Mereka

Para Gubernur dengan Jabatan Singkat dan Peristiwa di Baliknya

person access_time 5 years ago
Para Gubernur dengan Jabatan Singkat dan Peristiwa di Baliknya

Foto: Arditya Abdul Azis (kaltimkece.id)

Tiga belas nama tercatat pernah memimpin Kalimantan Timur. Beberapa di antaranya menjabat dalam waktu pendek. 

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Minggu, 23 September 2018

kaltimkece.id Berusaha bangkit sekuat tenaga dari kursi roda, mantan gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyodorkan kotak biru berisi cendera mata. Kenang-kenangan itu diterima Restuardy Daud, penjabat gubernur Kaltim yang baru saja dilantik di Pendopo Lamin Etam, Kegubernuran, Samarinda. Dari atas podium, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyaksikan serah-terima cendera mata itu dengan saksama.  

Sabtu, 22 September 2018, pelantikan penjabat gubernur oleh Mendagri menandai berhentinya masa jabatan Awang Faroek. Mantan gubernur Kaltim dua periode ini mengundurkan diri ketika masa jabatan masih tersisa tiga bulan. Faroek meletakkan jabatan karena hendak maju sebagai anggota DPR RI dari Partai Nasional Demokrat. Sampai gubernur terpilih Isran Noor dilantik, posisi KT-1 ditempati Restuardy selaku penjabat gubernur. 

Restuardy adalah deputi dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Kemendagri. Dia ditunjuk menteri Tjahjo Kumolo mengisi kekosongan pimpinan daerah di Kaltim. Dengan demikian, fungsi pemerintahan seperti pembahasan anggaran dan pembinaan pegawai tetap berjalan. Kepada kaltimkece.id, Tjahjo menjelaskan, telah mengajukan percepatan pelantikan gubernur Kaltim terpilih kepada Presiden Joko Widodo. 

Dalam pernyataannya, Restuardy memastikan pelayanan publik di Kaltim tetap berjalan. Dia menjalankan pemerintahan provinsi sembari menunggu keputusan presiden mengenai pelantikan gubernur terpilih. Sampai waktu itu tiba, Restuardy akan menjabat paling lama tiga bulan. Dengan durasi sependek itu, Restuardy menjadi satu dari lima nama gubernur ataupun penjabat gubernur Kaltim yang menjabat dalam waktu singkat.

Inche Abdoel Moeis

Inche Abdoel Moeis adalah kepala daerah pertama di Kaltim yang menjabat dalam waktu singkat, mulai 3 Maret hingga 27 Mei 1959. Ketika itu, provinsi baru berumur dua tahun. Kaltim memiliki dua pimpinan daerah yakni gubernur dan kepala daerah. Gubernur dipilih pemerintah pusat dan dilantik menteri dalam negeri. Sementara kepala daerah swatantra dipilih DPRD Kaltim. Pada Orde Lama, swatantra dan swapraja adalah istilah yang ditujukan bagi daerah otonomi (penjelasan pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957). 

IA Moeis menjabat sebagai kepala daerah manakala Aji Pangeran Tumenggung Pranoto duduk sebagai gubernur. Namun, masa jabatan IA Moeis sangatlah pendek, hanya 105 hari. Dinamika politik lokal menyebabkan lelaki yang fasih berbahasa Inggris, Belanda, dan Jepang ini dimakzulkan oleh DPRD. Dalam sidangnya, DPRD Kaltim mengeluarkan mosi tidak percaya sekaligus memberhentikan IA Moeis (Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957–2011, 2011, hlm 33). 

Baca juga:
 

Nama IA Moeis kini diabadikan sebagai nama rumah sakit umum daerah di Samarinda Seberang. Patut dicatat, terdapat dua tokoh Kaltim yang bernama Abdoel Moeis. Keduanya hidup pada lini masa yang sama. Pertama adalah IA Moeis, kepala daerah Kaltim yang merupakan ayah dari politikus PDI Perjuangan, Emir Moeis. Figur Moeis yang kedua adalah Abdoel Moeis Hassan, gubernur Kaltim periode 1962-1966. Namanya tengah diajukan sebagai pahlawan nasional. 

Kedua Moeis adalah tokoh Ikatan Nasional Indonesia. Mereka tidak memiliki pertautan darah. Untuk membedakan, orang-orang memanggil IA Moeis dengan sebutan "Moeis Tinggi", sedangkan Moeis Hassan disapa “Moeis Kecil.” Julukan itu semata karena perbedaan tinggi badan keduanya (Samarinda Tempo Doeloe: Sejarah Lokal 1200–1999, hlm 146).

Kolonel Soekadijo

Gerakan 30 September pada 1965 yang diakhiri dengan kup juga berdampak ke daerah. Abdoel Moeis Hassan atau Moeis Kecil adalah gubernur sekaligus tokoh sentral Partai Nasional Indonesia di Kaltim. Kedekatan PNI dengan Partai Komunis Indonesia membawa tuduhan bahwa Moeis Hassan adalah bagian dari PKI. Padahal, tudingan itu tidak benar adanya. Moeis Hassan tetap diminta menyelesaikan masa jabatannya sampai 1967. Namun dia memutuskan berhenti dalam sidang istimewa DPRD Kaltim pada 14 September 1966. Moeis Hassan meletakkan jabatannya di hadapan Menteri Dalam Negeri, Mayor Jenderal Basuki Rahmat.

Basuki Rahmat adalah orang kepercayaan Presiden Soeharto. Untuk mengisi kekosongan pimpinan daerah, dia menunjuk Kolonel Soekadijo sebagai pejabat sementara gubernur. Sampai kandidat gubernur berikutnya dilantik, yakni Kolonel Abdul Wahab Sjahranie, Soekadijo menjabat selama setahun (East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, 2010, hlm 66).  

Yurnalis Ngayoh

Selepas kepemimpinan Sjahranie, hampir seluruh gubernur menjabat sekurang-kurangnya selama 5 tahun. Pada masa Orde Baru, gubernur dipilih oleh DPRD dan biasanya disertai campur tangan pemerintah pusat. Gubernur yang menjabat dalam waktu singkat baru kembali terjadi memasuki era reformasi. 

Dimulai dari Gubernur Suwarna Abdul Fatah yang tersandung di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia disangka terlibat kasus korupsi pembukaan 1 juta hektare lahan sawit. Suwarna diberhentikan sementara pada 8 Desember 2006 atau pada tahun kedelapan jabatannya. Posisinya digantikan sang wakil, Yurnalis Ngayoh. 

Setelah dua tahun menjadi pelaksana tugas, Ngayoh yang lahir di Barong Tongkok, Kutai Barat, dilantik sebagai gubernur definitif pada 11 Februari 2008. Status itu melekat selama lima bulan. Masa jabatan Ngayoh berakhir pada 25 Juni 2008, dua bulan sebelum dia berusia 66 tahun. 

Tarmizi Abdul Karim

Sedari habisnya masa jabatan Suwarna-Ngayoh sampai pelantikan gubernur berikutnya, terdapat jeda lima bulan. Kelowongan itu disebabkan pemilihan gubernur langsung pertama di Kaltim pada 2008 berjalan hingga dua putaran. Pemerintah pusat melalui Departemen Dalam Negeri kemudian menunjuk Tarmizi Abdul Karim sebagai penjabat gubernur Kaltim.

Sebagaimana Restuardy, Tarmizi adalah pejabat eselon I Depdagri. Lelaki kelahiran Nanggroe Aceh Darussalam ini menjabat dari 3 Juli sampai 17 Desember 2008, atau sehari sebelum Awang Faroek Ishak-Farid Wadjdy dilantik. Sepuluh tahun kemudian, Awang Faroek mengundurkan diri sebagai gubernur karena maju dalam Pemilihan Legislatif 2019. Kaltim lagi-lagi dipimpin seorang penjabat gubernur.  (*)

Dilengkapi oleh: Fel GM
Editor: Muhamad Yamin
 
Senarai Kepustakaan
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • Arifin, Samsul, dan Suyatni, 2011. Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957–2011. Samarinda: Sekretariat DPRD Provinsi Kaltim.
  • Magenda, Burhan Djabier, 2010. East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, Jakarta: Equinox Publishing.
  • Sarip, Muhammad, 2017. Samarinda Tempo Doeloe: Sejarah Lokal 1200–1999, Samarinda: RV Pustaka Horizon.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar