Terkini

Di Balik Perempuan Tanpa Busana yang Berkendara di Sempaja

person access_time 5 years ago
Di Balik Perempuan Tanpa Busana yang Berkendara di Sempaja

Yl dievakuasi dari kediaman orangtuanya. (Giarti Ibnu Lestari/kaltimkece.id)

Perempuan tanpa busana melintas dengan kendaraan roda dua di jalan umum. Dipicu gangguan kejiwaan yang dialami lima tahun terakhir.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Selasa, 10 September 2019

kaltimkece.id Aksi ugal-ugalan di jalan umum memang bukan hal baru di Samarinda. Termasuk ulah pengendara menerobos lampu merah. Tapi yang terjadi Senin kemarin, 9 September 2019, betul-betul bikin heboh. Aksi tersebut dilakukan oleh perempuan tanpa busana.

Kejadian itu terekam kamera ponsel warganet dan dengan segera jadi perbincangan di dunia maya. Menunggangi sepeda motor matic, perempuan dalam video tersebut tak mengenakan apapun kecuali handuk hitam yang melingkar di bagian atas kepalanya. Dari penelusuran kaltimkece.id, sosok dalam cuplikan viral itu adalah perempuan 37 tahun yang ternyata sudah 20 kali bolak-balik rumah sakit jiwa.

Perempuan berinisial Yl itu adalah warga Kecamatan Sungai Pinang. Bungsu dari enam bersaudara. Tinggal bersama kedua orangtua dan kakaknya. Sang kakak juga diketahui memiliki riwayat gangguan kejiwaan.

Semula, Yl pamit kepada orangtuanya untuk mengambil pakaian dari rumah kontrakannya di Selili, Kecamatan Samarinda Ilir, sekitar pukul 09.00 Wita. Sang ibu tak merasakan hal aneh. Anaknya tampak baik-baik saja. Pamit dengan pakaian lengkap dan handuk hitam tersebut. Gelagatnya juga tak mencurigakan.

Tapi perasaan tenang itu hilang seketika begitu tersiar kabar seorang pengendara tanpa busana melintas dengan sepeda motor di simpang empat Sempaja. Sang ibu langsung curiga itu anaknya dan segera menyusul.

Kepada kaltimkece.id, ibu 62 tahun tersebut menjelaskan awal mula masalah kejiwaan merundung putri bungsunya. Penyakit itu diderita sejak lima tahun terakhir. Dipicu ketiadaan seorang anak kandung meski telah 16 tahun menikah. Sang suami terus mengeluhkan hal tersebut. Bahkan mengancam menikahi perempuan lain. Yl makin depresi.

Kehadiran anak dalam keluarga Yl sebenarnya diwakilkan tiga anak yang dibesarkan dari keluarganya. Tapi ketiga anak tersebut selalu diambil orangtua kandungnya ketika berusia enam tahun. Depresi Yl pun semakin parah.

Khawatir keadaan memburuk, si ibu mengontrak rumah di Kelurahan Selili, Samarinda Ilir. Bermaksud menjauhkan anaknya dari sang suami. Sebelumnya, depresi Yl selalu kambuh setiap bertemu pasangannya tersebut.

Tapi keadaan tak juga membaik. Malah 20 kali Yl bolak-balik rumah sakit jiwa. Inipun baru 11 hari keluar dari Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda. Lurah setempat menyebut Yl kerap meresahkan warga. Sering mengamuk dan berkeliaran. Di lingkungannya juga Yl kerap mendapat perlakuan tak menyenangkan. Kadang malah mendapat serangan fisik.

Berulang Kali Ditangani

Syarifah Halimah Tusya'diah dari Tim Penanganan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Dinas Sosial Samarinda, mengaku sudah sering menangani Yl. Dissos berulang kali menyarankan Yl berobat ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. “Tapi karena alasan ekonomi, keluarga tak kunjung memberangkatkan Yl,” sebut Syarifah.

Setelah videonya viral, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan di bawah Dinas Sosial Samarinda, diturunkan bersama anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Masyarakat turut membantu mengevakuasi Yl untuk kembali ke RSJD. Ia dievakuasi pukul 20.30 Wita. Perlu bujuk rayu hingga setengah jam untuk meyakinkan Yl dibawa petugas. Ayah dan kakak laki-laki Yl hanya duduk diam di sofa ruang tamu.

Rumah tersebut hanya memiliki dua kamar. Tempat Yl terletak di bagian depan. Tepat di samping ruang tamu. Hanya hamparan papan jadi pembatas. Tak ada karpet maupun kasur. Cuma berisi sepasang bantal dan toples makanan.

Berikan Pekerjaan Ringan

Menurut Psikolog Ayunda Ramadhani, dilihat dari permasalahannya, Yl masuk kategori sakit jiwa sangat berat. Hal itu bisa diketahui dari rekam jejaknya yang kerap keluar-masuk rumah sakit jiwa. Riwayat gangguan kejiwaan dalam keluarga, seperti dialami kakaknya, membuat peluang Yl mengalami gangguan jiwa berat jadi dua kali lipat.

Di sini peran keluarga menjadi sangat signifikan. Penderitanya tak boleh dibuat tertekan. Jangan pula diperlakukan seperti penderita gangguan jiwa. Cara terbaik adalah diajak melakukan pekerjaan rumah yang ringan. Seperti menyapu atau cuci piring.

Kesibukan mencegah penderitanya hanyut dalam pikiran yang memicu penyakit untuk kambuh. Maka, hindarilah memberi pekerjaan berat. Terlebih mendikte atau memberi tenggat. Tuntutan bakal membuat penderita semakin merasa tertekan dan rentan kambuh. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar