Terkini

Dari Kemuakan Mengantre Solar di SPBU, Solar Bersubsidi Diduga Dinikmati Industri Sawit dan Tambang

person access_time 2 years ago
Dari Kemuakan Mengantre Solar di SPBU, Solar Bersubsidi Diduga Dinikmati Industri Sawit dan Tambang

Sejumlah sopir berunjuk rasa di kantor Pemkot Balikpapan karena sulit mendapatkan solar. (chandra ismi/kaltimkece.id)

Para sopir truk Balikpapan mulai gerah karena sering mengantre di SPBU. Unjuk rasa pun tak terbendung.

Ditulis Oleh: Chandra Ismi Martaningtyas
Rabu, 30 Maret 2022

kaltimkece.id Azan zuhur tengah berkumandang ketika ratusan unit truk berhenti di Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan Kota. Barisan kendaraan peminum solar ini mengular dari Kantor Pos sampai Gedung Parkir Klandasan. Tak pelak, kemacetan sempat terjadi. Rekayasa lalu lintas pun dibuat aparat. Meski demikian, para sopir truk tak ambil pusing. Mereka segera bergabung dengan para pengunjuk rasa yang sedari tadi berorasi di depan kantor Pemkot Balikpapan.

Rabu siang, 30 Maret 2022, bersama sejumlah mahasiswa, para sopir mendesak Pemkot Balikpapan segera mengajukan penambahan solar via surel ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). Tuntutan ini harus dilakukan di muka demonstran. Masalahnya, mereka sudah kadung geram karena jatah solar yang ada saat ini di SPBU disebut sangat sedikit. Imbasnya, para sopir kerap mengantre berhari-hari di SPBU demi mendapatkan solar.

“Antrean itu sering menyebabkan kecelakaan,” kata seorang pengunjuk rasa, Deli Wowor, kepada kaltimkece.id.

Desakan yang lain adalah Pertamina harus menuntaskan persoalan kelangkaan solar bersubsidi di Kaltim. Zainudin, pengujuk rasa yang lain, mengaku amat menyayangkan kondisi tersebut. Pasalanya, provinsi ini adalah daerah penghasil minyak dan gas bumi tapi malah kekurangan solar. “Ini ironis. Lumbung minyak yang menjadi penyumbang kebutuhan bahan bakar nasional justru menjadi daerah yang mengalami kekurangan minyak,” sebutnya.

Ia mengabarkan, sampai saat ini, antrean solar masih terjadi di SBPU Kilometer 15, Balikpapan Utara. Panjang antrean di sana dilaporkan mencapai dua kilometer. Antrean juga disebut membuat kegiatan ekonomi para sopir truk terbengkalai.

_____________________________________________________PARIWARA

Dikonfirmasi pada kesempatan yang berbeda, Sales Area Manager Kaltim dan Kaltara Pertamina, Gusti Anggara Permana, membenarkan bahwa ada pengurangan jatah solar untuk SPBU. Pengurangan tak hanya terjadi di Balikpapan tapi di hampir semua daerah di Indonesia. Hal ini terjadi karena BPH Migas disebut mengurangi kuota solar untuk SPBU.

“Kami sampaikan juga bahwa Wali Kota Balikpapan sudah mengirimkan surat rekomendasi penambahan kuota solar bersubsidi ke BPH Migas,” terang Gusti. 

Berdasarkan data Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V yang diterima kaltimkece.id pada Juli 2021, kuota solar bersubsidi di SPBU Kebun Sayur yang juga kerap terjadi antrean, selama satu tahun, adalah 4.991 kiloliter (kl). Itu artinya, setiap bulan, Pertamina menyuplai solar ke SPBU Kebun Sayur sekira 415 kl dan 13,8 kl setiap harinya. Adapun kuota solar untuk SPBU Kilometer 9 selama satu tahun adalah 10.077 kl, per bulan 839,7 kl, dan per hari 27,9 kl. Sementara SPBU Kilometer 15, kuota solarnya selama setahun sebanyak 10.198 kl, per bulan 849,83 kl, dan per hari 28,32 kiloliter.

Unit Manager Communication dan CSR Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V, Susanto August Satria, menambahkan, pada 2022, kuota solar untuk Kaltim adalah 205.382 kl. Ia pun memastikan, penyaluran solar subsidi ke SPBU tidak berhenti setiap hari. “Sampai pekan ketiga Maret ini, solar subsidi yang sudah tersalurkan sekitar 47 kl,” sebutnya.

Sementara itu, Wali Kota Balikpapan, Rahmad Masud, mengatakan, salah satu penyebab antrean solar karena SPBU di Kilometer 13 belum dioperasikan. Informasi yang diterimanya, SPBU tersebut dibuka setelah Lebaran. Meski demikian, Rahmad mengaku sudah berkoordinasi dengan Pertamina untuk mempercepat pengoperasian SPBU tersebut.

“Insyaallah, Sabtu sudah buka,” katanya. Selain soal pengoperasian SPBU, koordinasi Rahmad dengan Pertamina juga soal penambahan kuota solar.

Penyebab lainnya, Rahmad menduga, karena terjadi kecurangan di pendistribusiannya. Solar bersubsidi disinyalir lebih sering masuk industri tambang dan sawit ketimbang SPBU. Dugaan ini muncul lantaran harga solar nonsubsidi lebih mahal ketimbang yang subsidi. Oleh sebab itu, ia mengusulkan, pemilik kendaraan dari industri yang mengisi solar subsidi harus dipidana.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Dugaan Rahmad tersebut selaras dengan pernyataan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, saat mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin, 28 Maret 2022. Waktu itu, Nicke bilang, solar bersubsidi diduga mengalir ke industri tambang dan sawit. Padahal, berdasarkan peraturan, industri tidak boleh memakai solar bersubsidi.

“Antrean-antrean yang kami lihat ini, kelihatannya justru dari industri-industri besar seperti sawit dan tambang. Ini yang harus ditertibkan,” kata Nicke dikutip dari media nasional.

Kembali ke kantor Pemkot Balikpapan, aksi unjuk rasa sempat diwarnai pembakaran ban. Para pengunjuk rasa mulai melonggarkan barisan persis ketika azan asar berkumandang. Unjuk rasa lanjutan dari demo serupa pada 23 Maret 2022 ini pun bubar dengan kondusif. Bersamaan itu, arus lalu lintas kembali lancar. (*)

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar