Peristiwa

Jembatan Mahakam: Teknologi Belanda, Kebanggaan Soeharto

person access_time 6 years ago
Jembatan Mahakam: Teknologi Belanda, Kebanggaan Soeharto

Sukaria. Presiden Soeharto meresmikan Jembatan Mahakam (Arsip Pemkot Samarinda).

Ringkih dimakan waktu.
Merintih ditabrak melulu.

Ditulis Oleh: Fel GM
Kamis, 03 Mei 2018

kaltimkece.id Ratusan balon aneka warna sudah tak sabar terbang ke angkasa begitu Presiden Soeharto menekan tombol peresmian. Gemuruh tepuk tangan bertalun-talun dari bentang tengah Jembatan Mahakam di Samarinda. Sepuluh bulan sejak pemasangan baut terakhir oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kaltim Soentoro, jembatan pertama di Sungai Mahakam itu akhirnya sah digunakan. 

Sabtu, 2 Agustus 1986, Presiden tak berhenti tersenyum. Orang nomor satu di republik itu segera menyalami Menteri Pekerjaan Umum Suyono Sosrodarsono dan Gubernur Kaltim Soewandi. Mengenakan kemeja gelap dengan arloji mengilap di pergelangan tangan kiri, Soeharto kemudian membaca naskah pidato. 

“Berkat meningkatnya pembangunan, kita merasakan pertumbuhan pesat di berbagai daerah yang selama ini seperti terlelap,” kata Presiden seperti ditulis dalam Himpunan Pidato Presiden Republik Indonesia (1986)

Kehadiran Jembatan Mahakam disebut memperlancar arus kendaraan menuju industri gas dan pupuk di Bontang. Jembatan juga menunjang jalur Trans Kalimantan. Ia menjadi kekuatan ekonomi, yang menurut Soeharto, “Untuk makin banyak menggali dan mengolah kekayaan alam bagi kemakmuran masyarakat dan pemerataan pembangunan.”

Berat Sejak Awal

Gubernur Ery Supardjan adalah penggagas pembangunan Jembatan Mahakam. Pada masa pemerintahannya, lokasi pembangunan sudah ditentukan. Setahun kemudian, Gubernur Soewandi sebagai suksesor Ery Supardjan memulai pemancangan tiang pertama pada 6 Oktober 1983 (Dokumentasi Video Biro Humas Pemprov Kaltim, 2012)

Pembangunan jembatan mulai menemui kesukaran sejak penanaman tiang pancang. Hutama Karya, selaku kontraktor pembangunan, telah menggunakan sistem hidraulis untuk membenamkan tiang pancang. Namun, masih dari naskah pidato Presiden Soeharto, dasar sungai yang begitu dalam ditambah struktur tanah yang berbeda dengan daratan membawa kesukaran tersendiri. 

Baca juga: Zaman Jepang di Balikpapan, Neraka bagi Buruh Paksa

Tantangan kedua yakni bentang jembatan. Jembatan Mahakam punya enam bentang, satu yang terpanjang adalah 100 meter. Ketika jembatan dibangun 32 tahun lalu, jembatan berbentang sedemikian panjang masih langka di Indonesia. 

Hambatan terakhir tentu saja dana. Jembatan Mahakam dibangun ketika ekonomi Indonesia sedang lesu seiring turunnya harga minyak dunia. Soeharto menyebut, jembatan dibangun dengan pembiayaan “gotong-royong.” 

Di tengah pelbagai masalah, pembangunan jembatan nyatanya kelar tepat waktu. Prestasi itu membuat Presiden memaklumi biaya pembangunan yang menembus Rp 7,2 miliar atau lebih tinggi dari biaya jembatan pada umumnya. Jika disesuaikan dengan kurs 2018, biaya pembangunan Jembatan Mahakam sekitar Rp 57,6 miliar. Sebagai catatan, nilai USD 1 pada 1986 adalah Rp 1.641 (Pasar Modal dan Manajemen Portofolio, 2006).

“Karena itu, sekarang dan buat selama-lamanya, hati kita diliputi rasa bangga apabila memandang jembatan ini,” tutur Soeharto di pengujung pidatonya. Seremoni peresmian selesai tak lama kemudian. 

Setelah presiden meninggalkan lokasi acara, ratusan warga Samarinda yang menonton dari kejauhan berbondong-bondong menuju jembatan. Dalam hati yang sukaria, mereka melintasi jembatan nan megah dengan berjalan kaki (Samarinda Tempo Doeloe, 2017).

Teknologi Belanda

Jembatan Mahakam memiliki panjang keseluruhan 400 meter. Struktur itu dibagi menjadi enam bentang yang ditopang lima pilar. Bentang paling panjang, yakni 100 meter, berdiri di pilar ketiga dan keempat dihitung dari sisi Samarinda Kota. Lima bentang yang lain, dua di sisi Samarinda Seberang dan tiga di sebelah Samarinda Kota, masing-masing sepanjang 60 meter. 

Konstruksi jembatan adalah rangka baja dengan sistem Hollandia Kloos dari Belanda. Menurut naskah pidato Presiden Soeharto, rangka baja tidak lepas dari bantuan Kerajaan Belanda. Meskipun menggunakan produksi baja dalam negeri, konstruksi jembatan memakai desain dari negeri Kincir Angin.  

Hollandia Kloos adalah konstruksi ketiga terbanyak yang dipakai jembatan-jembatan di Indonesia saat itu. Sekitar 11 persen jembatan memakai metode tersebut karena fitur uniknya. Konstruksi ini punya kelebihan dalam kekuatan topang bentang yang lebih panjang, hingga 105 meter. Kemampuannya 175 persen lebih panjang dibanding jembatan rangka baja jenis yang lain. Biaya perawatan juga rendah karena semua komponen baja melewati proses galvanis, dicelup ke logam panas, agar tidak mudah berkarat (Bridge Engineering Handbook, 2014).

Rangka baja Hollandia Kloos berupa barisan segitiga sama kaki di kiri dan kanan lorong jembatan. Jarak antara kaki-kaki segitiga adalah 10 meter dengan ketinggian 10,5 meter --termasuk kolong Jembatan Mahakam setinggi 2 meter. Susunan 80 rangka segitiga merupakan “tulang” utama keenam bentang. Barisan itu disatukan oleh tulang baja di bagian atas dan bawah segitiga. Seluruh tulang baja Jembatan Mahakam, jika disusun memanjang, dapat membentang sampai 2,4 kilometer panjangnya.

Baca juga: Pipa Minyak Balikpapan, Korupsi hingga Penipuan Ribuan Petani

Meskipun bentang utama Jembatan Mahakam terbilang panjang pada masanya, Pemprov Kaltim sudah waspada sejak tahun ketiga beroperasi. Peraturan Daerah 1/1989 tentang Lalu Lintas Jembatan pada masa Gubernur Muhammad Ardans adalah buktinya. Beleid itu mengatur lintasan di enam kolong jembatan yang dipisahkan lima pilar. 

Kolong paling lebar adalah di bawah bentang terpanjang, kolong nomor empat namanya. Lorong itu memiliki jarak antarpilar 80 meter dengan tinggi bebas dari permukaan air 10 meter. Adapun kelima kolong yang lain, lebarnya hanya 40 meter. 

Kolong nomor empat sangat istimewa karena khusus disediakan untuk ponton dan kapal dengan panjang maksimal 100 meter dan lebar 25 meter. Selain kapal besar, termasuk rakit pengangkut kayu bulat, tidak ada yang diizinkan melewati kolong nomor empat. 

Bulan bersalin tahun, jalur pelayaran di bawah Jembatan Mahakam makin padat. Kolong nomor empat kian sesak. Wai-Fah Chen dan Lian Duan, penyusun Bridge Engineering Handbook, menilai bahwa lebar kolong 80 meter terlalu berisiko bagi lintasan ponton selebar 25 meter. Mereka merujuk peristiwa pilar yang ditabrak pada 23 Januari 2010. Insiden tersebut merupakan pertama kalinya Jembatan Mahakam diseruduk.  

Ahad, 29 April 2018, pilar di kolong empat kembali ditabrak ponton. Jembatan Mahakam bergetar. Peristiwa paling baru itu adalah kali keempat jembatan kebanggaan Presiden Soeharto ditabrak. (*)

Senarai Kepustakaan
  • Chen, Whai-Fah, dan Duan, Lian, 2014, Bridge Engineering Handbook-Second Edition. Florida: CFC Press.
  • Peraturan Daerah Kaltim 1/1989 tentang Lalu Lintas Jembatan.
  • Sarip, Muhammad, 2017, Samarinda Tempo Doeloe. Samarinda: RV Pustaka Horizon.
  • Samsul, Mohamad, 2006, Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Surabaya: PT Gelora Aksara Pratama.
  • Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1986, Himpunan Pidato Presiden Republik Indonesia. Jakarta.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar