HISTORIA

Pantai Melawai dan Perang Besar di Teluk Balikpapan

person access_time 1 year ago
Pantai Melawai dan Perang Besar di Teluk Balikpapan

Instalasi kilang minyak Balikpapan terbakar hebat pada Juli 1945. Serangan Sekutu menyebabkan 90 persen wilayah kota dilanda kebakaran. FOTO: DIGITAL COLLECTION UNIVERSITAS LEIDEN.

Banyak orang punya kenangan di Pantai Melawai Balikpapan. Pada pengujung pendudukan Jepang, tempat ini luluh lantak karena pertempuran hebat. 

Ditulis Oleh: Surya Aditya
Selasa, 14 Maret 2023

kaltimkece.id Matahari jingga di ufuk barat terpantul di permukaan perairan Teluk Balikpapan. Iyan Andriana, 41 tahun, sibuk melayani dua pembeli yang sedang bersantai di atas turap Pantai Melawai. Dari rombong mungil di tepi Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan Selatan, ia kemudian menyajikan minuman dingin. Iyan melanjutkan membuat pesanan kentang goreng. Ia memanaskan kudapan bersama angin sepoi-sepoi dan deburan ombak pada Kamis sore, 9 Maret 2023.

Kepada reporter kaltimkece.id, Iyan mengaku, berjualan di Pantai Melawai sesaat setelah pandemi Covid-19 tiba pada 2020. Kafenya diberi nama Covid Cafe 81. Perempuan yang tinggal di Sumberejo, Balikpapan Tengah, tersebut, melewati usahanya pada situasi yang berat. 

“Sepi betul, Mas, saat itu. Sempat juga ditutup karena PPKM,” kenangnya. 

Usahanya mulai membuahkan hasil ketika pemerintah memperbolehkan masyarakat lepas masker di tempat umum pada 2022. Sedikit namun pasti, warga berdatangan ke Pantai Melawai. Iyan mengatakan, rata-rata pengunjung pantai adalah pekerja pelebaran kilang minyak di Refinery Unit (RU) V Balikpapan. Ada juga muda-mudi yang ingin menikmati pemandangan Teluk Balikpapan.

Iyan menjual berbagai macam kuliner ringan seperti minuman dingin, kentang goreng, pisang keju, dan singkong goreng. Harganya mengikuti jualan para tetangga. Minuman Rp 10 ribu sementara kudapan Rp 15-20 ribu. Pendapatannya tak tentu. Pada Sabtu malam, ia bisa mengantongi Rp 500 ribu sampai Rp 800 ribu. Di luar itu, pemasukannya tak pernah menyentuh Rp 500 ribu. 

“Modal paling besar adalah sewa lapak yakni Rp 1,2 juta per bulan. Ada juga bayar simpan gerobak Rp 15 ribu,” terang ibu dua anak itu. 

Pantai Melawai sebenarnya bukan hanya sederet turap yang panjangnya sekitar 200 meter. Pantai ini dimulai dari Benua Patra hingga Pelabuhan Semayang. Ratusan pedagang kaki lima berjualan kuliner di sepanjang jalur tersebut. Sumiarti, 61 tahun, adalah pemilik Kafe Momo di Pantai Melawai. Ia tak masalah disebut pedagang paling sepuh di situ. Pertama kali berjualan pada 1970-an, Sumiarti bercerita bahwa Pantai Melawai sudah ramai pengunjung pada saat itu. Warga perumahan Pertamina yang paling sering datang. 

“Saya masih SMP waktu itu. Sudah ada kafe-kafe di sini,” tutur perempuan kelahiran 1962 ini. 

Sumiarti, pedagang yang berjualan minuman di Pantai Melawai sejak 1970-an. Pantai ini sudah ramai pengunjung sejak dekade tersebut. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID
 

Fasilitas Industri Minyak

Keberadaan Pantai Melawai tidak bisa dilepaskan dari industri minyak. Pada akhir abad ke-19, Hindia Belanda menemukan minyak bumi di Sangasanga, Samboja, dan Balikpapan. Kota di seberang Penajam ini pun mulai didatangi banyak orang selepas kilang minyak berdiri pada awal abad ke-20. Perusahaan minyak patungan Inggris-Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yang mengelola kilang tersebut.

BPM juga mendirikan rumah sakit dan perumahan bagi para pekerja kilang. Perusahaan membangun pelabuhan, lapangan di samping rumah sakit (kini bernama Lapangan Merdeka), hingga pasar di Klandasan. Semua fasilitas yang dibangun pada tarikh 1900-1940-an ini untuk menunjang para pegawai BPM. Sepanjang jalan yang kini bernama Jalan Jenderal Sudirman pun menjadi jalur perniagaan (Balikpapan Tempo Doeloe, hlm 25).

Seluruh fasilitas kilang minyak Balikpapan diambil alih Jepang pada 1942. Negara tersebut sedang sibuk di berbagai front pada Perang Dunia II sehingga memerlukan minyak untuk armada perang. Penaklukkan “Saudara Tua” itu menyebabkan banyak orang Eropa yang bekerja di Balikpapan terbunuh.  

Situasi Klandasan di Balikpapan pada 1910 ketika BPM mengoperasikan kilang minyak. Sebagian besar fasilitas kota termasuk Pantai Melawai dibangun perusahaan tersebut. FOTO: DIGITAL COLLECTION UNIVERSIATS LEIDEN.
 

Arena Peperangan 

Pasukan Sekutu akhirnya menyerbu Balikpapan pada 1945. Sebanyak 21 ribu prajurit dari Divisi Ketujuh Australia bersiaga sekitar 15 kilometer di lepas pantai Balikpapan. Mereka membentuk formasi kipas yang mengepung garis pantai. Juni 1945, sebuah tembakan Sekutu tepat pukul delapan pagi menjadi pembukanya. Kapal induk Sekutu mengebom pos pertahanan Jepang di lapangan terbang Sepinggan dan Parramatta Ridge, sekarang bernama Pasir Ridge (hlm 79)

Sekutu membombardir selama 20 hari penuh. Pesisir pantai di selatan dan timur Balikpapan, termasuk kawasan Melawai, berubah jadi lahan gundul. Seluruh pepohonan terbakar. Kawasan Klandasan dan Jalan Minyak tinggal puing-puing. 

Pasukan Jepang mulai terdesak. Mereka memilih strategi bertahan dengan bersembunyi di dalam goa di kawasan Manggar. Tentara Sekutu yang mulai merangsek ke darat disambut dengan dentum meriam. 

Pasukan Sekutu menguasai Balikpapan pada 1945 dan melepas bendera Jepang. Pertempuran dahsyat selama 20 hari meluluhlantakkan kota. FOTO: DIGITAL COLLECTION UNIVERSIATS LEIDEN. 
 

Strategi Jepang dibalas dengan puluhan pesawat pengebom B-29 Superfortress Sekutu. Pesawat itu membawa bom napalm berbahan minyak bumi. Bobotnya 225 kilogram. Setiap pesawat membawa 18 bom sehingga berat total mencapai 4 ton. Seluruh bom dijatuhkan dengan jarak setiap 15 meter (hlm 82)

Benda apapun niscaya terbakar oleh bom napalm. Balikpapan dilanda kebakaran hebat. Hampir 90 persen wilayah kota hangus termasuk sepanjang Pantai Melawai. Sementara itu, 5.700 prajurit Jepang terbakar hidup-hidup. Ada pula tentara yang terkubur. Mereka tewas terkurung di terowongan, terapung di sungai, maupun parit perlindungan. 

Beberapa prajurit yang terluka dan tertangkap memilih harakiri, bunuh diri ala ksatria Jepang kuno. Sekutu akhirnya benar-benar menguasai Balikpapan pada 15 Juli 1945. (*)

Senarai Kepustakaan

  • Matanasi, Petrik, 2015. Balikpapan Tempo Doeloe. Yogyakarta: Sibuku Media.
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar