Samarinda

Seorang Nenek di Balik Resep Bubur Peca, Hidangan Berbuka Puasa di Masjid Tertua Samarinda

person access_time 2 years ago
Seorang Nenek di Balik Resep Bubur Peca, Hidangan Berbuka Puasa di Masjid Tertua Samarinda

Tante Alus menyiapkan hidangan bubur peca di Masjid Shiratal Mustaqiem (foto: giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Selama ratusan tahun, bubur peca disajikan di Masjid Shiratal Mustaqiem. Resepnya dipegang seorang nenek.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Selasa, 05 April 2022

kaltimkece.id Wangi rempah-rempah menyeruak di halaman Masjid Shiratal Mustaqiem. Aroma yang terurai itu berasal dari ratusan piring berisi bubur peca, hidangan berbuka puasa di masjid berdinding kayu dengan cat kuning dan hijau tersebut. Sajian yang disiapkan setiap Ramadan ini sudah turun-temurun.

Senin petang, 4 April 2022, di luar masjid di Jalan Bendahara, Kelurahan Masjid, Samarinda Seberang, enam orang sibuk menyiapkan bubur peca. Mereka mengelilingi tiga tungku di bawah tenda. Alat memasak berbahan bakar kayu itu terbuat dari potongan drum. Panas dari api begitu terasa ketika di dekatnya. Di atas setiap tungku itu, panci berukuran 5 kilogram ditaruh. Dua perempuan paruh baya dan beberapa remaja laki-laki mengaduknya. 

Ketika sudah menjadi bubur, panci dibawa masuk ke dapur di sebelah tenda. Kesibukan juga terlihat di dapur. Dua ibu bersama beberapa remaja perempuan mengupas bawang di teras. Sementara di dalam dapur, dua perempuan memasak santan dan bumbu. 

_____________________________________________________PARIWARA

Mardiana, 57 tahun, merupakan kepala dapur. Perempuan yang disapa Tante Alus itu sejak muda sudah diajak membuat bubur peca di Masjid Shiratal Mustaqiem. Tante Alus pun hafal komposisi bumbu berikut takarannya. "Saya sudah diajak memasak bubur peca sejak nenek saya jadi kepala dapur. Dilanjutkan ibu saya, dan sekarang saya,” tutur Tante Alus yang sudah menjadi kepala dapur selama 18 tahun. 

Saat memasak bubur peca, Tante Alus dibantu remaja dari Ikatan Pemuda Remaja Masjid (IPRM) Shiratal Mustaqiem. Sebanyak 42 anggota IPRM bergantian membantu selama Ramadan. Mereka memasak 40 kilogram beras, menghidangkan bubur, sampai membersihkan tempat makan selepas berbuka puasa setiap harinya. 

"Bubur peca memang makanan khas orang Samarinda Seberang. Dibuat khusus saat Ramadan,” tutur Tante Alus kepada kaltimkece.id. Orang-orang bilang, sambung dia, bubur peca adalah makanan panjang umur. Ada juga yang bilang obat mag dan membawa berkah. Di luar semua itu, yang jelas tradisi memasak bubur peca selama Ramadan di Masjid Shiratal Mustaqiem sudah berlangsung ratusan tahun. 

Bahan utama bubur peca adalah beras, santan kelapa, dan daging ayam. Bumbunya kebanyakan rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, kayu manis, pala, dan penyedap rasa. Potongan ayam akan tercampur di dalam bubur. Sementara di atas bubur diberi lauk tambahan seperti ikan, udang, daging, atau kerang. Lauk di atas bubur itu setiap hari diganti. Hanya taburan bawang goreng yang tak tergantikan.

Mardiana adalah ibu dari tujuh anak, 14 cucu, dan tiga buyut. Orangtuanya dulu memang tinggal di dekat Masjid Shiratal Mustaqiem. Ia dan suaminya juga sempat tinggal di rumah tersebut. Akan tetapi, ketika suami Tante Alus wafat pada 2005, ia tinggal bersama anaknya di Jalan Trikoran, Kelurahan Rawa Makmur, Palaran. 

"Jadi, sekarang ketika Ramadan, saya berangkat dari Palaran pukul 12 siang. Kadang pagi-pagi sudah di sini (dapur masjid) diantar anak. Nanti pukul 10 malam baru pulang setelah tarawih dan tadarusan di sini,” tuturnya.

Pada masa pandemi, Tante Alus bersama remaja masjid mulai memasak bubur peca pada tengah hari. Hidangan itu harus selesai pada azan asar. Bubur kemudian disajikan di 300-an piring. Jika masih ada sisa, diberikan kepada warga yang datang. 

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Deri Chandra, 18 tahun, adalah anggota Divisi Kegiatan IPRM Masjid Shiratal Mustaqiem. Ia mengaku gembira karena bubur peca kembali dihidangkan. Dua tahun sebelumnya, kebiasaan ini tak bisa berjalan karena pandemi. 

“Sehari sebelum Ramadan, kami berkumpul di dapur. Tante Alus mengajarkan kami cara memasak bubur peca," ucap Chandra. Ia berharap, anak-anak muda dari IPRM bisa menjadi penerus Tante Alus. Dengan demikian, tradisi bubur peca sebagai hidangan berbuka puasa di masjid tertua di Samarinda ini pun bisa lestari. (*)

Editor: Fel GM 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar