Terkini

Detail Satpol PP Hajar Mahasiswa Membabi Buta, Wali Kota Minta Didamaikan

person access_time 5 years ago
Detail Satpol PP Hajar Mahasiswa Membabi Buta, Wali Kota Minta Didamaikan

Silvester Hengki, korban pemukulan oknum Satpol PP. (mohammad heldy juwono/kaltimkece.id)

Insiden ini memicu banyak atensi publik Samarinda. Pilihannya berdamai atau tetap diproses hukum.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Rabu, 14 Agustus 2019

kaltimkece.id Suasana kedai kopi milik Silvester Hengki sedang ramai-ramainya. Wajah para pengunjung tak asing bagi sang pemilik. Kedai di Jalan KH Wahid Hasyim, Samarinda Utara tersebut, memang tongkrongan favorit rekan satu kampusnya di Universitas Mulawarman, Samarinda.

Sudah setahun belakangan Hengki berstatus mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unmul. Malam itu, ia kedatangan tujuh rekan organisasinya di kampus. Yakni Yogi Prasetyo Putra, Angelus Onisimus, Michael Masi Sarwaji, Yohanes Richardo, Wahyu, Silva Sagor, dan Aleks Bajo.

Kedelapan mahasiswa tersebut membuat janji temu untuk diskusi keterkaitan organisasi. Diskusi berlangsung seru. Tak terasa sudah empat jam mengobrol saling tukar pikiran.

Waktu menunjukkan 23.00 Wita. Di tengah pembicaraan, rombongan kendaraan jajaran Satpol PP tiba. Bermaksud melakukan razia di tempat hiburan malam atau THM. Kebetulan, di samping kedai tersebut ada sebuah tempat biliar. Hengki dan kawan-kawan tetap melanjutkan obrolan.

Tak lama berselang, seorang petugas mendatangi lingkaran diskusi kedelapan mahasiswa tersebut. Obrolan pun terhenti. Petugas menanyakan kegiatan di kedai kopi itu. Setelahnya meminta ditunjukkan kepemilikan identitas masing-masing.

Kedelapan mahasiswa itupun bergantian menunjukkan identitas. Lima petugas Satpol PP memeriksa. Dari pemeriksaan itu, salah satu petugas tiba-tiba berteriak. Mempertanyakan KTP Silva Sagor dan Aleks Bajo yang bukan berdomisili Samarinda.

Karena berbeda keterangan domisili, Silva dan Aleks diminta ikut ke Kantor Satpol PP Samarinda. Silva dan Aleks yang tak ingin begitu saja diangkus, menjelaskan bahwa keduanya mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di Samarinda. Tapi petugas tak menerima alasan tersebut. Silva dan Aleks tetap diminta ikut. Cekcok pun tak terelakkan.

Sebelum makin ricuh, salah satu komandan Satpol PP turun tangan. Setiap KTP diperiksa ulang. Sang komandan lalu mengatakan KTP Aleks dan Silva tidak bermasalah. Tidak perlu dibawa untuk diperiksa. Kedelapan mahasiswa itupun kembali menegaskan statusnya sebagai mahasiswa. Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) ditunjukkan kepada kelompok Satpol PP. Namun suasana yang telah redam kembali panas.

"Kami bilang kalau kami mahasiswa. Teman saya bilang ini KTM-nya. Petugas malah salah paham. Dikira teman saya tunjukkan kartu ATM. Mereka bilang ‘berapa sih isi uang mu pakai tunjukkan ATM?’ Kemudian cekcok lagi. Petugas ini sudah dua kali melakukan kesalahan. Kami tidak punya salah," kata Yogi Prasetyo kepada kaltimkece.id.

"Mereka sudah naik ke bus Satpol PP. Tapi petugas yang tadinya memeriksa KTP kami malah mengancam. Dia bilang, ‘mau kami pukuli kah kalian?’ Ya, kami sahut kami salah apa kok mau dipukuli," tambah Yogi.

Dari reaksi tersebut, tiba-tiba saja belasan petugas kembali turun dari kendaraan. Mendatangi dan mengeroyok delapan mahasiswa tersebut. Pukulan membabi buta. Kedelapan mahasiswa tanpa perlawanan. Kedai milik Hengki turut jadi sasaran belasan petugas yang mengamuk. Barang-barang di dalam kedai porak-poranda. Petugas turut menendang dan menghancurkan sejumlah motor yang terparkir.

"Kami diseret. Dipukul dan ditendang. Kami sudah bilang ampun tapi tidak dihiraukan. Kepala saya bocor. Entah dipukul pakai apa," kata Yogi.

Hengki sang pemilik kedai turut jadi korban. Banyak barang-barangnya rusak. Dari meja, kursi, dan perabotan lain. Total kerugian ditafsir belasan juta rupiah."Setelah dikeroyok kami langsung diseret ke kendaraan Satpol PP secara terpisah. Di dalam bus itu mereka masih mengintimidasi saya," kata Hengki.

Sesampainya di markas Satpol PP, Yogi, Hengki, dan Silva langsung dibawa ke lantai dua gedung di Kompleks Balai Kota Samarinda itu. Di sana ketiganya kembali mendapatkan pukulan petugas.

"Saya dan Yogi sudah berdarah-darah di kepala. Teman saya, Silva, dihajar habis-habisan lagi sama mereka," tambah Hengki.

Petugas Satpol PP kemudian mengintrogasi dan meminta kembali identitas korban. Ujung-ujungnya, salah satu komandan kembali meminta maaf. Hengki, Yogi, dan Silva kemudian dipersilakan pulang.

Setelah 35 menit, ketiganya dijemput puluhan rekan-rekan organisasi kemahasiswaan. Ketiganya lalu diminta melapor kejadian tersebut ke polisi. "Ternyata kabar kami dihajar Satpol PP tersebar di grup WhatsApp," ucap Yogi.

Setelah melapor ke SPKT Polresta Samarinda, ketiga mahasiswa tersebut diminta melengkapi laporan dengan visum. Kasus tersebut kini dalam pendalaman Satreskrim Polresta Samarinda.

Laporan dilengkapi bukti visum dan visual, diikuti terbitnya Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) : STTLP/445/VIII/2019/KALTIM/RESTA SMD tertanggal 10 Agustus 2019. "Kami berharap kasus ini bisa sampai ke persidangan," ucap Hengki.

Diketahui, aksi pengeroyokan tersebut dilakukan saat anggota Satpol PP menjalankan giat cipta kondisi jelang Iduladha 1440 H, Jumat, 9 Agustus 2019. Keberingasan petugas Satpol PP terekam CCTV tempat biliar. Video itupun viral di media sosial.

Bela Anak Buah

Selasa pagi, 13 Agustus 1019, kelompok mahasiswa tersebut berunjuk rasa di Balai Kota Samarinda, Jalan Kesuma Bangsa. Menuntut Wali Kota Syaharie Jaang memecat Kasatpol PP Samarinda, Darham, lantaran arogansi anak buahnya. Pertanggungjawaban kepada para korban termasuk dalam tuntutan.

Sekretaris Satpol PP Kota Samarinda Syahrir yang ditemui kaltimkece.id, menyatakan kesiapan pihaknya menghadapi segala proses hukum yang menanti. Ada rencana untuk mengadakan mediasi dari kelanjutan kasus tersebut. Yang jelas, Syahrir pantang menyalahkan anak buahnya atas insiden itu.

“Anggota yang bertugas itu bela diri saja,” kata Syahrir saat ditemui di Balai Kota Samarinda.

“Kami tetap bela anak buah. Artinya, mereka jalankan tugas dengan baik,” tambahnya.

Menurutnya, kegiatan razia THM dan identitas saat itu adalah bentuk pengamanan peraturan daerah dan surat edaran wali kota dalam rangka Iduladha. Kendati demikian, secara aturan memang tak ada ketentuan untuk memukul.

Menurut Syahrir, reaksi dari anggotanya tersebut salah satu tindakan pembelaan bila perselisihan terjadi. Ia mengklaim kedelapan mahasiswa tersebut menolak menunjukkan KTP. Suasana panas pun tak terhindarkan. “Ya, mungkin terpancing juga. Anggota ‘kan manusia biasa,” bela Syahrir.

Meski demikian, Syahrir berharap kelanjutan kasus tak berujung penetapan tersangka. Langkah mediasi menjadi prioritas pihaknya. Tapi bila opsi itu tak dapat diterima, Satpol PP siap menempuh proses hukum.

Disesalkan Wali Kota

Kabar pengeroyokan Satpol PP terhadap delapan mahasiswa kabarnya sangat disesalkan Syaharie Jaang. Hal itu diungkapkan Asisten Sekkot Samarinda Bidang Pemerintahan dan Kesra, Tejo Sutarnoto. “Pak Wali sangat menyesalkan kejadian itu,” ungkap Tejo kepada awak media, Selasa, 13 Agustus 2019.

Menurut Tejo, kejadian tersebut diketahui Wali Kota pada Sabtu, 10 Agustus 2019. Laporan terperinci masih menunggu hasil pemeriksaan internal Satpol PP. Berdasar arahan Wali Kota, kata Tejo, pejabat terkait diminta memfasilitasi perdamaian sehingga masalah bisa cepat selesai.

Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Sudarsono, menyebut laporan kasus tersebut sudah tahap penyelidikan. Sejumlah barang bukti turut diamankan. Mulai rekaman CCTV hingga hasil visum kedelapan mahasiswa tersebut.

“Kami jadwalkan pemeriksaan saksi-saksi dari pelapor. Untuk kepentingan penyidikan, selanjutnya tunggu hasil penyelidikan,” singkat Sudarsono. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar