Kesehatan

Ketika Ratusan Ibu Hamil di Kaltim Positif HIV

person access_time 1 year ago
Ketika Ratusan Ibu Hamil di Kaltim Positif HIV

Ilustrasi seorang perempuan yang sedang bersedih. FOTO: OPEN AI GENERATOR

Sebanyak 298 ibu hamil di Kaltim terinfeksi HIV. Tiga di antara mereka meninggal dunia. Bahkan yang tak menyantap nangka pun harus terkena getahnya. 

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Kamis, 25 Mei 2023

kaltimkece.id Penyebaran kasus HIV-AIDS di Kaltim kian memprihatinkan beberapa tahun belakangan. Sebanyak 298 ibu hamil di Bumi Etam, ironisnya lagi, dinyatakan positif sepanjang tahun lalu. Tiga di antara mereka meninggal dunia.  

Kepada kaltimkece.id, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, menjelaskan kasus HIV-AIDS yang mendera ratusan ibu hamil tersebut. Angka 298 kasus diperoleh dari pendataan melalui metode penyaringan (screening) pada 2022. Dari total 1.354 kasus baru HIV yang ditemukan di Kaltim, 22 persen adalah ibu hamil. Dengan kata lain, dua dari sepuluh orang yang dinyatakan positif HIV adalah ibu hamil. 

“Sementara itu, total kematian akibat HIV-AIDS pada 2022 adalah 73 kematian. Tiga di antaranya adalah ibu melahirkan. Lokasinya di Kutai Timur, Berau, dan Kutai Barat,” terang Jaya, Senin, 15 Mei 2023. 

Sebagian besar ibu hamil yang positif HIV disebut adalah ibu rumah tangga. Mereka bukan pemakai narkoba. Para ibu tersebut kebanyakan tidak mempraktikkan seks bebas. Mereka juga bukan penghuni lokalisasi alias pekerja seks komersial. Fakta itulah yang menjadi pekerjaan rumah bagi Kaltim. 

Dinkes menegaskan, telah mengidentifikasi masalah dan tindakan. Dinkes selalu berkonsultasi agar orang yang terinfeksi HIV tidak lepas dari obat dan pemeriksaan. Para pasien harus mengikuti terapi antiretroviral (ART) untuk mengendalikan infeksi HIV. Obat-obatan tersebut sudah disediakan khusus bagi ibu hamil. 

Jaya melanjutkan, data Dinkes Kaltim telah disinkronkan dengan program pencegahan penyakit menular dan reproduksi ibu hamil. Penanganan penyebaran HIV menggunakan konsep three zero. Zero pertama yaitu tidak ada infeksi baru dan tidak ada transmisi penyakit baru. Zero kedua yaitu semua yang positif tidak boleh tidak ada yang diobati. Zero ketiga yaitu nihil diskriminasi. 

“Dinkes juga telah mengadakan pemeriksaan luas maupun sukarela. Klinik-klinik kesehatan telah dilatih menangani kasus HIV dan melaporkan melalui aplikasi,” sambungnya. 

Akademikus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, dr Swandari Paramita, memberikan pandangan. Menurutnya, faktor utama penyebaran HIV-AIDS adalah perilaku seks bebas. Memang benar, virus bisa berpindah melalui jarum suntik. Akan tetapi, penularan seperti ini tak besar persentasenya. Penularan melalui transfusi darah, contohnya, nyaris tidak ada karena Palang Merah Indonesia memiliki prosedur yang ketat. 

“Penularan terbanyak tetap melalui seks bebas. Fokus edukasi untuk pencegahannya, ya, ke situ,” ingat Swandari, Selasa, 23 Mei 2023.

Seks bebas termasuk berganti-ganti pasangan tidak hanya merugikan diri sendiri. Orang lain juga, misalnya mereka yang terinfeksi dari pasangan resminya. Ratusan ibu hamil yang positif HIV dapat menjadi indikasinya. 

Swandari mengaku prihatin atas fenomena tersebut. Ia membenarkan, dalam beberapa kasus HIV-AIDS, individu yang tidak berperilaku seks bebas pun dapat terindikasi positif. Seorang istri bisa terinfeksi dari suami maupun sebaliknya. Ada pula anak-anak yang positif HIV-AIDS sejak lahir karena orang tua lebih dahulu terpapar. 

“Mereka harus menanggung dengan mengonsumsi obat seumur hidup. Makanya, obatnya masih diberikan gratis oleh pemerintah karena sudah ada konsen dari WHO (World Health Organization),” sambungnya. 

Swandari melanjutkan, penanganan orang dengan HIV-AIDS lebih ditekankan kepada diagnosis dini. Tantangannya adalah memperoleh diagnosis dini bukanlah perkara mudah. Orang-orang tidak bisa diminta memeriksakan diri secara paksa. Walaupun demikian, beberapa langkah sudah dijalankan untuk meningkatkan partisipasi diagnosis dini. Contohnya, seseorang yang telah melewati pengobatan tuberculosis selama enam bulan namun tidak sembuh disarankan tes HIV. 

“Ada pula kewajiban ibu hamil juga memeriksakan HIV-AIDS. Apabila positif HIV diketahui lebih awal, ibu dan anak bisa diselamatkan,” jelasnya. 

Pergeseran Pola Penyebaran 

Laporan Dinkes Kaltim menunjukkan, kasus HIV-AIDS meningkat dalam empat tahun belakangan. Sebagai perbandingan, sejak 2012 hingga 2018, kasus baru HIV tidak pernah lebih dari 600 kasus setiap tahun. Kasus baru HIV mulai meningkat tajam sejak 2019 dengan 1.369 kasus. Pada 2022, kasus baru mencapai 1.354 kasus. Samarinda dan Balikpapan menjadi daerah dengan temuan kasus tertinggi. Sementara tahun ini, sampai Mei 2023 saja, sudah ditemukan 362 kasus baru HIV di Bumi Etam.

Desain Grafik: M NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Jaya Mualimin dari Dinkes Kaltim mengatakan, terjadi pergeseran pola penyebaran HIV-AIDS di Kaltim. Satu dasawarsa silam, populasi kunci dari penyebaran virus berada di lokalisasi. Sekarang sudah meluas.

Swandari dari Fakultas Kedokteran Unmul setuju dengan hipotesis tersebut. Menurutnya, semasa aktivitas di lokalisasi masih diizinkan, penyebaran virus lebih mudah dikontrol. Puskesmas maupun klinik lebih mudah mendiagnosis dini di area tersebut. Penanganan dan pencegahan pun lebih cepat. 

“Kalau sekarang tidak terkontrol lagi. Prostitusi di satu sisi memang ditentang. Di sisi lain, saat masih ada lokalisasi, puskesmas punya jadwal tiap bulan ke sana. Screening di sana. Tapi sekarang, ‘kan, ditutup semua,” kunci Swandari. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar