Ragam

Dilema ASN dalam Pusaran Politik

person access_time 10 months ago
Dilema ASN dalam Pusaran Politik

Peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan III Puslatbang KDOD (selaku penulis)

Netralitas ASN dalam pilkada masih menjadi dilema. Kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian dapat memaksa ASN bersikap tidak netral. 

Ditulis Oleh: .
Senin, 07 Agustus 2023

kaltimkece.id Sebagai pejabat pembina kepegawaian, kepala daerah memiliki kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, dan pembinaan manajemen aparatur sipil negara (ASN). Hal itu dapat memaksa ASN bersikap tidak netral. Di samping itu, masih banyak calon legislatif atau kepala daerah yang memiliki ikatan keluarga atau persaudaraan dengan ASN tersebut. Keadaan tersebut dapat menimbulkan motif bagi ASN yang ingin mendapatkan karier lebih baik. 

Menjelang tahun politik 2024, yakni pemilihan umum legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, netralitas (ASN) kembali menjadi sorotan tajam masyarakat. ASN sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan di tingkat daerah memiliki peran krusial menjaga netralitas dan profesionalitas selama proses pilkada. Netralitas ASN menuntut agar seluruh pegawai negeri tidak terlibat dalam aktivitas politik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat memengaruhi hasil pilkada. 

Pentingnya netralitas ASN ini bahkan telah diatur secara eksplisit seperti dalam Undang-Undang 5/2014 tentang ASN. Kemudian, Peraturan Pemerintah 94/2021 tentang Disiplin PNS, pasal 5 huruf n, yang berisi larangan terhadap PNS memberikan dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah kepada politik praktis dalam kontestasi pilkada/pileg/pilpres. Selannjutnya, Peraturan Pemerintah 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Pada pasal 11 huruf c menerangkan bahwa etika terhadap diri sendiri salah satunya menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, ataupun golongan.

Selain itu, ASN dilarang melakukan perbuatan yang mengarah kepada keberpihakan salah satu calon. Perbuatan yang mengindikasikan ASN terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik juga dilarang. Untuk menjamin netralitas ASN, pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan serta pengaturan khusus mengenai netralitas bagi pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN). 

Meskipun telah diatur demikian, hal tersebut masih bertolak belakang dengan survei netralitas Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada pilkada serentak 2020. Hasil survei menunjukkan, masih ada 28 persen ASN yang terlibat politik praktis. Hasil survei juga menemukan sebanyak 51,16 persen responden menginginkan hak politik ASN dicabut. 

Hingga saat ini, mencabut hak politik ASN masih menjadi kajian panjang dan mendalam. ASN juga merupakan warga negara yang memiliki hak pilih sesuai pasal 43 ayat 1 dan 2 Undang-Undang 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU tersebut menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan.” 

Untuk menjaga netralitas ASN, beberapa tindakan pencegahan dapat dilakukan. Contohnya yaitu sosialisasi tentang netralitas ASN di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kemudian, membuat nota kesepahaman (MoU) untuk menjaga prinsip netralitas ASN bersama organisasi kepegawaian yang memetakan potensi pelanggaran netralitas dan desain pencegahannya. Tindakan selanjutnya yaitu melakukan ikrar bersama dan penandatangan pakta integritas netralitas ASN hingga menerapkan sistem informasi ASN yang terintegrasi mengenai pelanggaran netralitas ASN dan sanksi.

Tindakan pencegahan berikutnya adalah memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan netralitas ASN. Kegiatan kolaborasi antarperangkat daerah dan stakeholder disertai sanksi yang juga dapat menekan penyimpangan yang mungkin dilakukan ASN. Kegiatan kolaborasi tersebut dapat melalui pembentukan gugus tugas pengawasan netralitas ASN. Gugus tugas ini melibatkan badan pengawas pemilu (Bawaslu), BKPSDM, sekretariat daerah, kesbangpol, dan satpol PP. 

Dalam konteks ini, beberapa poin penting tentang netralitas ASN dalam pilkada di antaranya yaitu tidak berpihak. Artinya, ASN harus tetap netral dan tidak memihak kepada salah satu calon atau partai politik yang bertanding dalam pilkada. 

ASN juga tidak boleh terlibat dalam kampanye, dukungan, atau propaganda politik yang dapat memengaruhi pemilih. Selain itu, ASN tidak menggunakan fasilitas negara selama pilkada. ASN juga harus menghindari penggunaan fasilitas negara atau sumber daya publik untuk kepentingan politik atau kampanye calon tertentu. 

Selanjutnya, ASN tidak terlibat dalam kampanye politik. ASN dilarang menjadi relawan kampanye atau berpartisipasi dalam kegiatan politik pihak manapun selama masa pilkada. ASN juga tidak menyebarkan informasi tidak benar. Maksudnya, ASN harus menghindari menyebarkan informasi palsu atau fitnah yang dapat merusak citra calon atau partai tertentu. 

ASN juga harus menjalankan tugas dengan profesionalitas. Selama pilkada, contohnya, ASN harus menjalankan tugas dan kewajiban birokrasi dengan profesionalitas dan tidak memihak kepada siapapun. Selain itu, ASN tidak mengintimidasi atau memaksa bawahan. Hal itu berarti ASN yang memiliki jabatan atau otoritas tidak boleh menggunakan posisi mereka untuk mengintimidasi atau memaksa bawahan mendukung calon tertentu.

Pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada memang dapat berakibat serius, termasuk sanksi administratif dan disiplin. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pilkada berlangsung adil, bebas dari intervensi, dan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. (*)

Ditulis oleh: Peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan III Puslatbang KDOD

 

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar