Kesehatan

Dua dari Lima Rumah Sakit Rujukan Virus Corona di Kaltim Kekurangan Baju Hazmat

person access_time 4 years ago
Dua dari Lima Rumah Sakit Rujukan Virus Corona di Kaltim Kekurangan Baju Hazmat

Plt Kepala Diskes Kaltim, Andi M Ishak. (arditya abdul azis/kaltimkece.id)

Baju hazmat memegang peranan penting bagi petugas medis terhindar dari penularan virus corona saat bertugas.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Kamis, 12 Maret 2020

kaltimkece.id Dua dari lima rumah sakit rujukan khusus penanganan virus corona di Kaltim mengalami kekurangan pakaian hazmat. Perlengkapan pelindung diri tersebut, biasanya lazim digunakan tatkala menangani penyakit menular. 

 “Sebagian besar yang kurang itu memang baju pelindung diri (hazmat),”  ungkap Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Kaltim Andi Muhammad Ishak, dikonfirmasi media ini, Rabu siang, 11 Maret 2020.

Lebih lanjut, dijelaskannya bahwa dua rumah sakit yang mengalami kekurangan pakaian hazmat tersebut adalah RSUD Panglima Sebaya Paser dan RSUD Taman Husada Bontang. Sementara tiga rumah sakit lainnya berstatus rujukan adalah RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, dan RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong, Kutai Kartanegara. “Jadi Kaltim punya lima rumah sakit rujukan,” ucapnya.

Dia menerangkan, baju pelindung diri itu hanya dikenakan sekali. Tidak berkali-kali. Demikian Juga sarubng tangan dan masker. Maka, hal wajar jika terjadi kekurangan. Lain hal dengan kacamata dan sepatu yang bisa lebih sekali. “Bahaya kalau digunakan berkali-kali. Penularan virus bukan lewat udara tapi air liur dan lendir,” tegasnya.

Mengenai kebutuhan, lanjutnya, bervariasi bergantung kebutuhan rumah sakit rujukan. Maksimal pakaian hazmat harus diganti setelah 14 hari. Biasanya dikenakan enam petugas menangani pasien positif virus corona. “Dikalikan saja dengan 14 hari dan enam pasien, jumlah itu yang harus digunakan selama dua pekan. Jadi ada 84 pakaian APD,” ucapnya.

Pakaian hazmat adalah hal penting. Lebih-lebih saat petugas memeriksa kesehatan pasien. Paling ditakutkan, ialah saat berkomunikasi dengan pasien kemudian menyebar lewat air liur. “Itu memang protapnya (prosedur tetap),” pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar