Olahraga

Sejarah Panjang Persiba Balikpapan, dari PS Belalang hingga Era Gede Widiade

person access_time 5 years ago
Sejarah Panjang Persiba Balikpapan, dari PS Belalang hingga Era Gede Widiade

Foto: instagram.com/rz_effendi58, instagram.com/balistikcyber

Klub sepak bola tertua di Kaltim, satu-satunya yang tersisa dari era perserikatan. Persiba Balikpapan menatap era baru penuh optimisme.

Ditulis Oleh: Bobby Lolowang
Kamis, 02 Mei 2019

kaltimkece.id Bumi Etam sempat menjadi kekuatan sepak bola di Kalimantan dengan eksistensi klub-klubnya di kasta tertinggi. Kini, tersisa Borneo FC sebagai wakil Kaltim di Liga 1. Mitra Kukar dan Persiba Balikpapan harus kembali berjuang di kasta kedua.

Nahasnya, di tengah perjuangan tersebut, nasib Persiba sempat terkatung-katung. Tak ada investor menyokong klub berjuluk Beruang Madu itu. Padahal, klub ini satu-satunya tim Kaltim tersisa dari era perserikatan.

Era Emas 1980-an

Persiba Balikpapan dibentuk pada 1960. Namun, sejak 1950 klub ini sudah bersaing di berbagai turnamen. Level provinsi maupun nasional. Kala itu, nama yang dikenal masih PS Belalang. Belum banyak publik yang tahu. Nama Persiba baru benar-benar tersiar mulai 1982.

Era 80-an memang masa keemasan Persiba. Klub ini melaju tanpa henti. Gelar Divisi III pada 1983 hanyalah awal. Persiba bersaing ketat dengan tuan rumah Persisam Samarinda merebut posisi puncak. Pada laga terakhir, tim ibu kota Kaltim itu memerlukan kemenangan 7-0 untuk bisa finis pertama. Angka itu nyaris terpenuhi. Beruntung bagi Persiba, PSTK Tarakan mencegah satu gol tambahan yang dibutuhkan. Laga berakhir 6-0. Persiba tetap di puncak.

Status juara Divisi III memberi Persiba tiket ke babak regional tengah. Persipal Palu dan Persigo Gorontalo bertindak sebagai tuan rumah. Tapi status tim tamu tak bikin Persiba bulan-bulanan. Malah para tuan rumah disikat bergiliran. Masing-masing dikalahkan Persiba 1-0.  Persiba pun memastikan trofi Divisi II pada 1984 dan berhak melaju ke Divisi I di Jogjakarta.

Persiba sekali lagi melaju tanpa henti. Tim berjuluk Selicin Minyak itu melewati babak demi babak hingga mendapat tiket ke partai puncak di Stadion Diponegoro, Semarang, Rabu, 4 Desember 1985. Lawan yang menunggu adalah PSIM Yogyakarta. Pada masanya, kesebelasan yang satu ini cukup disegani.

Meski demikian, legenda Persiba, Junaedi, berhasil mencetak satu-satunya gol di pertandingan itu. Aksinya pada menit ’72, menentukan kemenangan untuk tim tamu. Skor 1-0 bertahan hingga laga usai. Persiba menahbiskan diri sebagai pemenang Divisi I. Johny Rinning terpilih sebagai pemain terbaik.

Gelar individual ini menyempurnakan musim emas legenda Persiba itu. Dari posisinya sebagai libero, Rinning menyabet empat gelar pemain terbaik sekaligus. Dimulai pemain terbaik Piala Bupati Gorontalo 1984, Divisi I 1985, Piala Surabaya 1985, serta penghargaan Gubernur Kaltim.

Persiba pun memulai perjalanan ke Divisi Utama, kancah tertinggi sepak bola negeri. Ditandai dengan didirikannya Stadion Persiba pada era ketua umum Syarifuddin Yoes yang juga Wali Kota Balikpapan. Bangunan ini mengambil tempat di Jalan Parikesit, di atas lahan milik PT Pertamina. Pembangunannya dikebut selama setahun, mengejar syarat stadion bagi peserta Divisi Utama Perserikatan.

Di kasta tertinggi, Persiba bukan tanpa prestasi. Sejumlah hasil menunjukkan tim asal Kaltim ini bisa bicara banyak. Beruang Madu tercatat dua kali menembus babak enam besar. Yakni pada 1987/1988 dan 1989/1990.

Mulai 1994, dua kompetisi sepak bola Tanah Air dileburkan. Tim Perserikatan dan Galatama bergabung di Divisi Utama atau disebut juga Liga Indonesia. Tapi, nasib Persiba di ajang ini tak terus-terusan baik. Musim 1998/1999, Persiba harus terdegradasi setelah hanya finis keenam Grup Wilayah Timur. Liga Indonesia pada masa itu terbagi lima grup. Masing-masing berisi lima hingga enam tim.

Zainal Abidin beritndak sebagai ketua umum Persiba kala itu. Perlu empat kali pergantian pemimpin hingga Persiba kembali promosi. Yakni pada era Syahril HM Taher mulai 2003 silam. Tiket ke Divisi Utama diraih setelah finis keempat Regional 2 Divisi I pada 2004.

Dua tahun setelah promosi, Persiba langsung bersaing. Bahkan mencapai babak delapan besar Divisi Utama pada 2006. Finis keempat Wilayah Dua di bawah Persmin Minahasa, Persik Kediri, dan PSM Makassar. Persik keluar sebagai juara liga pada musim itu.

Puncaknya, pada musim 2009/2010, Persiba finis di tiga besar, tahun kedua setelah kompetisi berubah format menjadi Liga Super Indonesia atau ISL. Dari 34 pertandingan, Persiba menang 15 kali dan hanya kalah 10 kali. Mengungguli perolehan tim sekaliber Persib Bandung dan Persija Jakarta. Sedangkan dua wakil Kaltim lain, Bontang FC dan Persisam Putra Samarinda, mendekam di luar 10 besar.

Sayang, sejak itu, performa Persiba naik-turun.  Hingga pada musim ke-60 sepak bola Indonesia di bawah PSSI, atau edisi perdana era Liga 1, kejatuhan Persiba benar-benar tak terhindarkan. Tim tertua di Kaltim ini kesulitan mendapat sponsor. Pasokan dana sangat bergantung pemilik klub. Status tim yang musafir juga mempersulit keadaan.

Lokasi Stadion Persiba masuk agenda pembangunan Pertamina sebagai pemilik lahan. Venue pengganti Stadion Batakan yang representatif, masih tahap pembangunan. Praktis, Persiba harus menumpang kandang lain. Terpilihlah Stadion Gajayana di Malang, Jawa Timur.

Celakanya, Gajayana tak berpihak untuk tuan rumah barunya. Persiba tak sekalipun menang di kandang dan kembali ke Parikesit setelah empat pertandingan, sebelum menetap di Stadion Batakan. Sayang, performa Beruang Madu sudah terlanjur buruk. Hanya tujuh kemenangan dari 34 laga. Persiba finis kedua terbawah. Terjebak di zona merah bersama Semen Padang dan Persegres Gresik United di dasar klasemen.

Sejak itu, kondisi tak kunjung membaik. Bahkan nyaris berujung tragedi. Pelatih kepala Wanderley Junior mundur di tengah musim. Tahun pertama di Liga 2, Persiba salah satu kandidat terdegradasi. Beruang Madu akhirnya hanya berjarak satu poin dari zona degradasi Wilayah Timur Liga 2.

November 2018, Syahril HM Taher melepas posisi ketua umum Persiba. Menghapus ratusan miliar utang klub dan menyisakan saham Rp 5 miliar untuk ditebus investor baru. Persiba kembali ke Pemkot Balikpapan.

Hanya beberapa hari, pemilik baru Persiba terjawab. Tak lain Wakil Wali Kota Balikpapan, Rahmad Masud. Masud menegaskan targetnya membawa Persiba kembali ke habitatnya di kasta tertinggi.

Tapi, belum juga musim dimulai, Masud memutuskan mundur. Persiba dikembalikan ke Pemkot Balikpapan. Disebut-sebut karena proses perpindahan ke manajemen baru yang rumit. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi sempat meminta Masud mengurungkan niat. Kompetisi Liga 2 tinggal hitungan bulan. Tapi permintaan itu tak pernah terpenuhi.

Era Baru GW

Publik Balikpapan akhirnya bernapas lega setelah tim kesayangannya mendapat investor baru. Nama yang datang bukan sosok asing di sepak bola. Bahkan punya reputasi impresif. Tak lain adalah mantan Direktur Utama Persija Jakarta, Gede Widiade. Kepastian itu diketahui setelah pertemuan antara Rizal Effendi, Syahril HM Taher, dan Gede Widiade, pada Senin, 29 April 2019.

Gede, tak diragukan adalah sosok yang mahfum soal sepak bola. Kiprahnya dalam pengelolaan klub sudah dimulai jauh sebelum membawa Persija menjuarai Liga 1 musim lalu. Pada 2011, Gede menjabat CEO Persebaya 1927 musim 2011/2012 dan 2012/2013, sebelum menjadi pemilik mayoritas PS Mojokerto Putro pada 2013.

Setelah dua tahun, Gede mengakuisisi sebagian besar saham PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB). Perusahaan ini memegang Persebaya versi IPL yang kini bernama Bhayangkara FC. Setelah melepas saham klub tersebut kepada Polri, Gede ditunjuk menjadi Dirut Persija Jakarta pada 2017. Musim lalu ia juga menjabat CEO Persika Karawang, kontestan Liga 2. Gede mundur dari Persija pada Februari 2019. Di bawah Gede, Persija merebut trofi Liga 1 dan Piala Presiden pada 2018.

Manuver Gede mengambil alih Persiba memang cukup mengejutkan. Setelah lepas dari Persija, namanya dikaitkan dengan pengelolaan klub legendaris Sriwijaya FC yang juga terpuruk ke Liga 2. Namun, Gede punya alasan sendiri jika akhirnya memilih Beruang Madu. Hal ini tak lepas dari peran Syahril sebagai mantan ketua umum. "Saya terima kasih diterima Pak Wali Kota dan orang tua saya, Pak Syahril. Saya ke sini bukan sebagai investor. Tapi, sebagai anaknya Pak Syahril," kata Gede kepada awak media selepas pertemuan dengan Wali Kota.

Misi menyelamatkan Persiba dimulai. Liga 2 dijadwalkan kickoff 15 Juni 2019. Tak sampai dua bulan waktu mempersiapkan tim. Namun, Gede optimistis mampu menyelesaikan misi. Membawa Persiba kembali ke kasta tertinggi, tanpa harus melewati empat pergantian ketua umum. "Saya dimintai tolong membawa Persiba ke tempat yang selayaknya. Insha Allah, saya bisa mengemban amanat,” imbuhnya. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar