Risalah

Menguji Klaim Dialek Ngapak Berasal dari Suku Kutai seperti Ditulis Media Ternama di Jawa Tengah

person access_time 2 years ago
Menguji Klaim Dialek Ngapak Berasal dari Suku Kutai seperti Ditulis Media Ternama di Jawa Tengah

Istana Kesultanan Kutai Kertanegara di Tenggarong pada 1905. Suku Kutai diklaim mengkreasikan dialek Jawa ngapak (foto: perpustakaan digital Universitas Leiden)

Beredar artikel yang menyebut logat ngapak berasal dari Kutai. Celakanya, naskah itu diproduksi media ternama di Jawa Tengah.

Ditulis Oleh: Muhammad Sarip
Senin, 06 Desember 2021

kaltimkece.id Naskah itu bertajuk Asale Bahasa Ngapak, Ternyata dari Suku Kutai di Kalimantan Timur. Diterbitkan pada 1 Desember 2021, artikel ini tayang di sebuah media siber ternama di Surakarta, Jawa Tengah, bernama Solopos.com. Sari beritanya berisi klaim bahwa dialek Jawa Banyumasan berasal dari Kutai.

Beberapa orang lantas meminta bantuan penulis memverifikasinya. Benarkah orang Kutai yang menyebarkan bahasa inyong kepriben di Jateng?

Jadi begini. Mari sama-sama belajar ilmu sejarah. Verifikasi dalam ilmu sejarah dikenal juga dengan istilah kritik sumber. Kritik sumber ini ada dua jenis. Ada kritik ekstern dan ada kritik intern. Kritik ekstern memeriksa sumbernya, asli atau direkayasa. Adapun kritik intern, berhubungan dengan validitas substansi atau akurasi konten sumber.

_____________________________________________________PARIWARA

Dalam kasus ini, yang lebih dahulu diperiksa adalah keabsahan sumbernya sebelum menguji fakta atau konten ‘sejarahnya’. Dimulai dengan mengecek sumber informasi bahasa ngapak dari Kutai. Publisher-nya adalah Solopos.com yang terdaftar di Dewan Pers sebagai media siber terverifikasi administratif dan faktual. Menurut informasi di laman resminya, media ini merupakan bagian dari Harian Umum Solopos, surat kabar terbesar di Surakarta. Oke, lolos.

Penulis artikelnya bernama Chelin Indra Sushmita. Ia editor dan jurnalis di Solopos Group yang memprofilkan diri sebagai pencinta kuliner, suka jalan-jalan, makan, ngopi, dan diskusi. Ini tidak ada masalah.

Selanjutnya adalah memeriksa konten ‘sejarah’. Chelin menulis artikel seperti ini.

"Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui video di kanal Youtube Ngapak yezz tentang Sejarah Bahasa Ngapak Banyumasan, seorang ahli bahasa asal Belanda, E. Muhlenbeck, mengatakan bahasa Jawa Banyumasan dibawa oleh warga Suku Kutai di Kalimantan Timur dan menetap di Jawa Tengah dengan mendirikan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan ini diyakini berdiri jauh sebelum Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Islam di lereng Gunung Slamet."

Dengan demikian, Chelin atas nama Solopos.com mengutip sumber dari sebuah kanal Youtube bernama Ngapak yezz. Penulis kemudian memeriksa video yang berjudul Sejarah Bahasa Ngapak Banyumasan tersebut di Youtube. Video ini diunggah pada 11 Juli 2019. Dari awal sampai akhir, visualnya hanya kompilasi foto. Audio yang terdengar cuma suara mesin robot Google. Tidak ada tayangan narasumber ahli yang berbicara. Tidak ada juga informasi tentang E Muhlenbeck termasuk judul penelitian dan lokasi penelitian itu diterbitkan.

Pertama, penulis perlu meluruskan bahwa penyebutan nama E Muhlenbeck adalah keliru. Ilmuwan bahasa yang dimaksud sebenarnya adalah EM Uhlenbeck alias Eugenius Marius Uhlenbeck. Kedua, sebagai video berlabel sejarah, produksi video yang sangat amatir seperti ini jelas tak layak dijadikan referensi. Dengan begitu, sebenarnya dari kritik ekstern sudah terjawab bahwasanya informasi bahasa ngapak dari Kaltim adalah invalid dan tidak kredibel. Kritik intern tak perlu lagi dilakukan. Verifikasi sudah selesai.

Akan tetapi, mari berandai-andai apabila video tersebut diproduksi stasiun televisi nasional secara profesional. Tayangan tersebut disertai pula wawancara narasumber ahli yang berkompeten. Kontennya, warga suku Kutai membawa bahasa ngapak dan menetap di Jawa Tengah dengan mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Lini masanya terbilang jauh sebelum Kerajaan Mataram Kuno.

Jika itu yang terjadi, kritik intern diperlukan. Apabila pencetus teorinya adalah EM Uhlenbeck, bisa termasuk perbuatan yang dinamai fabrikasi data. Fabrikasi data adalah kegiatan merekayasa dan memanipulasi data. Simpelnya, kejahatan akademik dengan membuat data fiktif. Mengapa begitu?

Pertama, Uhlenbeck dalam penelitiannya tentang bahasa Jawa Banyumasan tidak ada menyebut mengenai suku Kutai. Ia tidak pernah menulis peristiwa orang suku Kutai atau orang dari timur Kalimantan menyeberang ke Pulau Jawa untuk bermukim sampai mengembangkan dialek Jawa Banyumasan.

Adapun redaksi bahwa ada warga suku Kutai yang datang ke Jawa pada awal Masehi (sebelum dibuatnya prasasti yupa pada abad kelima), sebenarnya berasal dari asumsi yang dinisbatkan kepada seorang ilmuwan bernama Van der Meulen. Namun, dari teks asumsi kemudian dikembangkan atau diselewengkan oleh akun Youtube Ngapak yezz, dengan mengubah sumber rujukan ke tokoh Uhlenbeck. Bahwasanya, dinyatakan suku Kutai yang datang ke Jawa Tengah dan menciptakan bahasa ngapak.

Padahal, pernyataan yang disandarkan kepada Muelen ini juga tidak kredibel. Pihak yang mempunyai otoritas keilmuan dan kompetensi dalam riset zaman pra-aksara, yakni ahli arkeologi, tidak ada yang mengungkap kedatangan orang dari timur Kalimantan ke tanah Jawa untuk mendirikan koloni. Apalagi ada yang sampai mendirikan kerajaan-kerajaan di barat dan tengah Pulau Jawa. Tidak ada bukti berupa prasasti maupun tinggalan arkeologisnya.

Kasus ini mirip dengan kisah hubungan antara Jawa Barat dan Kalimantan Timur yang terdapat dalam naskah Wangsakerta yang diklaim ditulis pada abad ke-17. Naskah ini, sebagaimana riset Prof Boechari (1988) selaku ahli epigrafi terkemuka Indonesia setelah Poerbatjaraka, setara naskah semacam buku harian Adolf Hitler yang palsu itu. Dalam naskah tadi, didongengkan bahwa Dewawarman dari India datang ke Jawa Barat lalu menikah dengan putri penguasa setempat. Satu dari anak Dewawarman yang bernama Aswawarman dikisahkan pergi ke Kalimantan dan diambil menantu oleh kepala suku bernama Kundungga. Boechari menegaskan, prasasti yupa jelas menyebut Aswawarman adalah anak laki-laki Kundungga, bukan menantu.

Selain sumber palsu Wangsakerta dan klaim Van der Meulen, tidak ada bukti yang dapat menguatkan asumsi orang dari Kaltim mendirikan monarki di Pulau Jawa. Apalagi sampai mengkreasikan bahasa ngapak. Asumsi ini, jika dipercaya, dampaknya makin liar karena bisa saja muncul fantasi semisal orang Kutai terlibat dalam pembangunan Candi Borobudur pada abad kedelapan. Bisa juga muncul dongeng bahwa Ken Angrok keturunan Kalimantan Timur. Bukankah ini lebih fantastis?

Kedua, penyebutan suku Kutai pada masa sebelum Mataram Kuno jelas bermasalah. Menurut ilmuwan sejarah, Mataram Kuno eksis sekitar abad kedelapan Masehi. Sementara itu, entitas suku Kutai baru terbentuk diawali dari berdirinya Kerajaan Kutai Kertanegara di Jaitan Layar pada akhir abad ke-13.

Patut diingat bahwa kerajaan yang berdiri sejak abad keempat di Muara Kaman adalah bagian dari dinasti Mulawarman. Ketujuh prasasti yupa yang membuktikan kerajaan tersebut eksis, tidak satu pun yang mengukir teks kata Kutai. Sumber tertulis Surat Salasilah Raja Dalam Negeri Kutai Kertanegara juga menyebutkan, monarki Hindu tertua di Nusantara itu punya nama Martapura. Kajian etimologis nama Kerajaan Martapura ini diuraikan detail dalam artikel di jurnal Yupa Vol 4 No 2 (2020). Penulis juga membahasnya dalam buku berjudul Kerajaan Martapura dalam Literasi Sejarah Kutai 400 – 1635 yang diberi kata pengantar oleh sejarawan Universitas Indonesia, Dr Ita Syamtasiyah Ahyat.

Dari fakta-fakta di atas, cerita suku Kutai eksis di Pulau Jawa sebelum abad kedelapan tergolong ahistoris dan anakronisme. Ahistoris maksudnya tidak sesuai dengan sejarah. Anakronisme artinya tidak cocok dengan zamannya. Setelah verifikasi tersebut, simpulan bahwa dialek ngapak di Jawa Tengah yang diklaim dibawa suku Kutai adalah tidak akurat dan tidak kredibel.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Bahasa yang Mirip Kutai

Tuntas masalah ngapak, ada yang bertanya; adakah bahasa daerah lain yang mirip dengan bahasa Kutai? Jawabannya memang ada. Orang Kutai dan orang Banjar dapat berkomunikasi meskipun menggunakan bahasa masing-masing. Hal ini dinyatakan M Suriansyah Ideham dan para sejarawan dari Kalimantan Selatan yang menyusun buku babon berjudul Urang Banjar dan Kebudayaannya.

Ideham dan kolega juga menyitir pendapat KA Adelaar (1994: 4) yang mengatakan bahwa bahasa Banjar dipakai di pesisir Kalimantan dan di pesisir timur sampai dengan Kutai. Penyebaran tersebut tentu saja melalui perjalanan sejarah yang panjang. Luasnya persebaran bahasa Banjar menunjukkan ada pusat gelombang penyebaran yang cukup kuat. Gelombang yang merambah wilayah persebaran ini di dalam kajian dialektologi dikenal dengan wave theory.

Dalam Kamus Bahasa Kutai-Bahasa Indonesia yang diterbitkan Kantor Bahasa Kaltim pada 2013, ditemukan sejumlah lema yang identik dengan kosakata bahasa Banjar. Contohnya kata andak, bantas, bubuhan, bungas, bungul, busu, cucuk, kiau, maras, palar. Kata-kata ini lazim dalam penutur Banjar dan dimasukkan ke kamus tersebut. Kosakata tersebut tidak hanya sama lafalnya, tetapi juga sama maknanya dalam bahasa Indonesia.

Demikian, semoga berfaedah bagi publik. (*)

Penulis adalah penerima sertifikat kompetensi bidang sejarah dari Kemdikbud-BNSP, tinggal di Samarinda.

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar