Pendidikan

Industri Unggulan Hanya Serap 7,9 Persen Tenaga Kerja, Link and Match Kaltim yang Tak Sejalan

person access_time 5 years ago
Industri Unggulan Hanya Serap 7,9 Persen Tenaga Kerja, Link and Match Kaltim yang Tak Sejalan

Aktivitas para pencari kerja dalam bursa job fair di Samarinda. (dokumentasi kaltimkece.id)

SDM yang dihasilkan belum sepenuhnya bertemu kebutuhan pasar di Kaltim. Pemetaan sinkronisasi masih digulirkan Pemprov Kaltim.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Rabu, 02 Oktober 2019

kaltimkece.id Ketersediaan pendidikan terakses dan berkualitas menjadi tanggung jawab negara. Meski demikian, harus pula dipikirkan bagaimana lulusan sekolah dan perguruan tinggi terserap di dunia kerja. Jangan sampai subsidi pendidikan dan stimulus beasiswa tak terarah dengan baik.

Karenanya, perlu kesesuaian peta jalan industri, pendidikan, dan serapan dunia kerja. Meminimalisasi pengangguran. Istilah yang populer adalah link and match pendidikan dan dunia industri.

Istilah tersebut dipopulerkan mantan Menteri Pendidikan periode 1989-1999, Prof Dr Ing Wardiman. Link and match adalah penggalian kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. Paradigma itu mengharapkan orientasi pendidikan tidak lagi supply minded. Tapi, berbasis kebutuhan pasar (demand minded). Program tersebut memiliki dua sasaran. Tingkat pendidikan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.

Khusus di tingkat sekolah menengah atas, pendidikan difokuskan mengubah proporsi siswa SMA dan SMK dari 70:30 menjadi 30:70. Sementara, di industri, diharapkan adanya peran aktif menciptakan pelatihan-pelatihan khusus. Juga bekerja sama dengan institusi sesuai industri yang dikembangkan (Link and Match Dunia Pendidikan dan Industri dalam Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja dan Industri, LIPI 2009).

Dua dasawarsa setelah konsep itu dicetuskan, belum banyak kemajuan seperti yang diharapkan. Masih banyak sarjana bekerja di luar program studinya. Mereka juga harus menunggu lama untuk bekerja. Di sisi lain, lapangan kerja dan lowongan pekerjaan terbatas. Beririsan dengan pilihan industri yang dikembangkan suatu daerah.

Melihat struktur ekonomi Kaltim, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, pada triwulan II 2019 terlihat 5 besar industri Kaltim. Sektor pertambangan dan penggalian masih mendominasi sebesar 46 persen. Disusul industri pengolahan 17,69 persen. Konstruksi, 8,46 persen, pertanian, kehutanan dan perkebunan, 7,86 persen. Terakhir, perdagangan besar, eceran serta reparasi mobil dan motor, 6,1 persen.

Sayangnya, sektor yang paling mendominasi perekonomian Bumi Etam, pertambangan dan penggalian hanya menyerap 7,9 persen tenaga kerja atau, 140.798 jiwa. Begitu pula pengolahan yang hanya menyerap, 139.977 pekerja atau 7,89 persen. Konstruksi, 5,81 persen, 103.609. Dua sektor lainnya yang justru paling banyak menyerap tenaga kerja yakni pertanian, kehutanan, dan perkebunan, 20,52 persen atau 363.867 pekerja. Sedangkan perdagangan besar, eceran, serta reparasi mobil dan motor, serapan kerjanya 20 persen atau 368.299 orang.

Jumlah angkatan kerja di Kaltim mencapai 1.899.990 orang. Dari jumlah itu, penduduk yang bekerja pada periode sama mencapai 1.773.371 jiwa. Sementara pengangguran terbuka mencapai 126.529 jiwa atau 6,66 persen. Jumlah tersebut diklaim menurun dibanding Februari 2018, 125.167 jiwa.

Dari jumlah itu, penduduk tamatan SMA/SMK yang paling banyak menyumbang jumlah pengangguran sebanyak 7,38 persen atau 55.446 jiwa. Disusul lulusan SMP, 6,40 persen atau 58.515 orang. Sementara perguruan tinggi 5,37 persen atau 12.568 jiwa.

Melihat kondisi itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, Slamet Brotosiswoyo, menilai perlunya link and match dunia pendidikan dan lapangan usaha. Pemprov Kaltim, kata Slamet, perlu membuat peta jalan pengembangan industri di provinsi ini. Pendidikan yang sejalan keperluan pasar tenaga kerja. “Jangan asal kuliah. Menuntut ilmu. Sarjana tapi tak terserap di tenaga kerja,” kata Slamet, Rabu 2 Oktober 2019.

Contoh paling sederhana, adalah pengembangan industri turunan kelapa sawit di Kaltim. Selama ini, Kaltim masih sebatas menjual industri crude palm oil (hulu). Belum diolah menjadi minyak goreng, sabun, dan lain sebagainya (hilir). Ia yakin, jika industri turunan dikembangkan bakal membuka lapangan kerja baru. Ujung-ujungnya, tenaga kerja makin terserap. Juga meningkatkan potensi pendapatan asli daerah.

Begitu juga dengan industri manufaktur lain sebagai alternatif jikalau batu bara dan migas nanti habis. Pendidikan Kaltim harus menerawang jauh. Mencetak sarjana terampil di industri yang dikembangkan pada masa depan. Begitu juga stimulus beasiswa yang digelontorkan, harus jelas difokuskan ke pengembangan industri. “Jangan memberi beasiswa, tapi enggak jelas pekerjaan. Dikaji dulu lapangan pekerjaannya, baru beasiswanya,” pesan Slamet.

Wilayah Kaltim telah ditunjuk sebagai ibu kota negara (IKN) pengganti Jakarta. Seyogyanya, kata Slamet, pemerintah harus bersiap. Mencetak manusia siap kerja dan terampil. Sebab, terawangan dia, banyak pekerjaan baru muncul pada tahap awal pembangunan. Misalnya konstruksi, kelistrikan, perpipaan sampai operasional kilang minyak. Pun, ketika IKN menjadi kota metropolis, diperkirakan mendorong industri baru. Semisal industri kreatif atau start up. Pemerintah, kata dia, dituntut mempercepat infrastruktur telekomunikasi dan ekosistem usaha. Merangsang sarjana lebih gesit menangkap peluang usaha baru.

 “Jadi nantinya, anak-anak mengarah ke pasar kerja, bukan sekadar menuntut ilmu dan jadi sarjana. Harus jelas industri apa di Kaltim yang akan dikembangkan dan dibesarkan,” katanya.

Pada periode Gubernur Awang Faroek Ishak, dibuat skema kerja sama beasiswa pendidikan dan industri yang sedang dikembangkan. Salah satunya, industri kereta api trans Kalimantan. Bekerja sama dengan pemerintah Rusia selaku investor. Pemprov Kaltim mengirim ratusan siswa. Dilatih manajemen perkeretaapian di negeri Beruang Merah. Pemerintah Rusia menanggung biaya pendidikan. Pemprov Kaltim menanggung biaya hidup selama studi.

Saat ini, tersisa tiga angkatan berjumlah 120 orang masih menyelesaikan studi tersebut. Pemprov Kaltim di bawah kepemimpinan Gubernur Isran Noor, komitmen melanjutkan program beasiswa di Russia, Australia, dan dalam negeri. “Akan dilunaskan tahun ini. Biayanya Rp 53 miliar,” kata Ketua Badan Pengelola Beasiswa Kaltim, Iman Hidayat, Rabu, 2 Oktober 2019, ditemui kaltimkece.id di kantornya.

Beasiswa Prestasi, Miskin, sampai Korban KDRT

Dalam kepemimpinan Isran Noor dan Hadi Mulyadi sebagai gubernur -wakil gubernur, Pemprov Kaltim menggagas program Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT) dan simultan. Anggaran yang disiapkan Rp 90 miliar. 1.700 bagi BKT dan 9 ribuan penerima simultan. BKT diperuntukkan siswa SMA/SMK, S1 hingga S3 dalam dan luar negeri. Siswa dan mahasiswa diberi biaya kuliah sampai lulus S1 selama 4 tahun. Sementara beasiswa simultan diberikan per satu tahun. “Kami kerja sama dengan empat bank pemerintah. Jadi, penerima beasiswa tak bisa menggunakan uang beasiswa selain untuk bayar uang pendidikan,” katanya.

Pada tahap awal, beasiswa yang digagas Isran-Hadi berfokus menstimulus siswa dan mahasiswa. Berprestasi dan miskin. Dari berbagai latar belakang. Kategori umum masih diisi penerima jalur berprestasi. Sementara kategori khusus, baik BKT maupun simultan, memiliki sejumlah kategori unik.

Di antaranya pemohon tergolong miskin, disabilitas, dan berkebutuhan khusus, berasal dari daerah tertinggal, terluar, anak dan cucu veteran, penghafal kitab suci, mahasiswa luar negeri dan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Penerima jalur KDRT bisa berasal dari rekomendasi lembaga yang menangani di daerah. Mereka cukup sampaikan hasil visum dan administrasi lain. “Sejauh ini belum ada yang daftar,” kata Iman membuka layar ponsel pintarnya. Ia lalu menunjukkan sudah 11 ribuan pendaftar beasiswa per pukul 15.00 Wita. Pendaftaran ditutup 6 September 2019 nanti.

Saat ini, Pemprov Kaltim menjajaki kerja sama dengan berbagai universitas dan sekolah tinggi top di Indonesia. Misal di Surabaya, ada Institut Teknologi Surabaya dan Universitas Airlangga. Di Malang lewat Universitas Brawijaya. Juga Institut Pertanian Bogor dan Universitas Indonesia. Tak ketinggalan Universitas Mulawarman di Kaltim dan Institut Teknologi Kalimantan. “Agar ada slot tambahan bagi warga Kaltim,” ucapnya.

Diakui Iman, memang pada tahap awal ini, masih disusun peta jalan sinkronisasi fokus program studi penerima beasiswa dan lapangan pekerjaan yang jadi fokus Kaltim. Dia berkilah, hal itu, masih dibahas Tim Gubernur untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan (TGUP3) Provinsi Kaltim. Bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, asosiasi pengusaha, dan instansi lain. Hasil pemetaan itu, kemungkinan dipakai untuk beasiswa tahun depan. Pula, tak ada sanksi bagi penerima beasiswa yang enggan bekerja di Kaltim setelah lulus. Semua berhak bekerja dan mengabdi di mana saja. “Pak Gubernur penginnya inilah komitmen dari Kaltim untuk Indonesia,” imbuhnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar