Terkini

Angin Segar Pemindahan Ibu Kota untuk Rangkaian Megaproyek Kaltim

person access_time 4 years ago
Angin Segar Pemindahan Ibu Kota untuk Rangkaian Megaproyek Kaltim

Pembangunan jalan tol di sisi Samboja. (Fachrizal Muliawan/kaltimkece.id)

Sejumlah proyek besar di provinsi ini tak rampung untuk waktu yang lama. Bahkan hingga belasan tahun.

Ditulis Oleh: Bobby Lolowang
Rabu, 28 Agustus 2019

kaltimkece.id Label ibu kota di Kaltim membawa asa terhadap rangkaian megaproyek yang bergulir di provinsi ini. Terdapat sejumlah kegiatan raksasa yang tak rampung-rampung dalam waktu lama. Akankah kedekatan dengan pemerintah pusat memberi pengaruh besar dalam realisasinya?

Salah satu keunggulan yang membuat Kaltim terpilih sebagai DKI berikutnya adalah ketersediaan infrastruktur. Yang jadi nilai plus tentu sejumlah proyek raksasa ini. Meskipun sebagian besar belum beroperasi. Bahkan diadang sejumlah kendala.

Jalan tol pertama bakal beroperasi di Kalimantan, membentang dari Samarinda hingga Balikpapan. Proyek tersebut dimulai 2011. Pada masa kepemimpinan Awang Faroek Ishak sebagai gubernur Kaltim.

Dari rencana awal, beberapa kali target rampung meleset. Sejumlah persoalan mengemuka. Setelah masalah dana, ada lagi perkara izin karena melintasi Hutan Lindung Sungai Manggar serta Taman Hutan Raya Bukit Soeharto.

Proyek tol sepanjang 99 kilometer itu terbagi lima seksi. Yakni Seksi I (Km 13 Balikpapan-Samboja, Kukar), Seksi II (Samboja-Palaran), Seksi III (Samboja-Palaran 2), Seksi IV (Palaran-Jembatan Mahkota II), serta Seksi V (Km 13-Sepinggan Balikpapan).Dari kelimanya, seksi II, III, dan IV didanai investor dengan nilai investasi mencapai Rp 6,09 triliun.

Baca juga:
 

Sedangkan dana APBD Kaltim dikeluarkan bertahap. Alokasi Rp 1,5 triliun digelontorkan dengan skema kontrak tahun jamak 2015-2018 untuk Seksi I. Sedangkan Seksi V direalisasikan via dana pinjaman Tiongkok dan APBN senilai Rp 848,55 miliar. Pemprov Kaltim telah menggelontorkan Rp 4,14 triliun di proyek jalan bebas hambatan tersebut. Mulai 2019, APBD tak lagi diturunkan.

Awal 2019, jalan tol ditarget rampung April 2019 dan diresmikan Presiden Joko Widodo. Hingga empat bulan melewati target, tanda-tanda rampungnya proyek belum terlihat. Kepada kaltimkece.id awal Februari 2019, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kaltim Runandar, menyebut realisasi tol terkendala lahan.

Meski demikian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, kepada wartawan di Jogjakarta, menyebut bahwa proyek tol tersebut bakal diresmikan Oktober 2019. "Sekarang ada (tol) Samarinda-Balikpapan, (diresmikan) Oktober ini," ucap Basuki seperti dilansir dari laman detik.com.

Keberadaan tol bakal jadi penunjang keberadaan ibu kota negara yang ditetapkan sebagian Kukar dan PPU. Ketetapan itu bisa jadi sinyalemen pengembangan proyek tol yang memang sudah bergulir jauh sebelumnya. Seperti diungkapkan Presiden Jokowi dari akun Instagram resminya pada akhir Maret 2019.

Dalam unggahan tersebut, Jokowi menyebut tol pertama di Kalimantan itu bakal selesai akhir 2019. Selanjutnya, bakal ditambah 90 kilometer lagi dari Samarinda ke Bontang.

Dukungan presiden terhadap pembangunan infrastruktur di Kaltim memang jadi angin segar. Lebih-lebih setelah ditetapkan sebagai ibu kota negara. Tak sedikit proyek raksasa yang tak kelar dalam waktu lama. Salah satu yang mencolok adalah Jembatan Pulau Balang.

Infrastruktur ini menghubungkan Balikpapan dan PPU. Melintasi Teluk Balikpapan sepanjang 1.750 meter. Terbagi antara bentang pendek sepanjang 470 meter dan 1.344 meter untuk bentang panjang. Pemprov mengerjakan bentang pendek dan tuntas sejak 2015. Sedangkan bentang panjang jadi kewenangan pemerintah pusat. Belakangan dilakukan review desain dan memunculkan perubahan bentang menjadi 800 meter, dipicu penurunan clearance menjadi 27-30 meter di atas permukaan laut. Realisasi tersebut diongkosi APBN dengan skema kontrak tahun jamak 2016-2019 sebesar Rp 1,6 triliun.

Proyek tersebut memang dapat atensi ekstra pemerintah pusat. Banyak keuntungan strategis bisa didapatkan. Infrastruktur tersebut menghubungkan jalan trans Kalimantan poros selatan. Juga menghubungkan kawasan industri Kariangau-Buluminung.

Realisasi Jembatan Pulau Balang pun sudah lama dinantikan. Betapa tidak, sudah dari 2007 proyek ini dimulai. Dan setelah rangkaian tarik ulur, titik terang didapat begitu pemerintah pusat ambil peran. Sayangnya, persoalan tak berhenti di situ.

Masih ada kekhawatiran yang belum reda. Akses pendekat masih tak jelas. Sektor ini jadi kewenangan pemerintah daerah. Melibatkan kolaborasi Pemprov dan Pemkab PPU.

Diperlukan 40 kilometer untuk akses jembatan. Terbagi sisi Balikpapan 14 kilometer dan PPU 26 kilometer. Belakangan, Pemprov malah mengajukan kembali ke pemerintah pusat.

"Pak Gubernur yang sekarang minta ditangani APBN semua. Presiden tentu enggak mau karena dulu proyek yang minta itu pemda. Sekarang kami minta mereka konsisten sesuai kesepakatan awal,” sebut Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Refly Ruddy Tangkere seperti dilansir dari laman bisnis.com, 12 Agustus 2019.

Menjadi penghubung Kariangau-Buluminung, Jembatan Pulang Balang adalah proyek besar dalam rangkaian jalur industri di Kalimantan. Sejurus dengan agenda rel kereta api yang juga melintasi kawasan tersebut.

Terdapat dua rute dalam rencana rel kereta api di Bumi Etam. Yakni Muara Wahau sampai Lubuk Tutung di Kutai Timur, serta dari perbatasan Kaltim-Kalteng di Murung Raya sampai ke Buluminung. Proyek dengan nilai investasi Rp 70 triliun itu bahkan sudah peletakan batu pertama pada 2015 oleh Jokowi.

Semula, jalur kereta api pertama di Kalimantan tersebut dimanfaatkan untuk mengangkut produk pertambangan. Dari berbagai wilayah di Kaltim, bermuara ke Lubuk Tutung dan Buluminung. Sedangkan jalur rel utara mencakup wilayah Kutai Barat hingga kawasan Industri Buluminung, PPU. Rencananya, pada tahun pertama, rel kereta api sepanjang 203 kilometer itu akan menghubungkan Pelabuhan Buluminung dengan konsesi Banpu di Kutai Barat.

Adapun tahap kedua, rel diperpanjang sekitar 50 kilometer ke area konsesi Gunung Bayan Utama (GBU) dan Essar Energy. Total biaya sekitar USD 2,2 miliar. Jalur lainnya dari Tabang Kutai Kartanegara (Kukar) ke kawasan Maloy Batuta Trans Kalimantan Economic Zone (MBTKEZ) Kutai Timur (Kutim).

Jalur KA sepanjang 195 kilometer menghubungkan konsesi batu bara Bayan Resources. Dari kawasan di sekitar Bara Tambang dengan terminal batu bara laut (coal terminal) di MBTKEZ Kutim dengan nilai investasi mencapai USD 1,5 miliar. Realisasi proyek dijalankan via kerja sama antara Pemprov Kaltim dengan Russian Railways lewat skema public private partnership (PPP).

Celakanya, di tengah jalan tak ada kejelasan dari investor Rusia. Bahkan tanpa kegiatan selama 2018. Gubernur Isran Noor sampai bicara dengan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Ludmila Vorobieva. Ketika itu, keduanya bertemu di Bali, pertengahan 2018.

Isran mengancam mencari investor lain. Kejelasan ditunggu Februari 2019. Terlebih perizinan PT Kereta Api Borneo sebagai investor berakhir September 2019. Kondisinya, belum ada lahan yang bebas. Feasibility study sebagai acuan belum diterima pemerintah daerah. Belakangan, diketahui jika tarik-ulur itu dipicu harga batu bara yang tak stabil dan terus menurun.

Baca juga:
 

Namun, angin segar mulai berembus seiring isu pemindahan ibu kota di Kaltim. Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang dikabarkan melakukan pertemuan dengan Duta Besar Rusia. Dari pertemuan tersebut, diupayakan agar kerja sama pembangunan rel kereta api di Kaltim berlanjut. Rencana peletakan batu pertama kembali mengemuka oleh presiden di PPU.

Seperti diungkapkan anggota DPD RI asal Kaltim, Muhammad Idris kepada kaltimkece.id, pada akhir Agustus 2019 dijadwalkan penandatanganan nota kesepahaman antara ketua DPD RI atas nama Pemerintah Indonesia dengan Kedutaan Rusia. Poin dalam MoU tersebut yakni melanjutkan pengembangan pembangunan rel kereta api di Kalimantan.

Kepindahan ibu kota langsung memberi efek. Banyak angin segar berembus, menyegarkan dahaga yang lama kering. Bukan hanya atensi langsung dari pemerintah pusat. Status ibu kota yang bakal disandang, ikut jadi magnet untuk membawa investor membangun di Bumi Etam. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar