Terkini

Di Balik Sikap Isran Noor Pilih Tak Tinjau Langsung Banjir Samarinda

person access_time 5 years ago
Di Balik Sikap Isran Noor Pilih Tak Tinjau Langsung Banjir Samarinda

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id) | Foto Isran Noor: Pemprov Kaltim

Gubernur Kaltim Isran Noor memilih berperan di belakang layar atas musibah banjir yang melanda Samarinda. Salah-salah, malah dibilang pencitraan.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Senin, 10 Juni 2019

kaltimkece.id Sejak Senin pagi, 10 Juni 2019, warganet Kota Tepian menanyakan keberadaan Gubernur Kaltim. Saat itu tak sedikit permukiman warga tergenang. Demikian sejumlah akses utama ibu kota Kaltim. Pertanyaan demi pertanyaan pun mengalir.

Hingga pada Senin siang, Gubernur Kaltim Isran Noor menemui awak media. Orang nomor wahid Bumi Etam angkat bicara. Terutama soal banjir yang menggenangi tiga kecamatan di Samarinda.

 

Baca juga:
 

 

Menurutnya, banjir yang kerap menggenangi Samarinda akibat salah tata perencanaan sejak awal. Konstruksi pembangunan kota tidak siap menghadapi banjir. Beberapa daerah resapan air kini berubah menjadi jalan.

Dia mencontohkan beberapa jalan protokol Kota Tepian dulunya terdapat aliran anak Sungai Mahakam. Seperti Jalan Pangeran Diponegoro, Panglima Batur, hingga Jalan Jenderal Sudirman. "Dulu ada sungai kecil, ada parit. Di Pasar Pagi sampai Jembatan Baru itu ada sungai, terus ada sungai juga di Jalan Diponegoro sampai Sungai Karang Mumus. Secara alamiah itu sudah disiapkan," jelas Isran.

Persoalan banjir ibu kota provinsi menurutnya tak akan ada habis. Perlu kerja keras dan ekstra untuk berbenah. Pembenahan beberapa anak sungai tak serta-merta membuat Samarinda bebas banjir. Normalisasi sekadar mengurangi debit air yang meleber ke jalan.

"Bakal panjang banget kalau saya teruskan. Yang jelas sejak awal ketaatan tata ruang masih lemah," timpalnya.

Isran angkat bicara mengenai alasannya tak ikut meninjau daerah tergenang. Ia menghindari aksi tersebut kelak malah disebut-sebut pencitraan. "Saya lebih memilih berkoordinasi kepada semua pihak berwenang," ucapnya.

Gubernur telah berkoordinasi dari TNI, BPBD, Basarnas hingga camat. Tindakan cepat dikemukakan. Truk dan perahu karet dikerahkan. Korban banjir dievakuasi sebisa mungkin.

Tidak Ada Dana Tanggap Darurat

Meski bereaksi cepat atas bencana banjir di Samarinda, Pemprov Kaltim mengaku tak bisa menggelontorkan dana bantuan untuk para korban. Terlanjur tak ada anggaran tanggap darurat di APBD 2019. Pemprov tak bisa begitu saja mengeluarkan uang untuk keperluan tersebut. Isran memilih menghindari potensi hukum yang bisa jadi persoalan. "Menggunakan dana ini harus waspada. Saya takut ada imbas hukum kalau menggelontorkan anggaran," kuncinya.

Bendungan Benanga, Riwayatmu Kini

Salah satu faktor dahsyatnya banjir yang menggenangi Kota Tepian adalah menyusutnya kapasitas Bendungan Benanga, Lempake. Pendataan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III sebagai pengelola aset tersebut, daya tampung Benanga tersisa 500 hingga 650 ribu meter kubik. Jauh dari daya tampung semula yakni 1,5 juta meter kubik.

Disebutkan Kepala Seksi Operasi Sumberdaya Air BWS Kalimantan III, Arman Effendi, penyusutan dipicu sedimentasi besar-besaran. Pertumbuhan enceng gondok juga tak terkendali. Air hujan pun tak bisa ditampung maksimal. Melupa sedikit, langsung meluncur ke permukiman.

 

Baca juga:
 

 

Sedangkan sedimentasi gila-gilaan, tak lepas dari beberapa penyebab. Salah satunya tak lain pengupasan lahan. Terutama di daerah tangkapan air bagian hulu. Baik karena pertambangan atau kegiatan lain seperti perumahan.

Pengupasan lahan membuat mata air dan sungai kecil hulu Benanga rusak. Tak lagi ada pasokan air. “Ketika kawasan hulu masih tertutup vegetasi, air hujan tak langsung mengalir ke Benanga,” ujarnya.

Vegetasi bertugas menahan air. Ketika air di vegetasi terkumpul, terbentuklah mata air. Dari situ air mengalir ke daerah aliran sungai atau DAS, sebelum beranjak ke Benanga. Air tadi tak membawa material pasir dan tanah karena sudah disaring secara alami oleh vegetasi. “Berbeda dengan sekarang. Tak ada vegetasi. Boro-boro mata air, sungai saja rusak.”

Kalaupun ada aliran air dari hulu, lanjutnya, hanya material seperti tanah dan pasir menuju Benanga. Sedimentasi pun gila-gilaan.

Pengerukan sedimentasi sudah berjalan dua tahun terakhir. Namun, pelaksanaannya sekadar swakelola dari BWS Kalimantan III. "Dan daerah yang diutamakan adalah daerah tubuh bendung utama dan intake PDAM," ujar Arman saat dihubungi kaltimkece.id, Minggu malam, 9 Juni 2019.

Usaha tak berbuah signifikan. Laju sedimentasi dan pertumbuhan enceng gondok begitu cepat.

Meski begitu, ada sedikit angin segar bertiup. Proyek pengerukan bisa dilaksanakan secara kontraktual. Bahkan dengan cakupan yang lebih luas pada 2020. Sumber dananya berasal dari APBN dan hibah. "Semoga program tersebut disetujui Pemerintah Pusat," harapnya.

Penanggulangan banjir di Samarinda tak bisa sekadar mengeruk bendungan yang dibangun pada 1978 itu. Fungsi sungai mengalirkan air juga mesti dinormalisasi. Bersih dari hambatan-hambatan. Termasuk saluran dan drainase. Normalisasi, kata dia, tak mengandalkan satu-dua lembaga. Perlu ada sinergi yang kuat dengan pemerintah kota dan provinsi. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar