan sekitar Rp 2,1 miliar. BPKP lantas meminta Pemkab PPU mengembalikan Rp 509 juta dari selisih harga tersebut ke kas negara. Perintah tersebut belum dilaksanakan.

Audit ini diduga menyebabkan AGM kesal. Menurutnya, pembelian semua chamber sudah mengikuti prosedur. Dengan demikian, pemeriksaan BPKP bertentangan dengan keppres, pergub, dan perbup, yang mengatur penanganan pandemi Covid-19. AGM juga merasa, yang sudah Pemkab PPU lakukan dalam menangani pandemi seperti sia-sia karena audit tersebut.

“Kami sendiri yang menangani (pandemi Covid-19) ini dengan lelah. Setengah mati kami mengerjakan. Ujung-ujungnya jadi masalah,” ucapnya.

Pada akhirnya, AGM menyatakan tidak mau menangani pandemi Covid-19. Menurutnya, mengurus pandemi Covid-19 bisa membuat ia dan keluarganya terjerat hukum. AGM memang tidak mau dibilang menyerah melawan virus tersebut. “Saya hanya enggak mau ngurusin (Covid-19). Ngapain kami urus kalau jadi masalah. Bikin malu,” tegas AGM.

AGM lantas mengajukan syarat agar dirinya mau mengurusi pandemi lagi. Dasar hukum penanganan Covid-19 harus diperjelas. “Kami harus tahu bagaimana status hukumnya nanti. Khawatirnya, kalau sudah ganti pemerintah, kami dipermasalahkan dengan ini (penangan Covid-19). Ya, mending kami stop saja.”

Kejati Telah Terima Laporan

Desas-desus pengadaan bilik disinfektan di Pemkab PPU sampai ke Samarinda. Kejaksaan Tinggi Kaltim telah menerima laporannya. Kepala Seksi Penerangan Hukum, Kejati Kaltim, Tony Yusfanto, mengatakan bahwa kejaksaan telah menerima laporan dari salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait hal tersebut.

"Sudah diterima laporannya," terang Tony kepada kaltimkece.id, Jumat, 2 Juli, 2021. Dia menambahkan, Kejati telah mengklarifikasi laporan tersebut. "Nah, syarat-syarat (pelaporan) ini ditelaah baru diperiksa. Masalah pengadaan disinfektan," sambungnya.

Pemeriksaan yang Tony maksud adalah kelengkapan identitas pelapor, pengaduan, dan bukti awal. "Untuk penyelidikan, kami belum berani bilang . Dalam hal ini, kami terima laporan," imbuhnya.

Laporan tersebut diterima Kejati pada Juni 2021. Saat ini, masih berjalan proses awal di kejaksaan. "Makanya, untuk bukti awal, bisa kami cari, bisa juga dari pelapor. Mana yang cepat. Kalau pelapor memberikan bukti awal, bisa membantu proses penyelidikan," terangnya.

Pernyataan AGM Berbahaya

AGM yang menyatakan tidak mau mengurus pandemi Covid-19 segera menuai kritik keras. Akademikus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, Samarinda, dr Moriko Pratiningrum, menilai bahwa sikap AGM ini tidak pantas bagi seorang pemimpin. Masalahnya, pernyataan AGM dianggap berbahaya jika ditinjau dari sisi kesehatan. Dalam penanganan bencana kesehatan, sosok pemimpin daerah sangat vital. Tanpanya, penanggulangan pandemi yang sudah berat diyakini makin berat.

“Lebih mudah kalau pucuk pimpinan yang menangani dibanding rakyat jelata yang mengurus untuk meminta bantuan,” terang dr Moriko.

Menurut dr Moriko, Pemkab PPU mestinya tidak khawatir mengenai pemeriksaan BPKP. Jika merasa benar dan disertai bukti memadai, Bupati AGM seharusnya menanggapi hasil audit dengan bijak. “Soal belanja, itu ‘kan pasti ada list harganya, ada distributornya. Jadi, kalau disebut mahal, tinggal dibuktikan saja dengan harga list-nya. Gampang,” sebut dokter perempuan tersebut.

Pernyataan AGM pun dinilai dr Morioko sebagai bentuk ketidakbecusan seorang pemimpin. Kritik dr Moriko sangat keras. Ia menganjurkan AGM mundur dari jabatannya. “Lebih baik turun saja sekalian kalau enggak mau mengurusi masyarakat. Enggak bertanggung jawab kalau seperti itu,” tegasnya.

Di tempat terpisah, Fathul Huda Wiyashadi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda memberikan pandangan. LBH Samarinda adalah lembaga di bawah Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) yang telah membuka posko pengaduan penyalahgunaan dana Covid-19 di Kaltim. Menurut LBH Samarinda yang menyadur data dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, realokasi dana untuk penanganan pandemi di PPU pada 2020 sebesar Rp 71,3 miliar. Sebesar Rp 50,5 miliar dibelanjakan, terdiri dari Rp 21,7 miliar belanja di bidang kesehatan, Rp 28 miliar di bidang jaring pengaman sosial. Sementara untuk penanganan dampak ekonomi, datanya belum masuk di Kemendagri.  

Menurut Fathul, AGM bisa dapat masalah dari pernyataannya. Bagaimanapun, yang dilontarkan AGM adalah bentuk pembangkangan terhadap pemerintah pusat yang menyerukan percepatan penanganan pandemi. AGM adalah ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 PPU. Sudah sepatutnya AGM menjadi motor utama menangani badai virus corona di PPU. Menteri Dalam Negeri, ujar Fathul, bisa menjatuhkan sanksi terhadap AGM .

“Karena untuk keselamatan banyak orang, pemda tidak boleh bertentangan dengan pemerintah pusat. Beda hal kalau di bidang pertambangan, boleh-boleh saja berbeda pendapat karena urusan segelintir orang,” terangnya.

LBH Samarinda menyarankan, pihak-pihak yang dirugikan dari pernyataan AGM untuk menempuh jalur hukum. LBH Samarinda siap mengakomodasinya. "LBH Samarinda juga sudah membuka posko pengaduan masalah dana penanganan Covid-19 untuk wilayah Kaltim dan Kaltara," tutupnya. (*)

Dilengkapi oleh: Muhibar Sobary
Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar